Chapter XXII

60 2 0
                                    

Venus and Mars

Orific by Aomine Sakura

Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Kesamaan nama, tempat, latar dll hanyalah kebetulan. Tidak berniat menyinggung siapapun ataupun unsur sara.

DILARANG COPAS DAN PLAGIAT DALAM BENTUK DAN ALASAN APAPUN!

Warning content 21+

Selamat membaca!

"Sejak kapan kamu merencanakannya?"

Rindi duduk di sofa dan memandang wanita yang sedang membuatkan kopi hitam favoritnya. Senyuman wanita itu masih sama seperti terakhir mereka bertemu.

Mata wanita itu tampak sembab dan sepertinya dia terus menyimpan lukanya seorang diri lalu membuatnya tersiksa. Wanita sok tegar ini benar-benar hebat dalam mempermainkan seseorang.

"Sejak aku mengetahui hubungan keduanya."

Meletakkan secangkir kopi di atas meja, wanita itu duduk di hadapan Rindi. Sedangkan Rindi menatap mata wanita itu lekat-lekat. Terkadang, Rindi tidak memahami cara berpikir wanita yang ada di hadapannya dan bagaimana cara wanita itu memecahkan masalahnya sendiri.

Rindi nyaris gila.

"Siapa saja yang mengetahui hal ini?" tanya Rindi.

"Gene, tentu saja." Wanita itu mengusap perutnya yang membuncit. "Aku mengatakan perihal kehamilanku pada Gene dan dia bersikeras bahwa kedua orang tua kami harus mengetahui perihal cucunya tetapi aku tidak mau melakukan hal itu. Aku hanya ingin hidup dengan tenang."

"Catherine mengetahui hal ini?"

"Tentu saja aku mengetahuinya."

Catherine Carollina muncul dengan gaun merah miliknya dan mendudukkan diri di samping Rindi sembari mengeluarkan satu bungkus rokok dari dalam tasnya. Menawarkannya pada Rindi yang tentu saja menolaknya, Catherine menghidupkan rokoknya sebelum menghembuskan asapnya ke udara.

"Dia banyak membantuku, tentu saja dia mengetahuinya," ucap wanita itu.

"Kalian benar-benar gila." Rindi tidak habis pikir dengan kegilaan yang terjadi saat ini. Rindi memandang Catherine sebelum kembali bertanya untuk memuaskan rasa penasarannya. "Bagaimana kamu melakukannya?"

"Aku membuang urat malu ku, demi dia." Catherine menunjuk wanita yang duduk di hadapannya dengan dagunya sebelum menghembuskan asap rokoknya ke udara. "Aku memohon kepada wanita yang kekasihnya pernah ku cumbu. Aku memohon hingga menangis dan bersujud agar ia membantuki. Mengenalkanku pada seorang dokter yang bisa membantuku dan Sena.

Awalnya gadis itu merasa enggan, hingga aku menemuinya bersama dengan Sena. Ketika melihat bagaimana frustasinya Sena saat itu, wanita itu memberikan kami satu kontak seorang dokter yang juga saudara jauh dari Arjuna. Namanya Divan."

"Tunggu dulu." Rindi memotong pembicaraan Catherine. "Arjuna bahkan mengetahuinya?"

"Tentu saja, dia cukup berjasa." Catherine menerawang jauh. "Pada awalnya, Divan menolak permintaan Sena. Arjuna yang memohon kepada Divan agar membantuku dan Sena. Jika buka karena Arjuna, mungkin ini tidak akan terjadi."

"Dan lebih menyebalkannya lagi, Sena bahkan menceritakan perihal kehamilannya kepada Arjuna terlebih dahulu ketimbang diriku." Catherine melanjutkan perkataannya dengan ekspresi sebal. "Aku ingin memukulnya jika mengingatnya."

"Kalian berdua benar-benar gila." Rindi tidak habis pikir. "Ini semua gila."

"Tetapi aku sungguh puas." Catherine tertawa dengan keras. "Aku berhasil menampar Agha hingga pipinya merah, itu menyenangkan sekali."

Venus and MarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang