09. Tolong berhenti

144 49 279
                                    

Reynan terduduk lemas di depan jendela yang terbuka. Ia menghirup aroma hujan yang sangat ia benci. Angin dingin malam itu menusuk tubuhnya kuat seolah tidak suka dengan kehadirannya.

Hancur? jelas. Sakit? jangan tanyakan itu. Reynan merasa hidupnya benar-benar hampa sekarang.

Ia sudah menduga hal seperti ini pasti terjadi. Hanya saja ia tidak menyangka bahwa rasa sakitnya akan sehebat ini.

Ia tidak pernah menangis ketika di pukuli. Ia tidak menjawab ketika dimarahi. Asal sosok itu tetap di sampingnya, itu sudah cukup untuknya.

"Apa yang kamu harapkan lagi anak sialan? kamu berharap keluarga ini baik-baik saja, IYA?!!"

Kalimat itu terucap di akhir pertemuan mereka. Penutup yang menyakitkan bukan?

Jiwa, angan, harapan dan kebahagiaan nya telah di bunuh oleh sosok itu. Malam ini, Reynan lagi-lagi memilukan luka itu sendirian.

Bahkan lengan yang sudah di penuhi goresan baru itu pun tidak membuat sang empu merasakan sakit sama sekali. Saat ini ia mati rasa, hampa dan kosong.

◉◉

Kota Jakarta pagi ini cukup cerah, tidak ada tanda-tanda akan hujan ataupun terik. Reynan membelah jalanan yang ramai kendaraan itu masih dengan perasaan yang gundah.

SMA Bina Bangsa, tempatnya mengemban ilmu di sana. Tidak memerlukan waktu lama, Reynan sudah sampai di sekolahnya.
Pria itu membelokkan motornya ke tempat parkir khusus kendaraan motor.

"Rey!" itu suara Ale. Pria itu menghampiri Reynan yang masih duduk di atas kendaraannya.

"Pagi ayang Rey..." ucap Ale memanjakan nada suaranya. Membuat Reynan begidik ngeri.

"Rey gimana?"

"Gimana apanya?" tanya Reynan.

"Gimana keadaan si Zea?" mendengar itu Reynan reflek menepuk dahinya.
Benar, ia lupa soal Zeara yang masih terbaring di rumah sakit.

"Gue lupa dia masih disana!"

Ale mendengus kesal, "Kebiasaan lo suka ninggalin anak orang sembarangan! lo inget waktu lo ajak gue makan di restaurant mewah? saat itu lo di telpon Bunda lo. Dan lo malah kabur gitu aja tanpa mikirin gue yang kebingungan cara bayar itu semua!" Ale mengungkit kejadian beberapa bulan lalu saat Reynan mentraktirnya di sebuah restaurant mewah. Tapi ujung-ujungnya ia juga yang harus bayar.

Reynan tertawa keras, ternyata Ale masih ingat kejadian itu. Bagaimana tidak? saat itu Ale hampir saja di laporkan ke polisi karena tidak bisa membayar Bill seharga 6 juta. Tapi entah dari mana Ale dapat membayar itu semua.

"Gue ke rumah sakit deh–"

"Ehh, ehh mau kemana lo?!" Ale menarik ransel Reynan membuat sang empunya hampir terjatuh dari atas motor.

"Mau jenguk Zea lagi," jawab Reynan.

"Hari ini ada ulangan harian. Lo mau bolos?"

Reynan berdecak kesal, "Terus gimana?"

"Pulang sekolah baru boleh jenguk dia," ucap Ale memperingati.

Reynan akhirnya mengangguk mengiyakan perkataan Ale. Benar, pasti Zeara juga sudah meminta izin untuk absen hari ini.

◉⁠◉

Kantin SMA Bina Bangsa seperti biasa terlihat ramai. Saat ini Reynan dan Ale sedang memadamkan rasa lapar setelah seharian berhadapan dengan tumpukkan soal. Hal itu tentu sangat melelahkan untuk otak Reynan yang hanya berkapasitas 0,0 MB. Berbeda dengan Ale, pria itu mengerjakan soal ujian dengan mudah. Bahkan Ale orang pertama yang menyelesaikan soal ujian itu.

TITIK KOMA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang