01 - Liliana Karenada

1.4K 151 8
                                    

Prolog berubah, harap dibaca lagi, yaaa.

***

Lampu indikator berwarna hijau itu mulai menyala sesaat setelah Lily memastikan bahwa obat bius total yang baru saja disuntikkan ke pasiennya mulai bekerja. Dia menggeser tubuh untuk membiarkan laki-laki dengan jubah serba hijau dan wajah yang ditutupi masker itu mendekat dan mengambil alih tempatnya. Mulai mengambil pisau bedah yang telah disterilkan dari nampan silver yang baru saja asistennya itu ulurkan.

Susana tegang nan serius itu terus berlanjut seiring dengan ujung pisau yang mulai masuk ke dalam mulut sang pasien yang sudah terpasang alat agar membuka lebar. Melakukan insisi atau irisan pada bagian dalam di antara rahang dan dagu.

Pasien yang sedang mereka tangani ini memiliki gangguan tidur atau sleep apena, yang disebabkan karena penyumbatan pada saluran pernapasan akibat kelainan pada bentuk rahangnya.

Tiga jari Lily yang tertutup sarung tangan mencoba memeriksa denyut pada nadi sang pasien selama proses rekontruksi rahang yang dilakukan oleh dokter bedah mulut kesayangan rumah sakit mereka itu berlangsung. Memantau tekanan darah dan juga irama jantung di tempat-tempat vital.

Hingga beberapa jam kemudian ketika sang dokter boleh meletakkan alat terakhirnya lalu mengangkat kedua tangan dan mundur ke belakang, Lily kembali maju. Memantau kesadaran pasien dan kondisinya pasca operasi sampai pasien dipindahkan ke ruang pemulihan adalah bagian dari pekerjaannya.

***

"Operasi kali ini berjalan cepat nggak seperti biasa." Tiara, perawat yang juga merupakan asisten dari dokter bedah mulut itu melepas seluruh baju tindakan operasi hijau beserta masker, penutup kepala dan sarung tangannya kemudian membuangnya ke tempat yang telah disediakan.

Lily yang baru saja selesai memindahkan pasien ke ruang pemulihan dan memastikan bahwa kondisi dan organ vitalnya normal melakukan hal yang sama. Menanggalkan baju tindakan operasinya menyisakan scrub biru tua yang merupakan pakaian sanitasi di tubuhnya.

"Dan dalam hal yang langka pula dokter Rama diam seribu bahasa bukan ngomel-ngomel kayak biasa," lanjut Tiara menyebut dokter spesialis bedah mulut yang merupakan atasannya.

Lily menyunggingkan senyum sinis. Yang sering menjadi sasaran omelan dari dokter Rama ketika di dalam ruang operasi tentu saja dirinya. Jika pasien tiba-tiba tersadar dari pengaruh biusnya di tengah-tengah operasi sedang berjalan, pun dengan hal-hal kecil yang tidak mengindikasikan kecelakaan selalu saja Lily yang menjadi sasaran.

"Eh, eh," Tiara tiba-tiba saja menepuk lengan Lily dengan heboh. Membuat wanita yang sedang melepas sarung kepalanya itu menoleh cepat.

"Kenapa?"

"Kakak dokter Lily datang," jawabnya menatap lurus ke balik punggung Lily.

Lily menoleh segera. Benar saja, dari kejauhan dia melihat kakak perempuannya itu berjalan mendekat bersama seseorang di sampingnya. Rama. Si dokter ahli bedah mulut yang kini juga sudah mengganti pakaiannya dengan scrub baru yang ditutup oleh snelli putih.

"Kebetulan sekali." Rosiana tersenyum secerah matahari ketika menemukan adik perempuan satu-satunya itu. "Kamu mau makan siang, kan? Bareng aja sama Kakak, ya. Udah beberapa minggu kita nggak ketemu akibat kamu yang terlalu sibuk kerja, lho."

Dan baru kali ini juga Lily menemukan kakak perempuannya datang berkunjung ke rumah sakit. Karena pada hari-hari sebelumnya sama sekali tidak pernah. Alasan yang selalu dilontarkan sang kakak adalah bau obat yang menyengat selalu berhasil menguatnya muak.

Sorry From Lily (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang