9. Pride n Promises

270 21 18
                                    

Panggilan panjang itu diakhiri dengan tangis dan helaan napas sesal. Bahkan ibu Chaeyoung tidak tahu di mana keberadaan anaknya. Mina tersedu seraya memegangi perutnya yang melilit tak karuan. Siapa lagi orang yang bisa ia hubungi untuk tahu keberadaan Chaeyoung?

Ia terduduk memeluk tubuhnya sendiri. Merasa bahwa saat ini ia telah jatuh pada jurang kesengsaraan yang paling dalam. Nasib pekerjaan dan percintaannya berada diujung tanduk. Semuanya akan hancur sebentar lagi.

Ia tak punya pilihan selain menggunakan uang kantor untuk Jeongyeon dan membatalkan dua acara secara sepihak. Hal itu sampai membuat Dahyun dan Ryujin kebingungan karena harus menutup gedung sementara waktu. Namun, Mina menjelaskan bahwa ia akan membayar semua ganti rugi selama tutup nantinya.

Mungkin untuk semua masalah yang bertubi-tubi menghujani dirinya, satu-satunya pilihan terbaik adalah kembali ke rumah ibunya. Apalagi kebanyakan pikiran kurang baik untuk bayi dalam kandungannya. Mina sudah merasa perutnya tak terkondisikan. Sakitnya tak bisa ditahan, paling tidak jika ia pulang nantinya sang ibu dapat mengantarkannya ke rumah sakit.

Mina memang bukan orang terkuat di bumi ini. Tapi, untuk membawa rasa sakit di perut dan di hati dalam perjalanan menaiki bus selama dua jam, ia bisa tahan dengan sesekali merintih sambil mengeluarkan air mata.

Sementara di sisi lain setir yang tak punya salah itu menjadi sasaran kemarahan seseorang di dalam mobil, bahkan ponsel di genggamannya juga hampir remuk. Wajahnya pun merah basah oleh air mata. Chaeyoung tak berbeda, ia juga dalam kondisi tidak baik-baik saja. Belum ada lima menit sang ibu menelepon, dan apa yang dikatakan ibunya sungguh menggores hatinya. Ibunya benar, bagaimanapun kondisinya, Mina adalah tanggung jawabnya. Apa yang terjadi pada Mina akan menjadi urusannya. Ia tidak bisa terus mengurung diri dan menghindar. Berapa kali ia mengatakan hal tentang tanggung jawab, tapi ia sendiri pun selalu saja lari?

Perlahan Chaeyoung mulai membaca pada sudut pandang kekasihnya. Mina memang rumit, ia akui tidak mudah mengambil keputusan dalam sudut pandang gadis itu. Tapi, mungkin memang tidak ada salahnya jika Chaeyoung juga ingin menenangkan diri beberapa hari untuk mencari jalan keluar. Walaupun berat melewati hari-hari tanpa melihat wajah kekasihnya yang entah di mana dan keadaanya seperti apa.

--

--

Kurang dari seminggu adalah waktu yang cukup bagi Chaeyoung menentukan apa yang harus ia lakukan. Ia duduk menghisap rokoknya, tangan kirinya menggenggam ponsel di telinga. Tzuyu adalah orang pertama yang ia hubungi. Mau tidak mau ia harus menceritakan apa yang terjadi padanya dan juga Mina. Ini bukan persoalan perasaan lagi, tapi kejahatan.

"Oke, gue kesana ya.." ucap Chaeyoung, lalu menutup panggilannya.

Chaeyoung bergegas menghampiri Tzuyu. Kawannya itu dalam kondisi sehat seperti biasa. Dan tanpa basa-basi ketika mereka sudah di dalam mobil, permasalahan itu ditumpahkan. Sesekali Tzuyu menggeleng tak percaya oleh cerita kawannya.

"Jadi, gue butuh lo buat cariin alamatnya, kita selesein!" tegas Chaeyoung.

Tzuyu sempat memalingkan muka, hal tersebut membuat Chaeyoung tersulut emosi. Merasa sahabatnya itu tidak mendukungnya.

"Bukan gimana Chaeng, tapi masa hal kaya gini sampe mau bunuh orang?" kata Tzuyu.

"Ini bukan cuma hal kaya gini Tzu, ini udah kejahatan, privasi, pemerasan, hampir seratus juta Mina kena dia tau!" sahut Chaeyoung dengan nada kesal.

"Anjir, lu ga cerita bagian itu"

Ya, Chaeyoung lupa poin utama dalam permasalahan mereka. Dengan berat hati ia menceritakan kembali detailnya. Kali ini raut wajah Tzuyu jauh lebih muram dari Chaeyoung. Ia mengumpat dan meninju jendela mobil Chaeyoung saking geramnya.

Let It Dark (michaeng)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang