Chapter 19 || Musim Panas Incheon

10K 1K 167
                                    

Rules nya masih sama, 100 komen untuk buka chapter selanjutnya.

        RATUSAN bunga mawar merah berderet menghiasi seluruh penjuru ballroom hotel mewah di kawasan Gangnam. Ratusan gelas dan puluhan botol anggur mulai menghiasi meja. Makanan belum tersaji, namun tempat ini nyaris mendekati sempurna sembilan puluh persen. Meja-meja melingkar, mengitari marmer mewah yang sengaja dikosongkan di tengah, tempat dimana biasanya tamu melakukan dansa atau sekedar berkerumun sembari mengobrol ria. Panggung dengan puluhan balon berwana gold di hias sedemikian rupa, sementara kue tart setinggi satu meter menjulang di tengah-tengah ruangan.

Taehyung terlihat gusar, sesekali menatap jam di pergelangan tangan lalu kembali menatap Hana yang tengah berbincang dengan salah satu pegawai event organizer wanita tidak jauh dari tempatnya berpijak. Menghela napas pelan kemudian melangkah, mendekati sang istri dan menepuk pundak kecil itu pelan.

"Sayang, kau masih ingin mengawasi ini?"

Menjadikan Hana lantas membalik badan, mendongak, menatap Taehyung yang jauh lebih tinggi dari tubuhnya. "Masih banyak yang harus ku awasi, Taehyungie," jawabnya lembut. "Aku ingin semua berjalan sempurna malam nanti."

Sesaat di sana, Taehyung menurunkan pandangan, menatap Hana dengan tatapan merasa sesal yang cukup kentara. "Tapi, aku harus segera pergi. Masih ada banyak pekerjaan penting menungguku di kantor. Tidak masalah jika kau pulang diantar oleh supir? Maaf, aku tidak bisa menemanimu lebih lama."

Menepuk lengan atas Taehyung maklum, Hana tersenyum. "Tidak masalah, asalkan kau tidak boleh terlambat malam nanti."

Menjawab senyuman manis Hana dengan senyum tipis, Taehyung patut diacungi empat jempol tangan dan kaki atas akting memukaunya hari ini. "Baiklah. Jangan khawatirkan itu. Jaga dirimu. Jangan terlalu lelah," pesan Taehyung sebelum melangkah pergi terburu-buru.

Satu tangan tersimpan rapi di dalam saku, sementara tangan yang lain menggenggam ponsel tepat di depan telinga, hingga sambungan telepon terhubung dengan seseorang di sebrang sana. "Jangan memulai apapun sebelum aku sampai di sana." Titahnya mutlak tanpa ingin menerima bantahan. Pemuda itu lantas mematikan sambungan telepon tanpa menunggu jawaban lalu memasuki mobil yang telah terparkir menunggunya tidak jauh dari pelataran hotel.

Memasang seatbelt, merapikan jas, kemudian berujar pada sang sopir yang telah menunggunya sejak beberapa menit lalu. "Antarkan aku ke pantai Eurwangni di Jung-gu, Incheon."

Pria berusia akhir empat puluh tahun itu tampak gelisah di balik kemudi. "Tapi, baru saja Nyonya menelepon memintaku mengantarkan Tuan ke kantor."

Berdecak sebal sementara alisnya mengkerut tak suka, Taehyung memberikan tatapan tajam melalui kaca spion yang terpantul dengan si sopir di depan sana. "Kau terlalu banyak bicara. Antarkan aku ke sana dan tutup mulutmu. Jangan beritahu siapapun apalagi Hana. Mengerti?"

Mendapat tatapan tajam yang seolah menembus ke dalam jantung, sang sopir nyaris menggigil di tempat. Taehyung tidak membentaknya, bahkan Taehyung berbicara pelan, kelewat pelan hingga terkesan lebih mengerikan. Jantungnya berpacu, keringat dingin turun melewati pelipis kendati air conditioner memuntahkan udara cukup sejuk. Sopir itu baru pertama kali menemukan sisi Taehyung yang berbeda, aura di sekitar bosnya terasa di selimuti pekat yang mengudara. Maka dengan tangan bergetar merasakan kegugupan melingkupi lebih besar, ia menjawab terbata-bata. "Ba-baiklah."

••••

Deburan ombak bersahutan, matahari bersinar terik tepat di atas kepala, diiringi lambaian angin bertiup dari arah laut lepas. Ahrin memandang Jungkook yang bertelanjang dada dengan celana pantai berwana biru serta kacamata hitam bertengger di atas hidung bangirnya. Pemuda itu tengah menyedot lemon ice di bawah payung pantai di atas lounger seraya menumpu kepala menggunakan lengan. Kelewat santai seakan-akan sedang berlibur tanpa mengeluarkan uang.

BAD PLAYER ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang