"Seingatku, aku nggak pernah minta apa-apa dari Papa. Tapi, kalau suatu hari kebetulan aku dikasih kesempatan buat minta satu hal dari Papa, aku cuma pengin sekali aja minta Papa untuk bilang kalau aku berharga. Tolong bilang kalau Papa nggak pernah nyesel punya aku di hidup Papa."
Makan siang yang terjadi di luar dugaan itu tidak berjalan sebagaimana mestinya. Setidaknya menurut El, karena cowok itu benar-benar tidak menyukai waktu yang mereka habiskan bersama. Ia tidak suka Azzana yang ternyata memang terlihat sangat sempurna hingga seolah tanpa cela. Ia tidak suka Louise yang selalu mengajak Papa bicara dan dapat dengan mudah menimpali setiap kalimat Papa karena hobi mereka yang sama.
Namun, dari semuanya, El jauh lebih tidak suka cara Papa menerima kehadiran Azzana dan putranya seolah mereka berdua memiliki tempat yang istimewa. Ia tahu, sejak awal memang wanita itulah pemilik hati Papa. Wanita itulah yang menjadi alasan El tumbuh dewasa tanpa cinta. Ia juga tahu seberapa dalam nama Azzana tertanam di hati Papa hingga tidak ada lagi tempat yang tersisa. Akan tetapi, melihat bagaimana Papa menatap Azzana sedemikian dalam saat mereka bicara, rasanya El tidak bisa terima. Ia suka melihat Papa banyak berinteraksi, tetapi tidak dengan Azzana.
Sebab, dilihat dari sisi mana pun, Azzana benar-benar masih sempurna. Wanita itu punya paras yang rupawan. Tubuh tinggi semampai. Kulit putih bersih dengan pipi kemerahan. Dia murah senyum, dan dari caranya bertutur, terlihat sekali bahwa wanita itu adalah seorang penyayang. Azzana memiliki segala hal yang seluruh lelaki di dunia ini idam-idamkan dan El mulai khawatir jika kehadiran wanita itu akan membangkitkan lagi perasaan yang mungkin sudah berusaha Papa pendam.
Pikiran-pikiran menyebalkan tersebut menghantui El hingga cowok itu tidak dapat lagi menikmati makan siangnya dengan tenang. Seluruh rasa yang tercecap lidahnya seketika menjadi hambar. Ia benci berada di antara mereka yang tampak sepaham membicarakan banyak hal sementara ia hanya bisa diam. Louise benar-benar seperti menutup kesempatan untuk El ikut masuk ke dalam obrolan karena anak itu mengambil topik yang ia sama sekali tidak paham. Entah mengapa Louise pintar sekali mengambil hati Papa, persis seperti ibunya.
Maka saat mereka asyik bercerita, El berusaha mencari kesibukan lain dengan menghabiskan makanannya. Berusaha menjejalkan apa saja yang ada di piring itu ke mulutnya hingga tidak ada lagi yang tersisa. El hanya ingin semuanya cepat selesai dan ia bisa pulang dengan segera. Lebih dari itu, ia ingin Papa segera jauh dari Azzana.
"Ada yang mau kamu omongin?"
Seolah mampu membaca isi kepala El yang dari tadi penuh oleh nama Azzana, Papa tiba-tiba membuka suara. Kalimat pertama yang akhirnya keluar dari mulut lelaki itu sejak mereka meninggalkan pelataran rumah Azzana beberapa menit lalu.
Perhatian El seketika berpindah kepada Papa. Untuk beberapa saat ia terdiam, membiarkan samar-samar suara musik yang diputar menjadi peredam untuk emosi El yang berantakan. Papa sepertinya bisa membaca apa yang El pikirkan, maka dari itu ia tidak lagi berusaha menyembunyikan. Menghela napas sebentar, cowok itu memberi jeda untuk dirinya sendiri sebelum akhirnya berujar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tidak Ada Aku di Hati Papa
Teen FictionElzaqta anak Papa. Dari lahir hidup sama Papa. Punya golongan darah yang sama seperti Papa. Punya garis wajah yang hampir menyerupai Papa. Tapi tidak pernah benar-benar menjadi anak Papa.