PROLOG

1 1 0
                                    


"Pagi ku cerah ku, matahari bersinar kugendong tas hitam dipundakkkk." seketika nyanyian merdu seorang gadis terhenti ketika melihat tetangga depan rumahnya tengah mendorong motor Ducati berwarna biru gelap. Saat ini ia sedang mengenakan sepatu tepat diteras rumah.

"Woi Jamal, dah siap belom lo?"

Yang dipanggil pun menoleh. "Butak mata lo, kagak liat gue lagi ngeluarin motor nih. Lo tuh yang buruan lelet amat jadi lakik." ucap Laut yang diberi gelaran Jamal oleh Dini.

Dengan tidak manusiawinya, Dini melemparkan sebelah sepatu yang belum sempat terpasang kan kearah Laut. "Lakik bapak kau, cewe gemes kayak gini dibilang lakik? Stress."

"Woi sakit asyuu." Laut mengaduh sakit karena sepatu yang dilemarkan oleh Dini tepat mengenai bahu kanannya.

Sang pelaku malah tertawa, terpingkal, terjungkal tanpa ada rasa bersalah. " Enak kan rasanya?"

"Iya enak, lebih enak lagi kalo lo gue tinggal."

Mendengar itu Dini pun buru-buru menuju kearah Laut untuk mengambil kembali sepatu yang sempat ia lempar tadi. Untung saja sepatunya tidak masuk kedalam got. Langsung saja Dini mengenakannya sambil berdiri dengan bahu yang ditahan oleh Laut agar tidak terjatuh.

"Gue nebeng lo yah?" ujar Dini. Tanpa persetujuan ia langsung naik keatas motor Laut yang bahkan sang pemilik saja belum menaikinya.

Dengan gemes Laut menampol kepala Dini dari belakang, "Kebisaan si monyet, helm lo mana? Lagian gue juga belom naik, udah nangkring aja lo dimari."

Gadis itu mengerucut sebal sambil mengusap kepalanya bekas tampolan Laut. "Ambilin dong didalem."

"Hmm."

Laut melangkah masuk kedalam rumah Dini, sambil beberapa kali mengucapkan istighfar dalam hati. Gini amat jadi babu sahabat plus tetangga, awas aja si Dini bakal ia kasih pelajaran nanti. Ketika sudah masuk kedalam rumah minimalis modern itu, tak sengaja Laut melihat bundanya Dini sedang menyapu diruang tamu. Yahh, karena si Laut anaknya sopan dan tidak sombong, ia pun menghampiri Jihan, bundanya Dini.

"Pagi bunda." sapa Laut sambil menyalami tangan Jihan. Ia sengaja memanggil Jihan dengan sebutan bunda karena itu pinta Jihan sendiri. Jihan sudah menganggap Laut seperti anak sendiri karena Dini dan Laut dibesarkan bersama, layaknya saudara.

Jihan menyambut dengan senang hati tangan Laut. "Pagi sayang, kenapa belum berangkat? Udah hampir jam tujuh, nanti telat loh."

"Ini Bun, mau ambil helm si Dini."

Jihan hanya geleng-geleng kepala mengingat kelakuan anak gadisnya itu. "Dasar, yaudah buruan ambil abis itu langsung berangkat nggak usah main dulu."

Cowok itu meringis  mendengar peringatan dari Jihan. Bukan tanpa sebab Jihan memberi peringatan kepada cowok itu, karena ia dan Dini sudah sering kali ketahuan tengah nongkrong pada saat jam pelajaran berlangsung. "Hehe iya Bun, pergi dulu bundaa."

Kaki jenjangnya menuju kelemari tempat koleksi helm Dini. Ada banyak sekali jenis helm yang harganya wow didalam lemari itu. Setelah mengambil salah satunya, Laut langsung saja keluar menuju sahabatnya yang sedari tadi teriak-teriak tidak jelas.

"Nih pake."

"Lama amat sih lo, ngapain aja didalem? Mandi?." kesal Dini, tega sekali Laut membiarkan nya kepanasan dibawah teriknya matahari.

"Udah kagak usah banyak bacot, buruan pake." sembari menunggu Dini memasang helm nya ia pun menaiki motor dan memasang helm full face hitam ke kepalanya.

Laut membenarkan spion motornya agar terfokus kearah Dini, pecah sudah tawa Laut  melihat kelakuan sahabatnya itu. "Please deh Din, otak lo bisa gak sih bener sehariii aja. Capek gue sama lo." Laut masih tertawa bahkan ia sampai memukul tangki minyak motornya sangking ngakak dibuat oleh kelakuan Dini. Bagaimana tidak? Gadis itu menggunakan helm terbalik.

"Bosen gue make helm kedepan mulu, kali-kali lah ngerasain sensasi lain." jawab Dini dengan wajah tengilnya.

"Serah luu gue capek!"

***

FRIENDS OR HUSBAND?[On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang