Chapter XIII

102 8 0
                                    

Venus and Mars

Orific by Aomine Sakura

Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Kesamaan nama, tempat, latar dll hanyalah kebetulan. Tidak berniat menyinggung siapapun ataupun unsur sara.

Warning content 21+
Selamat membaca

"Sudah aku katakan untuk tidak mengganggu kami."

Sena merengut kesal memandang Rindi yang kini dengan santai duduk di samping Venus dan merangkul pundak wanita itu. Sedangkan Venus memandang Rindi dengan pandangan menusuk miliknya.

"Kenapa kamu bisa ada disini?"

"Sena mengatakan jika akan mengajakmu kemari. Jahat sekali dia, tidak memperbolehkan ku ikut."

"Kamu benar-benar menyebalkan." Sena menyilang kan kakinya. "Ve, kamu harus sabar menghadapi Rindi. Terkadang, pria ini sangat menyebalkan."

"Terima kasih."

"Ada apa ini?"

Agha datang membawa pesanan mereka. Kemudian, pria itu mendudukan dirinya di samping Sena dan merangkul pundak wanita itu.

Venus memandang Agha dengan seksama. Ia dan Agha pernah bertemu sebelumnya, tetapi baru kali ini ia mengamati Agha dari jarak yang dekat.

Agha memiliki tinggi hampir sama dengan Rindi. Dia bisa melihat jika umur Agha jauh lebih muda dari mereka. Agha memiliki aura maskulin yang membuat beberapa wanita merasa gerah.

Ia kemudian memandang Sena. Wanita itu cukup cantik meski tubuhnya sedikit berisi.  Dia benar-benar merasa iri dengan Sena yang memiliki kepercayaan diri yang tidak ia miliki.

Ia bertekad untuk mengurangi berat badannya dan keluar masuk psikiater untuk mengobati traumanya. Sedangkan Sena dapat hidup dengan bebas tanpa memikirkan perkataan buruk orang-orang disekitarnya.

Dia sangat iri.

"Double date seperti ini boleh juga."

"Kami tidak melakukan double date." Sena memandang Agha. "Aku hanya ingin mengobrol dengan Sena kemudian Rindi mengganggu kami. Lalu, kenapa kamu ikut duduk disini juga?"

"Memang apa salahnya?" Agha memandang Rindi. "Aku hanya tidak suka, jika kamu duduk disini dengan pria itu."

Venus memandang Agha dan Rindi secara bergantian. Dia tidak paham, mengapa Agha mengatakan hal seperti itu. Dan dirinya lebih tidak paham lagi, mengapa Rindi sangat tenang dalam duduknya.

"Hubungan kami hanya sebatas rekan kerja." Rindi buka suara. "Lalu kamu tahu, bukan? Jika aku dan Venus akan menikah. Aku tidak akan berpacaran dengan Sena, jika itu yang kamu takutkan."

"Ck."

"Kalian berdua ini." Sena hampir saja berteriak. "Mengapa kalian tidak membiarkanku mengobrol berdua dengan Venus!"

...

Rindi benar-benar menepati kata-katanya.

Pria itu melamarnya dengan mewah dan membicarakan rencana pernikahan dengan keluarganya. Dirinya hanya duduk manis diantara ayah dan ibunya yang sedang membicarakan hari baik dan rencana pernikahan mereka.

Dari sekian banyak pria, mengapa harus Rindi? Mengapa dunia mempermainkannya selucu ini. Dunia dan takdir memang suka sekali bercanda.

Venus and MarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang