"Terkadang tidak hanya yang ditinggalkan sisakan rasa sakit, yang meninggalkan pun tak jauh berbeda kacaunya"
.
.
.Ketika sang surya belum tunjukan diri dan bangun dari perapian, Lino sudah lebih dulu menyapa Bumi yang masih temaram. Langit nya masih sama, gelap dan landai dengan daun-daun tersibak angin lembut, baunya pun masih suci sebab belum terkontaminasi dengan kotoran yang Manusia cipta.
Amygdala kembali memaksa dirinya untuk mengungkit masa lampau, andai kala itu dirinya ada di tempat, andai kala itu dirinya tidak bertugas, andai kala itu juga dirinya melarang orang-orang tersayang untuk pergi, kemungkinan besar Lino juga akan menolak adanya penawaran ekspedisi ini. Lebih tepatnya suruhan, bukan tawaran.
Tapi Lino bisa saja menolak, toh ini adalah ekspedisi bukan kewajiban dalam peraturan yang ada dalam militer. Semua tentara bisa menolak ekspedisi, bukan?
Sayangnya Lino punya alasan tersendiri mengapa ia menerima, meski tahu konsekuensi apa yang harus diterima.
"Lo melibatkan tujuh orang lain buat kepentingan lo?"
Seseorang yang merupakan teman sekamarnya di apartemen bertanya, terlebih dari sudut pandang yang agak menyindir dirinya. Semilir angin pagi buat dirinya menutup mata, unitnya ada di lantai sepuluh yang cukup bagus untuk menikmati pemandangan pagi. Merasa puas akan angin yang membelai kulit wajahnya, Lino membalikkan badan dan menatap teman sekamar nya itu yang baru saja bangun.
Ia tak menjawab, hanya memandang wajah polos munafik temannya itu sambil silangkan lengan di depan dada.
"Cih, masih pagi hawa lo udah panas ajah." Katanya, yang sekali lagi tampak menyindir. Kali ini Lino berdecak lalu berjalan mengambil handuk untuk siap-siap pergi ke bandara. Waktunya masih panjang sebenarnya, tapi instingnya berkata untuk cepat tinggalkan unit nya itu.
"Lo, terlalu egois jadi manusia," katanya lagi. Yang kali ini mampu buat langkahnya terhenti. Lino terdiam sejenak, matanya beralih pandangi langit persegi di ruangan tersebut sambil menghela nafas, kemudian berbalik menatap tajam temannya.
"Gue gak pernah maksa siapapun buat setuju dalam ekspedisi ini. Mereka yang tanda tangan, walaupun mereka gak setuju, gue bakal tetap menyetujui ekspedisi ini. Kalaupun cuman gue sendiri." Tegasnya.
"Cih, gaya lo ngomong gitu. Belagu, lagian buat apa sih? Mustahil jawaban lo cuman karena jabatan, kan?" Kali ini ia tertawa remeh dan Lino memalingkan wajah, menahan emosi yang agak meletup dalam dirinya.
Lino benci orang-orang yang mengusik kepentingannya. Dulu pertemanan dirinya dan teman sekamar nya ini dikatakan sangat baik, tapi sejak Lino naik jabatan yang menjadikan dirinya sebagai seorang pemimpin di Militer Laut, dari sana hubungan keduanya tidak akur. Lino sih abai, tidak peduli teman sekamar nya ini mau apa dan ngapain, tapi yang ia tidak suka adalah selalu ikut campur dalam permasalahannya baik dalam tugas atau pribadi.
"Mau lo cari tahu sampai ujung dunia pun...
"Bisa gak sih lo berhenti?" Celah Lino, buat teman sekamar nya itu menatapnya bingung.
"Berhenti ikut campur urusan gue." Lanjutnya.
"Berhenti buat bersikap muka dua di depan gue." Lanjutnya lagi, yang mampu membuat teman sekamar nya itu bergeming. Namun, arah pandangnya siratkan kebencian di dalam nya. Lino tahu itu.
"Gue tau lo iri, Na Jaemin." Ujarnya lagi, tatap temannya itu sambil selipkan tawa ringan yang menyindir.
"Lo iri. Karena setiap tugas, atasan lebih percaya gue ketimbang lo. Gak usah pake cara lain buat bikin gue menyalahkan keadaan. Gue tau isi otak lo yang dangkal, meskipun gue gak banyak respon omongan lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bermuda Triangle - StrayKids
Ciencia FicciónTHE DEVIL TRIANGLE THEORY Kejadian ratusan tahun silam mungkin sudah buyar di sebagian Manusia dan beberapa orang mungkin melupakannya. Tapi kembali lagi kabar saat kapal yang hilang S.S COTOPAXI pada tahun 1925 silam kembali ditemukan dalam keadaan...