Rumah Baru

6.8K 735 3
                                    

Pagi hari, sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Argon. Pria itu membawa Eza pulang ke mansionnya.

Di lobi, sudah ada mobil yang menunggu, dan Hugo yang menjadi sopir.

Eza berada di gendongan Argon, kepalanya yang terluka masih dililiti oleh kasa. Argon terus mengelus kepala Eza yang bersandar di bahunya.

"Papa" panggil Eza.

Argon sedikit menoleh kesamping, menanggapi panggilan putra barunya itu.

"Yes, boy."

"Gimana kalo keluarga Papa ndak suka sama Eza." Ucap Eza. Ya, dia semalam sudah memutuskan akan memperbaiki ucapannya agar lebih sopan pada Papa barunya itu. Dia sudah terlanjur nyaman dengan Argon. Tidak salahkan kalau dia bersikap baik pada Argon?

Namun, ada hal yang masih mengganggu hati Eza. Bagaimana jika keluarga Papa nya itu tak mau menerimanya?

Argon tersenyum tipis, "Mereka pasti akan menerimamu. Trust me."

Eza semakin memeluk leher Argon erat mendengar ucapan Argon yang manis. Rasanya ia ingin menangis sekarang juga, baru sekarang ada orang yang begitu perhatian padanya. "Eza takut, Papa"

"Sstt...percaya pada Papa ya." Eza mengangguk.

Mereka berdua pun masuk ke mobil. Argon meletakkan Eza duduk disampingnya. Dan Eza langsung menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.

Tring....

Misi baru terbuka
Misi: Mengambil hati keluarga baru.
Hadiah: kotak misteri, tinggi badan 4 cm, poin 2000
Hukuman: Bau badan selama 24 jam
Yes/Yes

'Qi, kenapa pilihannya yes or yes lagi sih' Ucap Eza dalam hati.

'Karena misi pertama anda gagal, maka misi akan kembali direset dan kembali ke awal.'

Eza mendengus, 'Qi, apa lo tahu gimana keadaan sekarang di dunia gue. Apa ada yang nyariin gue." Tanya Eza. Lalu lelaki itu terkekeh pahit, merasa konyol dengan pertanyaannya sendiri.

"Saya...saya tak tahu, tuan."

Tanpa sadar Eza menintikkan air matanya, mengingat dia yang dulunya seakan bagai angin lalu bagi orang orang. Tak pernah ada yang menganggapnya ada.

Argon yang disampingnya terkejut melihat Eza yang manangis, dengan cepat dia memeluk anak itu dab mengusap air matanya. "Eza kenapa, hm?"

Eza membalas pelukan Papa nya dan sesikit menggeleng. Dia tidak mungkin menceritakan hal yang sebenarnya kan?

Argon tak meneruskan pertanyaannya, mungkin saja anak itu masih cemas jika keluarganya tak mau menerimanya.

Perjalanan masih cukup jauh, Eza yang berada di pelukan Argon sudah tertidur beberapa menit yang lalu. Anak itu sepertinya kelelahan menangis yang Argon sendiri tak tau alasannya.

Setelah beberapa jam berlaku, kini akhirnya mereka sampai di Mansion. Eza yang masih tertidur tak terusik pun, bocah itu masih terlelap dengan jempol yang ia masukkan ke mulut. Nampak sangat menggemaskan.

Argon terkekeh, sepertinya ia harus membelikan Eza sebuah pacifier.

Mobil sudah terparkir tempat yang khusus. Hugo membukakan pintu untuk tuannya. Lalu Argon keluar dengan menggendong Eza ala koala.

"Hugo. Jangan lupa belikan Pacifier dan dot bayi" titah Argon yang segera dibalas anggukan kepala Hugo.

Saat Argon mulai memasuki rumah, sudah ada banyak pelayan dan bodyguard yang berjejeran menyambut tuannya. Mereka membungkuk saat Argon melewati.

Baik para pelayan maupun pengawal banyak yang heran denga apa yang dibawa tuan mereka. Seorang anak kecil.

Tapi mereka tak ada yang berani bertanya takut kepala mereka sudah tak ditempatnya lagi.

Argon berjalan dan menaiki lift. Tujuannya kini ke kamar pribadinya, tak ada yang boleh memasukinya kecuali Argon sendiri dan Bi ijah, kepala pelayan yang sudah sejak dulu bekerja disini, Argon sangat mempercayainya. Tapi sekarang Argon membawa Eza ke kamar yang tak boleh dimasuki siapapun termasuk Hugo sendiri dan putra-putra kandungnya. Biasanya asistennya itu akan menunggunya di luar pintu.

Argon meletakkan tubuh kecil Eza dengan pelan, takut anak itu terganggu. Argon tersenyum, anak itu terlihat polos dan manis. Ingin sekali Argon mengurungnya sehingga hanya dia yang bisa menatap makhluk indah ini.

Meeting pentingnya pun ia batalkan karena tak ingin terganggu. Dia benar benar sudah terpincut dengan Eza, padahal baru beberapa Jam yang lalu mereka bertemu.

Disini Argon memiliki tiga putra, pertama sisulung yang bernama Maxwell Johnson Kyle. Berusia 27 tahun, di usianya itu Max sudah punya perusahaan sendiri hasil jerih payahnya. Dan itu tanpa bantuan ayahnya. Max sekarang berada di luar negeri mengurus tentang perusahaannya yang minggu lalu tiba tiba hampir bangkrut. Namun syukur lah Max bisa menghandle semuanya sehingga perusahaannya yang ia bangun dengan susah payah itu kembali stabil dan kini semakin berkembang pesat.

Dan putra keduanya, bernama Jayden Hurg Kyle. Berusia 21 tahun. Lelaki itu masih sibuk dengan kesenangannya, ia belum mau memegang tanggung jawab besar dengan memimpin sebuah perusahaan. Jayden senang dengan hobinya, yaitu bereksperimen. Ya, Jayden adalah seorang profesor. Ia senang bereksperimen secara Ekstrim. Bahkan tak jarang manusia yang menjadi bahan eksperimennya itu. Dan akhir akhir ini, dikabarkan jika Jayden berhasil menemukan pil pencuci otak.

Dan putra ketiga bernama William Davidson Kyle. Berusia 18 tahun. William masih menduduki bangku SMA. William memiliki sifat sama dengan kedua kakaknya yaitu sama sama dingin, cuek, acuh dan lainnya. Pokoknya sifat William gak ada baik-baiknya. Namun dalam diri William tersimpan hati yang baik, walau tertutupi dengan sifat buruknya. William merupakan ketua dari sebuah geng motor yang namanya sudah tak asing lagi di negaranya. Gengnya bukanlah geng motor berandalan seperti geng heng motor di luaran sana yang sering meresahkan warga. Mereka punya prinsip, tak akan mengganggu jika tak diganggu. Maka jika tersenggol sedikit saja, siap-siap saja jadi magsa selanjutnya. Tak jarang juga geng mereka berbagi untuk orang miskin, bahkan terkadang juga mereka menyelipkan emas 10 gram di bingkisan setiap perorangan. Dan hal itu membuat Geng mereka sangat dicintai oleh masyarakat.

Argon membaringkan tubuhnya di samping Eza. Memeluknya dengan sesekali mengecup pelipis bocah itu.

o0o

"Hugo, dimana Papa?" Tanya seorang remaja yang memakai jaket kulit hitam dengan logo elang bermahkota di kepalanya.

"Tuan berada di kamarnya, tuan muda." Jawab Hugo seraya menunduk memberi hormat.

Liam, nama panggilannya. Ia mengangguk dan beranjak hendak ke lift, namun suara Hugo terdengar hendak mencegatnya.

"Maaf tuan, jika anda ingin ke kamar tuan Argon sebaiknya jangan sekarang." Ucap Hugo.

Liam mengerutkan keningnya. Tak menghiraukan peringatan Hugo. Remaja itu memencet tombol lantai tiga, dimana letak kamar Papa nya.

Sedangkan Hugo menghela nafas, habis sudah. Tadi Tuannya itu sudah memberutahukan padanya agar tak diganggu.

"Mati aku." Gumam Hugo nelangsa.

Eza Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang