23. Hate

1.1K 248 130
                                    

Hanya butuh soal waktu, semua akan baik-baik saja. Bahkan ketika semesta murka, ada hangat pelukan diberi dari yang paling dibenci kehadirannya. Maka, jangan sibuk pendam dendam. Karena dendam hanya akan bawa malapetaka yang dibalas penyesalan tanpa ujung.'


.
.
.

Bumi, kita ketahui bahwa padatnya akan penduduk tidak mempengaruhi akan adanya fakta bahwa banyak tempat-tempat tersembunyi dan tidak bisa dijangkau di dalamnya. Beberapa ilmuan bahkan masih memperdebatkan akan adanya kehidupan lain yang hidup beriringan dengan bumi yang dipijak.

Konsep ghaib yang tak bisa dipandang, ada sekat pembatas antara yang ada dan tidak ada secara visual.

Konsep multiverse masih bagian dari konspirasi yang belum bisa dibuktikan kebenarannya, namun bukan berarti tidak mungkin. Kehidupan yang kita jalani saja masih dikatakan abu-abu atau belum jelas akan kemana akhir dari tujuan yang sudah disusun, sebab beberapa pihak akan ikut hadir memperkeruh suasana.

"Mereka nggak akan melihat kita. Bahkan suaranya aja gak kedengeran. Tau sendiri kan helikopter dengan ketinggian segitu diatas permukaan laut itu pasti berisik." Jeongin bergumam.

Beberapa sudut di semesta memiliki pembatas yang tidak dapat ditembus oleh peralatan yang canggih sekalipun. Ada beberapa siklus dimana portal kehidupan dibuka antara kehidupan nyata dan juga ilusi, secara tiba-tiba hingga membuat entitas nyata terperangkap dalam ilusi ciptaan Tuhan.

"Ini sudah lima kali helikopter lewat, tapi nggak ada satupun yang melihat keberadaan kita." Jeongin tatap langit biru, dengan jelas ia nampak seseorang diatas sana tengah memandang lautan seperti mencari keberadaan seseorang. Padahal jelas-jelas mereka duduk di bibir pantai dengan lengan yang terus mengirim sinyal SOS. Bahkan tiga huruf itu sudah sangat tertulis jelas di atas pasir pantai.

Nihil, seperti tidak nampak dan dihalangi oleh sekat yang tak terlihat. Helikopter lain kini lewat juga, dan sekarang mereka hanya diam, sebab tahu hanya akan menguras tenaga dengan berteriak meminta tolong.

"Mati aja udah kita disini," Lino berucap pasrah, dengan menghembuskan nafas lelah kemudian menunduk sembunyikan wajah di antara celah lutut.

"Kalau masih ada hari esok, itu tandanya sebuah keberuntungan." Lanjutnya dengan suara terendam.

"Gak mau mati!" Bantah Jeongin, Lino menoleh lantas kemudian berdiri memandangi lautan lepas. Helikopter masih terbang disana, masih mencari keberadaan yang hilang, kalau boleh ditebak itu pasti bala bantuan dari rekannya sebab video yang mereka buat pasti sedang marak diperbincangkan orang-orang.

"Gue masih gak percaya kita berdua mengalami hal kaya begini. Karena lo tahu, gue sama sekali enggak percaya." Lino menghela nafas sejenak.

"Ayo, mereka berusaha. Kita juga harus usaha kalau mau selamat. Percuma Jeong, gak akan ketemu. Kayaknya kita beda dimensi, jadi gak keliatan." Lino berbalik menuju saung yang mereka buat dan diikuti Jeongin dibelakang.

"Kita mau kemana?" Tanya yang paling muda, tatap Lino bingung akan tindakan selanjutnya.

"Kalau kita bisa masuk ke sini, pasti ada cara lain untuk keluar dari sini. Lo masih mau hidup kan?" Lino dapati anggukan dari Jeongin. Jelas, siapa yang mau mati di pulau antah berantah? Kalaupun iya, dia tak berharap tragis seperti ini. Setidaknya ia ditempatkan di tempat yang layak, sebab bertahan dalam kematian bukanlah hal yang mudah. Terlebih ada banyak nyawa yang menjadi pertaruhan.

"Pake," Lino melempar mantelnya kearah Jeongin yang mana langsung sigap di pakai.

"Kita kemana?" Tanya Jeongin pada yang lebih tua.

"Dalam hutan, kita cari jalan keluar." Lino mengambil pelepah lembar daun yang lebarnya bahkan melebihi dari tubuhnya. Kemudian ia ambil tulang daunnya dan diikatkan pada pinggangnya dan pinggang Jeongin.

Bermuda Triangle - StrayKidsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang