Cahaya matahari masuk melewati jendela kamar Chaeyoung. Menusuk wajah kedua insan tanpa pakaian di atas ranjang. Sepanjang malam keduanya terdiam. Bergelut dengan pikiran masing-masing. Bohong jika mereka berkata semua baik-baik saja. Nyatanya, tak ada dari mereka yang tenang. Risau, gelisah, selalu hadir pada hati mereka. Bagaimana reaksi keluarga? Bagaimana reaksi teman-teman, dosen? Karena Chaeyoung dan Mina belum juga lulus.
Chaeyoung siap, tapi bukan berarti tidak takut. Ia takut mengecewakan orang-orang dengan keegoisannya. Masa depannya belum jelas. Namun kesombongan atas menjaga diri sudah menyebar di seluruh bagian tubuhnya. Sedangkan Mina? Ia seorang perempuan tanpa ayah dengan sosok ibu temperamen. Ia juga memiliki gambaran kepribadian yang buruk di kalangan mahasiswa.
Dua orang itu nampak serasi. Bukan dalam hal yang baik lagi. Sekarang kesan yang mereka hadirkan adalah, Pasangan problematik dengan sikap yang tak tau diri.
"aku pulang dulu ya" Mina beranjak. Rambut dikucir, kemudian memakai baju.
Chaeyoung ikut berdiri. Ia mengambil kausnya dan kunci motor, tapi lengannya di tarik. Mina menahan, "gausah dianter, aku bareng sama Sana, dia dari kampus sekalian aja ya"
Bergeming sebentar, lalu Chaeyoung tahu, mungkin Mina butuh waktu sendiri. Lagi pula, ia jadi punya waktu lebih untuk berpikir.
"oke.. hati hati ya, Sana udah di depan?"
Mina hanya mengangguk. Bibirnya mengatup, dan Chaeyoung sadar jika kekasihnya sedang cemas. Maka sebelum Mina berhasil membuka pintu kamar, Chaeyoung menariknya dan memberi ciuman lembut pada bibir Mina. Spontan, kedua tangan Mina melingkari leher Chaeyoung.
Ciuman itu nampak berbeda. Kaku dan dipaksakan. Serasa ada beban yang tak mau mereka ceritakan. Tapi, mereka terus memagut bibir dan menautkan lidah.
Mina menarik tangannya setelah ciuman mereka selesai, "aku pulang" mengukir senyum, lalu Mina benar-benar pulang.
Rasanya Chaeyoung tak ingin keluar dari ruangan itu. Di luar terlihat begitu menyeramkan. Jantungnya berdegup kencang tak tertahankan. Keputusan-keputusan harus diselesaikan dengan sesaat. Pikirannya tak bisa normal. Menganggap semua baik-baik saja ternyata bukanlah hal yang benar.
Kakinya lemas. Langkahnya terhuyung hanya untuk duduk di kasur. Kepalanya tiba-tiba berputar-putar. Saat ini baru terasa, bahwa tanggung jawab tak seenteng ucapan manisnya.
--
Sana meyakinkan diri bahwa tak ada satupun pertanyaan yang terlewat setelah Mina keluar dari kamar nanti. Sepanjang perjalanan pulang sudah cukup ia menahan mulut gatalnya untuk tidak berbicara.
"gausah kepo kenapa, biarin aja" kepala Tzuyu menyembul dari belakang bahu Sana, "gak bisa! dia harus diinterogasi! udah bikin heboh sekampus!", Tzuyu hanya mencibir, memberi jarak pada pacarnya, kemudian duduk di lantai menyalakan televisi.
Sana masih berdiri di depan pintu kamar Mina dengan rasa penasaran menggerogoti kepalanya, sementara Tzuyu sudah menghela napas berat untuk ke lima kalinya melihat kelakuan pacarnya, "dia ga bakal keluar yang," namun, Tzuyu salah. Tepat setelah Tzuyu berbicara, pintu terbuka. Mina dengan handuk melingkari kepalanya memasang wajah kebingungan dengan tatapan sinis Sana.
"apa?"
Sana yang menyipitkan mata semakin membuat Mina tidak mengerti. Dengan langkah yang dihentak-hentakkan, Sana mendekat dan menarik kedua lengan Mina. Wajahnya tepat di depan wajah Mina, hingga tercium aroma sampo dan sabun dari tubuh Mina, "jujur, lo balikan sama CY?!" terdengar kembali Tzuyu menepuk dahinya setelah melihat apa yang dilakukan Sana.
Mina belum menjawab, tapi perlahan senyum hadir di wajahnya. Bukan senyum yang menggambarkan kebahagian, melainkan senyum tanda lelah menghadapi masalah semacam pertanyaan dari Sana, "siapa yang mau nanggung bayi ini kalo bukan dia?" kata Mina, enteng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let It Dark (michaeng)
FanfictionSekuel dari "Let It Blue" Dipaksakan baca dulu yg Let It Blue ya gengs, engga panjang koks🤘 "I FOUND MY MASTER AND DISASTER" WARNING : GenBen