1 detik....
1 menit...
1 menit 30 detik...
"Apa liat-liat!" Eza nyolot memandang tajam pria di samping ranjangnya itu. Ketakutannya hilang begitu saja, dia sudah jengah melihat pria itu terus menatapnya.
"Ehm..!" Pria itu berdehem.
"Gi-mana kondisi kamu?" Tanya pria itu tiba tiba. Hugo dibuat kaget mendengar nada gugup tuannya, setaunya tuannya itu selalu berani dan tak pernah takut dengan apapun.
"Baik, untung gue gak mati lo tabrak!" Jawab Eza dengan nada tak santainya.
Pria itu tak marah, melainkan malah tersenyum tipis. Ah, sungguh rasanya ia ingin memakan pipi gembul anak itu yang memerah karena sedang kesal.
"Ck, ape loh pegang-pegang!" Eza menampik tangan pria itu yang baru saja akan nenyentuh pipinya.
Rahang pria itu nampak mengeras, dia sangat tak suka dilawan. Apalagi kata-kata bocah itu yang tak ada sopan sopannya.
"Tuan...Sepertinya dia marah" Suara Qi terdengar memperingatkan.
Eza menatap wajah pria itu, dan seketika itu pula dia menelan ludahnya. Hilang sudah keberaniannya tadi, sekarang dia merasa takut.
"Akkhh...sakit, sakit...lepasin! Sakit hikss..." Eza memekik saat tiba tiba pria itu mencengkram tangannya kuat.
Hugo yang masih berdiri di belakang terkejut mendengar pekikan itu. Dia yang pencinta anak anak mana tega melihat anak kecil dianiaya.
"Tuan Argon. Kendalikan diri anda." Hugo memperingatinya.
Argon diam, tatapan tajamnya masih menghunus memandang Eza yang menangis, namun lama kelamaan menatap wajah Eza yang memerah dia menjadi lunak. Dia jadi merasa tak tega melihat anak itu menangis.
Argon melepaskan cengramannya dan langsung memeluk tubuh kecil Eza yang bergetar.
"Maaf"
Satu kata. Dan rasanya ingin sekali Hugo mati sekarang juga. Sudah berapa kali lejutan yang ia dapatkan hari ini dari tuannya itu.
Eza yang dipeluk tiba tiba matanya membola. Hendak memberontak namun rasanya pelukan itu sangat nyaman, rasanya Eza ingin merasakannya lebih lama.
Eza luruh, dibalasnya pelukan itu dengan tangis yang semakin kencang. Dia rindu, dia rindu sebuah pelukan. Dulu, saat ia masih menjadi Eja, hanya sekali ia dipeluk orang tuanya dan setelah itu tak lagi.
Hugo yang melihatnya terharu, ia mengusap sudut matanya yang sama sekali tak mengeluarkan air mata.
"Dada gue sesek anjim!" Ucap Eza seraya memukul mukul punggung Argon. Bagaimana tidak sesak, Argon saja memeluknya dengan erat kayak mau nyekek Eza sampai mati.
Argon melepas pelukannya, dilihatnya wajah Eza yang semakin memerah dengan ingus beleler sampai mulut. Iuh..
Tapi bukannya jijik, Argon malah mengusap ingus itu dengan tangannya dan mengusapkannya ke jas milik Hugo. Hugo sih diem-diem bae, masak mau protes bisa bisa dia is dead sekarang juga.
Sroott...
Bunyi Eza yang mengeluarkan ingusnya dengan jas Argon sebagai lap. Argon membiarkannya saja. Lain hal nya dengan Hugo yang mati matian menahan tawanya. Kena karma kan.
"Ehehe...maaf om, sengaja."Ucap Eza menyengir.
Argom diam saja, lalu perlahan tangannya mengelus pipi basah Eza. Dan Eza membiarkannya saja, dia malah memejamkan matanya merasa nyaman dengan elusan Argon.
Argon terus mengelus pipi selembut mochi itu. Dia seakan tak mau melepaskannya karena pipi itu sangat lembut dan kenyal, dia ingin sekali terus memainkan pipi itu.
Bunyi ponsel berdering membuat Argon reflek menjauhkan tangannya dari Eza. Ternyata ponsel yang berbunyi adalah milik Hugo.
Hugo meringis melihat tatapan tajam tuannya itu. Dia segera menjauh untuk mengangkat panggilan.
"Om siapa, sih?" Tanya Eza penasaran.
"Papa kamu."
"H-hah?" Eza seketika ngebug.
"Kamu sekarang adalah putra bungsu saya, dan kamu tidak bisa menolak."
"Dih, si om ngadi-ngadi." Eza mendengus masih tak percaya.
"Papa." Ucap Argon penuh penekanan.
Eza meneguk ludahnya, Argon menatap tajam dia lagi. "I-iya Papa." Ucap Eza dengan suara kecil.
Huhu...mau tak mau Eza harus mau kan?
Argon tersenyum lalu mengusap rambut hitam Eza, dan mengecupnya. "Goodboy."
"Besok kita pulang."
"Kemana?"
"Rumah baru kamu. Sekarang kamu tidur, udah malem." Argon membaringkan tubuh Eza.
Eza tak menyangka ternyata ini sudah malam? Berapa lama memangnya dia tak sadarkan diri?
Eza menjadi mengantuk saat tangan besar Argon yang terus mengusap rambutnya. Sampai dia tertidur dengan nyenyak. Argon tersenyum tipis. Anak itu sangat manis, dikecupnya dahinya dan berbisik. "Selamat tidur, Putranya Papa."
Argon berdiri dan berjalan keluar, dan ada Hugo yang berdiri diluar dengan map ditangannya.
"Ini adalah data-data anak itu tuan."
Argon mengangguk, dia mengambil map yang disodorkan Hugo dan membacanya.
"Eza Ardiansyah? Nama yang bagus. Hugo, cepat ganti identitas Eza, dan tambahkan nama marga keluargaku padanya."
"Tapi tuan jika tuan besar ta_"
"Aku yang akan mengurusnya, ayah pasti akan menyetujuinya."
"Baik tuan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Eza
FantasyEja, pemuda yang mengidap penyakit leukimia yang sudah di medium akhir. Akhirnya pemuda itu menghembuskan nafas terakhirnya di usia yang masih belum genap 17 tahun. Tak ada keluarga atau siapapun yang menemaninya. Bahkan tak ada yang menangisinya sa...