Chapter 21 || Pilihan Menjebak

9.4K 1.1K 274
                                    

Update lagi? Rulesnya masih sama.


        Layaknya terhantam sengatan petir di siang buta. Jangan tanya seberapa sakit Ahrin saat ini. Jantungnya melemah, napasnya tersendat seolah-olah seluruh engsel penopang tubuh menolak untuk bekerja seperti biasa. Maka dengan susah payah kakinya berusaha tetap menopang bobot tubuh meski gemetar, meski sakit, meski Ahrin ingin sekali melempar tubuhnya sendiri ke bawah sana, membiarkan dirinya terbunuh akibat kebodohannya sendiri untuk ke sekian kali.

Namun ia mencoba tetap kuat menghadapi kenyataan pahit sebisa mungkin dengan tenang. Menahan panas di kedua matanya mati-matian. Tidak ingin terlihat semakin menyedihkan dan berakhir menjadi ledekan setiap orang. Setidaknya untuk saat ini, Ahrin mencoba untuk lebih kuat lagi dan lagi. Menyembunyikan seutuh hati yang telah retak.

"Seminggu terakhir setelah pertemuan kita di restoran waktu itu, aku kerap melihat Jungkook keluar dari rumah Minji pagi sekali. Kau tahu, rumahku dan Shin Minji berada di satu komplek yang sama? Ah, tidak. Tepatnya, kami bertetangga. Ia tinggal di depan rumahku. Jadi aku bisa melihat bagaimana mesranya mereka ketika bertemu." Jimin menghela napas berat. "Awalnya, aku tidak akan memberitahumu tentang ini semua. Aku tidak ingin melihatmu terluka, semua orang tahu bagaimana kau terlalu mencintai Jungkook, kau terlalu buta pada Jungkook dan kau tidak akan percaya padaku. Namun pada akhirnya, cepat atau lambat semua ini akan terjadi. Suka atau tidak. Kau harus tetap menerimanya sebagai bentuk pendewasaan dari sebuah kehidupan."

Lagi, Ahrin menelan pahitnya kekecewaan atas sebuah pengkhianatan. Sang ayah yang pergi bersama wanita lain dan Jungkook yang membuatnya remuk dalam sekejap. Sialnya, ia menerima kecewa dari sosok yang paling ia percaya. Ayah dan Jungkook yang selalu Ahrin banggakan kepada setiap orang, sama-sama berakhir membuatnya terluka.

Barangkali Tuhan memang tak mengijinkan orang berlumur pekat seperti Ahrin menyecap sedikit saja kebahagiaan sejak awal. Sejak gadis itu ditakdirkan lahir dan menangis ketika menapak bumi. Sejak dimana dunianya mulai hancur, rumahnya berantakan, hidupnya luluh lantak.

Gadis itu pikir, semua mulai berubah setelah ia menemukan Jungkook di bawah hujan. Menyelamatkan rapuh hidupnya dengan cinta tidak terbatas, membawa dirinya pada satu rasa aman dan nyaman yang tak pernah ia rasakan selain dari sang ibu, dulu. Namun saat ini Ahrin mulai menyadari jika semua hanya semu.

Kebahagiaan yang diciptakan oleh otaknya atas dasar kebohongan semata. Sejak awal Jungkook selalu menyakitinya, namun ia berpura-pura buta, ia berpura-pura bahagia, menipu dirinya sendiri asalkan Jungkook tidak pergi sekaligus menjadi penopang yang tanpa sadar menggerogoti organnya tanpa terasa.

Dan semua mulai terasa nyata saat Ahrin bisa melihat bagaimana prianya menikmati cumbuan gadis lain di bawah sana.

Jadi, apakah ini adalah alasan Jungkook mengapa pria itu melarangnya datang mati-matian? Untuk mengelabuinya? Untuk membodohinya dan menjadikan Ahrin kambing dungu yang seakan dicucuk hidungnya? Menurut, bodoh, tidak tahu apapun.

"Aku benci mereka semua," ujarnya dingin. Tak terlihat satu pun kemerlip kehidupan di dalam bola mata gadis itu. "Song Juran si ayah brengsek, Kim Taehyung si pria sinting, Jeon Jungkook si pemuda sialan termasuk dirimu dan puluhan pria lain yang ingin sekali kulenyapkan dalam satu kali sapuan."

Sebagai saksi hidup atas kelamnya jalan yang selama ini telah Ahrin lalui, Jimin hanya tersenyum getir. Alih-alih memanfaatkan harta orang untuk mendapat uang, justru sebaliknya. Ahrin di manfaatkan, mereka hanya memberikan sebagian harta yang tak lebih dari separuh uang dalam dompet mereka. Sementara Ahrin? Gadis itu menggadaikan harga dirinya sendiri untuk lembaran uang yang tak tahu kemana perginya.

"Menyesal tak akan pernah bisa mengubah apapun," ujar Jimin seraya menatap langit malam.

Perkataan Jimin menampar Ahrin cukup telak. Penyesalan? Bodoh. Semua waktu yang telah ia lalui sia-sia tak akan pernah bisa di kembalikan. Harga diri yang telah terlanjur hancur tak bisa di pulihkan kembali. Sehingga Ahrin hanya bisa tersenyum getir seraya menolehkan tatap ke dalam ballroom dari balik jendela kaca. Di sana, Ahrin dapat melihat Taehyung berdiri di atas podium menyampirkan tangan di pinggang ramping istrinya. Entah apa yang pria itu sampaikan melalui mikrofon, suara dari dalam gedung tidak terdengar jelas.  Akan tetapi, senyum manis Kim Taehyung bisa ia lihat. Kebahagiaan terpancar dari kedua sorot matanya. Cinta itu terlihat menggebu dari perlakuan hangatnya pada Hana.

Ahrin bisa melihat jelas, bagaimana Taehyung memperlakukan Hana begitu lembut, seolah-olah Hana adalah kelopak bunga terindah rawan sekali gugur diterpa semilir angin. Memperlakukan wanitanya dengan hangat, memeluknya dengan cinta, menciumnya penuh perasaan. Hal yang tidak pernah Ahrin dapatkan dari seorang Kim Taehyung sejauh mereka saling mengenal.

Melihat kebersamaan keduanya membuat Ahrin merasa semakin menyedihkan. Maka gadis itu sontak mengalihkan padangan tepat ketika dua bibir di sana bertemu dalam ciuman hangat. Matanya mengerjap pedih, menahan rasa sesak sekaligus sengatan pada dada entah untuk apa.

Pandangannya mulai jatuh pada satu ruang makan tidak jauh dari kolam. Di sana, Ahrin menemukan Yoongi duduk di atas kursi bersama kedua kawannya. Yoongi terlihat begitu bahagia, tertawa lepas hingga gusi-gusinya terlihat, menertawakan dua sahabat yang bertingkah konyol di hadapannya, Kim Namjoon dan Jung Hoseok.

Ahrin bisa melihat orang-orang di sekitarnya terlarut dalam kebahagiaan yang beragam. Meninggalkannya sendiri dengan keadaan terlampau mengerikan.

Satu butir air bening meluncur begitu saja tanpa dipersilahkan. Ahrin mengusap cairan tersebut secepat mungkin sampai tak ada satu orang pun dapat menyadarinya. "Kau tahu, Jim. Aku seperti berada di antara mulut singa dan mulut buaya. Tak ada pilihan. Mundur sama dengan mati, Maju sama dengan bunuh diri. Menurutmu, apa yang harus kulakukan?"

Meski Jimin tak sempat melihat Ahrin mengucurkan air mata, namun Jimin dapat melihat jejak basah di kedua pelupuk mata si gadis. Pemuda itu mengikuti kemana arah pandang Ahrin tertuju, lalu tersenyum tipis. "Menurutku, kau harus berlari. Masuk ke dalam hutan. Hanya hutan yang dapat menyembunyikanmu dari kedua binatang liar. Binatang yang tinggal menunggu waktu untuk menyantapmu sebagai jamuan makan malam."

Tertawa sumbang, Ahrin kembali meneguk cairan pekat dalam gelas sampai habis tidak bersisa, menghisap rokok dalam-dalam lalu membuang puntungya menuju lantai, menginjaknya sampai hancur dan berantakan. "Kau salah, Jim, hutan lebih berbahaya dari hewan liar."

Gadis itu menatap Jimin lurus, tanpa satu pun ekspresi tersemat di wajah cantiknya. "Kau tahu kenapa? Sebab dalam pekatnya hutan, tempat itu menyembunyikan jutaan hewan berbahaya yang tak pernah kau duga sebelumnya," menjeda sejenak. "Hutan akan menolongmu jika saja tempat itu dapat kau taklukan. Namun, jika kau salah mengambil langkah, tak ada yang tahu bagaimana cara sang alam membuatmu terbunuh. Di cabik-cabik kawanan hewan liar atau lebih parah lagi, membuatmu tersesat, kelaparan dan akhirnya mati secara mengenaskan."

Pandangannya lantas menoleh kembali ke dalam gedung, menatap Taehyung yang kini telah turun dari panggung dan kembali berbincang dengan seseorang. Hingga tanpa sengaja, tatapan mereka bertemu. Ahrin tertangkap basah tengah menatap pria di sana lurus tanpa berkedip.

Namun Taehyung menatapnya datar. Tatapan tajam yang tak pernah lembut dalam satu waktu itu berbanding terbalik ketika si pria menatap Hana beberapa saat lalu. Jauh berbeda. Jauh sekali.

Tatapan mereka terputus ketika Taehyung memainkan ponselnya fokus, pria itu terlihat mengetik sesuatu di atas layar.
Sampai Ahrin merasakan getaran ponsel di dalam tas yang cukup menyedot perhatian.

Meraih benda persegi tersebut lalu membuka kunci. Sempat tersenyum pahit saat menemukan wajah Jungkook begitu manis di dalam foto sebagai penghias layar wallpaper. Sempat mengesampingkan sejenak tentang Jungkook yang masih membuatnya tersayat. Ahrin menekan satu balon pesan dari Taehyung.

Tunggu aku di apartemen.

Isinya singkat, namun mengingat bagaimana bahagianya Taehyung malam ini mampu membuat Ahrin bertanya-tanya tentang isi pesan singkat tersebut.

Akankah Taehyung datang untuk mendapat ritual malamnya seperti biasa, ataukah pria itu datang untuk mengakhiri segalanya? Meninggalkannya sendiri bersama dunianya yang telah lama luluh lantak.[]





Chapter depan kita ketemu Taehyung. Kalo rame aku fast update. Jangan lupa klik tombol bintang yaa!

BAD PLAYER ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang