6 | Aku Salah, ya, Pa?

5.8K 763 209
                                    

"Aku nggak apa-apa, kok, kalau Papa jarang ngobrol sama aku. Nggak apa-apa juga Papa nggak pernah balas chat-ku. Cukup jangan tinggalin aku aja. Soalnya kalau nggak ada Papa, aku nggak tau harus apa, gimana, dan ke mana."

Pagi di rumah El tidak pernah seramai rumah orang-orang lainnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi di rumah El tidak pernah seramai rumah orang-orang lainnya. Ia tidak pernah tahu rasanya bangun di pagi hari karena suara berisik dari dapur, atau karena terusik perbincangan hangat dari ruang tengah di mana semua orang berkumpul. Di rumah ini hanya ada ia dan Papa. Berdua saja. Tidak pernah ada siapa-siapa.

El jarang sekali mendengar suara berisik di pagi buta selain nyaring suara mesin cuci yang menyala dari satu ruangan khusus di belakang sana. Paginya hampir setiap hari sama; hampa. Namun, hari ini El bangun dengan suasana yang sedikit berbeda. Di detik pertama ia membuka mata, ia langsung disambut dengan samar-samar suara keran air dari kamar mandi. Lalu saat ia melihat sekeliling, ia baru sadar kalau dirinya terbangun di kamar Papa. Dengan selimut milik lelaki itu yang membungkus sampai ke dada, juga bantal yang mengganjal kepalanya.

Kemudian, ia melihat Papa keluar dari kamar mandi dengan rambut setengah basah. Satu hal yang tidak pernah ada di pagi-pagi El sebelumnya. Selama ini, ia selalu bangun di antara dinding-dinding kamar yang hampa. Namun, hari ini, ia terbangun dengan Papa di di sekitarnya. Setelah itu, mereka salat subuh bersama. Papa menjadi imam sementara El mengikuti sebagai makmum di belakang hingga mereka menyelesaikan dzikir juga doa bersama.

Dan sekarang, ketika El melangkah keluar dari kamar setelah rapi dengan pakaian seragam, cowok itu langsung disuguhkan dengan dua piring nasi goreng di meja makan. Tak jauh dari sana, ia bisa melihat Papa sedang mengangkat telur dari penggorengan untuk kemudian ia taruh ke atas piring nasi goreng yang sebelumnya sudah lelaki itu hidangkan.

Seketika itu juga senyum El mengembang. Seluruh perlakuan kurang menyenangkan dari Papa semalam kini rasanya tidak berarti apa-apa. El tidak keberatan untuk pura-pura melupakan wajah tidak nyaman Papa saat ia menerobos kamarnya begitu saja. Ia juga akan melupakan bagaimana sepanjang malam lelaki itu tidur dalam posisi memunggunginya. Ia tidak akan lagi mengingat-ingat bagaimana Papa seolah sengaja diam ketika ia bertanya apakah lelaki itu sudah tidur, di saat ia yakin betul Papa masih terjaga. El akan melupakan segala hal menyakitkan itu, demi menghabiskan sarapan buatan Papa yang selalu lebih ia suka daripada makanan-makanan lezat lain di luar sana.

"Wih, wangi banget nasi gorengnya, Pa. Enak, nih, pasti." Cowok itu mendekat dengan penuh semangat ke meja. Meletakkan tasnya di kursi yang kosong, kemudian duduk tepat setelah Papa kembali dari meletakkan teflon kotor ke wastafel.

Papa tidak mengatakan apa-apa. Hanya melirik El sekilas kemudian duduk di kursi dan mengaduk kopi hitamnya. Aroma buih kopi menguar bersama uap tipis-tipis dari cangkir keramik Papa. Hangat ... tetapi hanya di situ saja. Karena di sekeliling meja ini, semua terasa dingin. Diamnya Papa adalah alasan terbesar mengapa pagi di rumah ini tidak pernah bernyawa.

Tidak Ada Aku di Hati PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang