SUARA jepretan kamera bersama dengung bising ketukan sepatu di atas marmer mewarnai sebagian bisik-bisik pegawai di beberapa bagian ruangan. Tepat pada lantai tiga belas pada gedung dua puluh empat lantai, terletak studio pemotretan yang menjadi salah satu tempat kebanggaan lahirnya para model-model papan atas mempromosikan beberapa brand lokal maupun international.
Beberapa brand terkenal dari tas berharga jutaan Won sampai sepatu keluaran terbaru terpasang apik pada tubuh sintal sang model. Seorang gadis berperawakan tinggi melenggak-lenggokan tubuhnya di atas lantai dengan alas kain berwarna putih tulang, hingga satu teriakan puas dari sang fotografer menghentikan flash kamera yang menghujani tubuh model tersebut berkali-kali.
Tersenyum hangat, fotografer berkebangsaan China itu mengacungkan jempol sebagai pujian. "Kerja bagus! sekarang, tolong ganti dengan brand selanjutnya."
Son Eunji yang berprofesi sebagai manager si model lantas mengajukan protes sembari berkacak pinggang. "Tidak bisa. Setidaknya berikan waktu beberapa menit untuk modelku beristirahat."
Sementara pemuda China dengan tinggi di atas rata-rata itu menatap nyalang Eunji, mulutnya berdecak sebal. "Kau pikir aku tidak lelah setelah melakukan pemotretan selama empat jam berturut-turut? Kita sedang di kejar oleh waktu, Nona Son. Sebentar lagi CEO pemilik brand yang akan diiklankan oleh Nona Song akan datang mengawasi secara langsung. Tidak ada pilihan selain mempercepat proses agar tidak mengecewakan kedua belah pihak. Setelah semuanya selesai, kau dan modelmu bisa beristirahat dan saya bisa pulang secepatnya."
Astaga, memang siapa yang mau berlama-lama di ruangan pengap seperti ini? Rasanya Ahrin enggan berlama-lama di sini jika ia tidak membutuhkan uang banyak untuk membiayai Ibunya di Gwacheon serta kebutuhannya sebagai seorang wanita yang diharuskan merawat tubuh dengan baik. Tentu saja, biaya menjadi seorang wanita cantik tidaklah murah.
Jadi, ketika melihat raut jengkel serta wajah lelah terpancar dari paras tampan si fotografer bernama Jackson Wang tersebut, Ahrin hanya bisa meyakinkan Son Eunji bahwa dirinya cukup baik-baik saja.
Meraih bikini berwarna merah yang tergantung rapi di atas gantungan besi, memasuki ruangan ganti yang cukup luas untuk dipergunakan oleh dirinya sendiri. Ahrin mematut wajahnya sejenak di depan cermin, memperbaiki make up yang luntur di beberapa bagian sebelum tersenyum pahit kala melihat pantulan tubuhnya di dalam cermin. Rambut ikal panjang sepinggang berwana coklat keemasan, mata bulat, alis tebal, serta bibir merah menggoda. Cantik. Ahrin mengakui dirinya cukup cantik hari ini. Namun tepat saat matanya bergulir ke bawah, menatap tubuh yang hanya terbalut lingerie seksi berwarna merah dengan aksen renda tipis di bagian dada, jantungnya mendadak berhenti untuk sejenak.
Sejak kapan ya dirinya menjadi sejalang ini? Mempertontonkan tubuhnya di depan kamera, meniduri pemilik agensi tempatnya bekerja demi proyek besar, atau menyogok klien dengan memberinya blowjob dadakan demi bayaran berlipat ganda yang mengalir deras ke dalam rekeningnya. Ahrin lantas tersenyum pahit, menarik napas berat sebelum mengambil bathrobe putih dari dalam tas kemudian menutup setengah dari permukaan kulit tubuhnya yang terbuka.
Ketukan heels merah teredam oleh suara bising beberapa orang di dalam ruang studio, Eunji maupun Jackson yang tengah kembali berdebat pun menghentikan ocehan mereka sejenak.
"Mari kita mulai, Tuan Wang." Membuka bathrobe secara perlahan, Ahrin menyerahkan balutan handuk itu ke depan wajah keruh Eunji.
Memandang tubuh Ahrin dari atas sampai ke bawah kaki yang terbalut heels setinggi delapan centi hingga Jackson sukses terdiam, meneguk ludah tanpa sadar ketika melihat penampilan Ahrin kelewat menggoda. Payudara besarnya mengintip di balik lingerie berwarna merah darah, bokong putih berisinya seakan melambai meminta untuk dijamah, ditambah dengan perut rata terlihat jelas di balik lingerie super tipis yang hendak terbang tertiup angin dari kipas besar di ujung ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAD PLAYER ✓
RandomBagi Song Ahrin, kehidupan kotor serta tatapan mata menelanjangi dari setiap pria yang ditemuinya sudah terlalu lumrah ia dapati nyaris setiap waktu. Pandangan nakal atau pun keinginan menerkam hidup-hidup. Menjadi bahan imajinasi, dipuja-puja para...