Sama-sama sudah dewasa. Bukan anak kecil lagi yang tersenyum hanya dengan bermain ayunan. Tapi, keduanya masih terbilang muda pada usia. Mentalnya belum sekuat baja. Suasana hati mudah berubah-rubah. Tekanan dari setiap pihak atas apa yang mereka sebut kesalahan, cukup melelahkan.
Chaeyoung dan Mina masih memagut bibir satu sama lain. Terbuai pada rasa cinta yang mulai membara. Tak pernah memang sekali saja mereka ucapkan kalimat cinta, bahwa aku sayang kamu, dan aku juga. Tapi, keduanya sadar secara pikiran dan kehadiran, bahwa mereka membutuhkan.
Bibir itu terlepas perlahan. Basah karena entah air liur siapa. Tak ada yang memulai. Tapi, Mina menggengam pergelangan tangan Chaeyoung. Mengajaknya berdiri berhadapan. Dada bidang itu diusap dengan telapak tangan yang berkeringat.
Mereka melucuti pakaian masing-masing. Chaeyoung menanggalkan kaus dan jeans nya. Sementara Mina melepas satu persatu kancing kemejanya.
Dalam kesunyian yang menggerayangi diri mereka. Tubuh telanjang dua insan itu dingin
dibelai angin. Kulit dengan rambut-rambut halus yang berdiri merasakan silir.Chaeyoung menatap lekat-lekat tubuh telanjang kekasihnya. Diamati sedetail mungkin dari ujung kaki hingga ujung kepala. Begitu pula sebaliknya.
"aku mau kamu liat semua yang ada di diri aku.." ujar Mina seraya memutar tubuhnya dengan kedua tangan diangkat tinggi-tinggi.
Kembali menghadap Chaeyoung. Mina menurunkan tangannya. Rambut hitam panjang itu disisir ke belakang dengan jari-jemari. Kepalanya menengadah dengan mata terpejam rapat.
Mendapati pemandangan seindah itu, Chaeyoung tertegun kagum. Betapa takjub dirinya disuguhi kulit seputih susu yang tak sempurna. Jemari dan bulu mata sama lentik yang mampu menjentik setiap sisa napasnya. Paras menawan bak dewi Ratih. Semerbak wangi puspita mengelilingi gairah melonjak pada dirinya. Bahkan untuk berkedip, ia menolak.
Chaeyoung jatuh cinta untuk kedua kalinya. Benar-benar jatuh pada lubang yang paling dalam. Tubuh yang tidak sempurna itu justru menjadi kesempurnaan paling nyata untuknya. Bahkan ia hampir menangis ketika sang kekasih kini memunggunginya. Bekas itu begitu jelas menghiasi bagian belakang tubuh kekasihnya.
"ini bekas luka yang aku dapet dari kecil.." garis luka itu memanjang dari pinggang hingga ke tengkuk, "kamu tau besi kecil panjang? ya sekecil antena radio? mungkin.. alat itu biasanya disimpen di samping kasur ibu dan kasur dia.. hampir tiap hari dia mukul di tempat yang sama.."
Air mata itu sudah hampir menetes. Tak mampu dibendung lagi, dan benar menetes akhirnya.
Tubuh Mina berputar lagi, "ini favorit aku" sembari melihat bekas-bekas luka sayatan kecil di dekat kedua pahanya, "gatau, tapi kalo setiap aku stres.. satu sayatan itu udah nenangin banget"
"aku yang stres sekarang"
Mina mendongak, menatap sumber suara. Ia terkekeh melihat raut wajah Chaeyoung yang merengut.
"terus kamu mau mulai dari mana?" goda Mina pada orang di depannya.
Dahi itu mengernyit, sambil lalu ke arah lemari kaca besar miliknya. Sebuah dasi hitam bergaris merah diambil digulung di telapak tangannya, "dari tutup mata" jawabnya lirih, namun tegas.
Mina membasahi bibirnya dengan lidah. Dasi itu dililitkan, menutupi kedua matanya. Bibir dikecup singkat. Kedua tangannya hanya diizinkan di atas seperti anak kecil yang sedang mendapat hukaman. Dan debaran jantung melonjak dua kali lebih cepat.
Chaeyoung meraih satu ikat pinggang berbahan kulit selebar tiga senti yang tersampir. Gesper itu digenggam kuat ditambah dengan sekali gulungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let It Dark (michaeng)
FanfictionSekuel dari "Let It Blue" Dipaksakan baca dulu yg Let It Blue ya gengs, engga panjang koks🤘 "I FOUND MY MASTER AND DISASTER" WARNING : GenBen