Jalanan mulai tak terlihat karena waktu terus bergulir menemani air mata yang hampir kering itu. Tzuyu termenung di tengah gusarnya, memikirkan sepertinya mereka harus pergi dari sana.
"Gini deh Chaeng, kita ke rumahnya aja" katanya.
Dua orang yang sedang berada pada pikiran masing-masing itu sontak menoleh, menunjukkan tatapan bertanya-tanya.
Tzuyu mendengus sekali, "gini lho, mau sampe kapan disini? mau nemuin dia kapan? besok? ga ada waktu, mending sekarang kesana, biar dia liat usaha lo" jelasnya.
Chaeyoung membayangkan sesuatu hal yang ngeri. Ia menarik napas dan menghembuskannya pelan sembari menggeleng, "bahaya Tzu, lo ngga tau ibunya kek gimana"
"Oke, ayo mending pulang sambil tidur nyenyak, biar besoknya nyesel, yuk.." sarkas Tzuyu sambil pura-pura membuka sabuk pengaman.
Chaeyoung sedikit terkejut dengan sikap sahabatnya yang tiba-tiba jauh lebih semangat dari pada dirinya. Dalam jeda hening beberapa menit Chaeyoung bergelut dengan pikirannya sendiri. Jalan yang ada di depannya bergantung pada dua pilihan, berkelok-kelok atau tak rata. Sekilas bayangan tentang perdebatannya dengan ibu Mina, di mana ia dengan percaya diri mengucap janji seakan bersumpah Mina adalah istrinya muncul. Nyatanya, permasalahan semacam ini tidak bisa ia hadapi. Chaeyoung sadar jika telah menghianati ibu Mina dan dirinya sendiri.
--
Saran diterima, kini mereka mirip anak nakal yang dihukum ibunya akibat pulang main terlalu larut. Ketiganya berdiri berjajar sambil sesekali mengetuk pintu. Lebih dari 15 menit mereka berdiri, tapi tak kunjung ada yang membukakan pintu.
Chaeyoung yakin ada orang di dalam karena beberapa kali ia mendengar suara gorden yang ditutup dan dibuka, mungkin sudah jelas kebencian ibu Mina padanya adalah tanda pintu itu masih setia tertutup.
Mereka masih setia, sementara beberapa tetangga mulai penasaran kenapa tiga anak muda ini berdiri mengetuk pintu yang tak mau membuka namun tak kunjung pergi. Chaeyoung beberapa kali menjelaskan jika ia tahu ada orang di dalam dan akan tetap menunggu.
Chaeyoung merasa tidak enak karena mengganggu orang-orang di sekitar. Tapi, ini satu-satunya harapan, ia tak akan memiliki waktu lagi. Ia sadar sesadar-sadarnya jika tak ada orang lain yang mengerti dirinya selain ia dan Mina. Gadis itu sudah terpatri di hatinya. Menduduki peringkat tertinggi sebagai orang yang cintai jiwa dan raganya. Ia berharap kesempatan mau datang kesekian kalinya. Tak ingin lagi ia menyia-nyiakan perasaannya pada orang yang jelas-jelas sudah tepat.
Renungan itu bagaikan doa yang mujarab. Pintu terbuka sedikit, dan sorot mata yang mengintip dibaliknya tampak mengerikan.
--
Getaran kaki Ryujin terasa jelas di paha Tzuyu yang berdiri di sampingnya. Meski bukan berada di rumah hantu, rasanya Ryujin ingin kencing di celana. Tatapan mengerikan itu dirasakan oleh ketiga anak muda yang sedang berdiri menunduk seolah dihukum di depan kelas.
Chaeyoung menelan ludahnya, berusaha bersikap sebagaimana mestinya dengan mendongakan kepala dan menatap mata yang sedari tadi mendelik ke arahnya.
"saya minta ma-" belum selesai kalimat sesal itu, tamparan sudah mendarat di pipi kirinya. Chaeyoung mengusap pelan dan menarik napasnya. Tzuyu terlonjak, dan Ryujin tak sengaja mengumpat kaget.
"kamu tidak tau malu ya!" Kalimat itu menusuk hati Chaeyoung yang sudah hancur
"Bajingan!"
Chaeyoung menerima segala bentuk serangan dari tamparan, tinju, tendangan, hingga umpatan dari sang ibu kekasihnya. Namun, tak sekalipun ia melawan atau menolak. Sadar betul bahwa saat ini apa yang ia dapatkan belum sebanding dengan apa yang telah ia lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let It Dark (michaeng)
FanficSekuel dari "Let It Blue" Dipaksakan baca dulu yg Let It Blue ya gengs, engga panjang koks🤘 "I FOUND MY MASTER AND DISASTER" WARNING : GenBen