#10 Ceweknya Chandra

3 0 0
                                    

Semenjak kejadian Nadia memecahkan jendela kelasnya, Chandra jadi lebih rajin jemput Nadia di sekolahnya. Nadia udah berkali-kali bilang kalo dia ngga papa, dan teman sekelasnya juga ngga ada yang berani mendekatinya lagi tapi Chandra bersikukuh ingin tetap selalu menjemput Nadia selagi ia bisa, yang pada akhirnya harus Nadia setujui karena ia akan selalu kalah jika berdebat dengan Chandra.

Hari ini Chandra telat menjemputnya, membuat Nadia memutuskan menunggu Chandra di gerbang dekat sekolahnya sambil sibuk membaca novel ketika suara Linda menginterupsi kegiatannya.

"Yang kemarin itu cowok lo?" tanya Linda sambil berdiri di dekat Nadia.

Nadia tidak repot-repot mengangkat kepalanya untuk menoleh ke asal suara, ia tetap sibuk membaca novelnya sambil berkata dengan nada ketus. "Bukan urusan lo," 

"Kok bisa dapet cowok kayak gitu? pake pelet apaan lo?"

"Lo denger ngga tadi gue bilang apa? bukan. urusan. lo."

"Pantes akhir-akhir ini jadi lebih sombong, udah punya backingan ternyata,"

Nadia menghembuskan nafas kesal, ia ingin menjambak rambut Linda agar cewek itu diam dan tidak ikut campur dengan hidupnya tapi mengingat aksinya memecahkan jendela waktu itu bikin mata semua orang tertuju kepadanya - termasuk guru dan kepala sekolah, Nadia jadi ogah cari masalah lagi. Dia paling benci jadi pusat perhatian, makanya Nadia akhirnya memutuskan diam dan kembali melanjutkan membaca novelnya, berusaha mengabaikan cerocosan tidak bermutu dari mulut Linda.

"Heh gue lagi ngomong sama lo," ucap Linda kesal ketika mendapati Nadia yang mengabaikannya. Nadia tetap diam, tidak merespon perkataan Linda. Linda geram, ia baru akan mengulurkan tangannya untuk menjambak rambut Nadia ketika mendadak ada tangan lain yang menghentikan gerakannya.

"Ucapan gue waktu itu belum jelas ya? kalo gue bakal ngehabisin orang yang ganggu cewek gue?" suara Chandra terdengar menusuk, membuat Linda terdiam. Nadia yang mendengar suara Chandra langsung menyimpan novelnya di tas lalu buru-buru memegang tangan Chandra.

"Karena lo udah disini pulang yuk," ajak Nadia sambil menarik tangan Chandra, berusaha untuk mencegah keributan yang akan terjadi antara Chandra dan Linda. Chandra membiarkan Nadia menarik tangannya, namun tatapannya masih terarah ke Linda, ia memasang tatapan penuh ancaman.

"Sekali lagi gue liat lo gangguin cewek gue, gue bikin tangan lo terkilir sampe ngga bisa nulis 2 minggu," ancam Chandra lalu pergi keluar gerbang sambil menggandeng Nadia.

Sesampainya mereka di luar gerbang, Nadia yang baru menyadari tangannya sedang digandeng Chandra buru-buru melepaskan genggamannya sambil berdehem canggung. Chandra mengernyit ketika Nadia melepaskan genggaman tangan mereka, "Kok dilepas sih?"

"Kan udah ngga ada Linda,"

Chandra kembali menarik tangan Nadia dan menautkan jarinya di antara jari Nadia, "Gue gandeng lo bukan karena ada Linda,"

"Terus karena apa?"

"Karena lo cewek gue," perkataan Chandra membuat pipi Nadia merona, yang buru-buru ia sembunyikan dengan memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Sejak kapan gue jadi cewek lo?"

"Orang orang di sekolah lo sih mikirnya lo cewek gue,"

"Kan orang orang di sekolah gue, bukan gue,"

"Yaudah kalo gitu gimana caranya biar lo mikir kalo lo cewek gue?"

"Hah? maksudnya lo sekarang nembak gue apa gimana?" tanya Nadia sambil menoleh ke arah Chandra, meminta penjelasan.

Chandra menatap mata Nadia, "Menurut lo gimana?" tanyanya balik dengan nada jahil. 

"Kok malah nanya balik sih?? nyebelin banget,"

Chandra hanya tertawa menanggapi gerutuan Nadia, mereka kini sampai di mobil Chandra, Chandra membukakan pintu untuk Nadia, lalu ngga lama setelahnya ia ikut masuk ke mobil. Setelah mereka berdua sudah di mobil, Chandra menyodorkan sebuah kotak kecil berwarna biru muda ke arah Nadia.

"Lo mau ngga jadi cewek gue? kalo mau hadiah ini buat lo," ucap Chandra.

"Oh kalo ngga mau berarti gue ngga jadi dapet hadiah gitu ya?"

"Iyalah, soalnya yang boleh dapet hadiah ini cuma cewek gue doang,"

Nadia mencibir, "Pelit,"

"Jadi mau atau ngga?"

"Mau,"

"Mau apa?" goda Chandra.

"Mau hadiahnya,"

"Bukan gitu dong Nad jawabnya, harusnya tuh: Mau jadi ceweknya Chandra,"

"Iya iyaa bawel, kan gue tadi udah bilang mau, lo malah makin nanyain lagi," gerutu Nadia.

Chandra mencubit hidung Nadia gemas, "Bilang dulu: Gue mau jadi ceweknya Chandra, baru gue kasihin ini,"

"Ngapain ihh, kan gue udah bilang mau tadii,"

"Gue maunya kalimat lengkap,"

Nadia memutar bola matanya, wajahnya kini sudah sangat memerah karena tersipu. Bukannya ngga mau ngomong kalimat itu, cuma rasanya kalo Nadia ngomong gitu dia ngga tau dia bakal sanggup menghadapi debaran jantungnya yang akan lebih keras lagi daripada sekarang. Nadia menghembuskan nafas, berusaha menguatkan diri.

"Gue mau jadi ceweknya Chandra," ucap Nadia pelan, sambil menatap lurus ke depan, sengaja tidak menatap langsung ke arah Chandra.

Chandra menarik dagu Nadia untuk mengarahkan wajah Nadia agar berhadapan dengan cowok itu, membuat wajah Nadia yang merona terlihat jelas. Chandra tertawa, "Awalnya gue mau nyuruh lo ngomong gitu sambil natap mata gue, tapi kasian wajah lo bakal lebih memerah lagi habis ini, jadi yaudah deh ngga bakal gue suruh ngulang," ucap Chandra.

Nadia melengos lalu menyingkirkan tangan Chandra dari dagunya, "Thanks perhatiannya," ucap Nadia sarkas lalu kembali memalingkan wajah ke arah jendela, berusaha untuk tidak beradu pandang dengan Chandra.

"Ih gue mau ngomong sesuatu, tatap gue lagi dongg,"

"Ya tinggal ngomong aja, gue juga denger lo pake telinga kan bukan pake mata,"

"Tapi gue suka natap mata orang kalo lagi bicara,"

"..."

"Please?"

Nadia menghela nafas, berusaha kembali menguatkan dirinya lalu akhirnya menoleh untuk menatap Chandra, "Mau ngomong apa?"

"Makasih,"

"Hm?"

"Makasih udah mau jadi cewek gue. Gue janji lo ngga bakal nyesel jadi ceweknya seorang Chandra Dirgantara,"

"Gue juga makasih,"

"Makasih kenapa?"

Nadia menatap mata Chandra lama, sebelum akhirnya berkata, "Makasih udah ngedeketin gue, ngelindungin gue, dan udah minta gue jadi cewek lo..."

Chandra tersenyum mendengar perkataan Nadia, tangannya kini beralih untuk membuka kotak biru yang sejak tadi menjadi saksi bisu percakapan mereka. Kotak biru itu ternyata berisi gelang kain dengan bandul bunga matahari. Chandra mengeluarkan gelang itu dari kotaknya, lalu memakaikannya di tangan kiri Nadia.

"Salah satu makna dari bunga matahari itu kebahagiaan. Gue harap lo bisa jadi orang yang bahagia. Gue harap mulai saat ini lo bisa lebih sering senyum daripada nangis dan marah. Gue juga baca katanya makna lain bunga matahari untuk pasangan itu artinya kasih sayang dan kesetiaan, makanya waktu liat gelang ini gue jadi pengen ngasih gelang ini ke lo,"

Nadia memandang pergelangan tangan kirinya, tangan yang awalnya dihiasi plester dan luka sayatan itu kini dihiasi dengan gelang, membuat mata Nadia berkaca-kaca dan rasa hangat memenuhi dadanya. Dia ngga pernah merasa sebahagia ini sebelumnya.

"Chandra makasih..." ucapnya lirih.

"Sama-sama Nadia,"

Nadia memandang wajah Chandra yang kini sedang tersenyum ke arahnya, matanya yang awalnya berkaca-kaca kini mulai mengeluarkan air mata, Nadia buru-buru menghapus air mata yang berjatuhan di pipinya lalu tersenyum ke arah Chandra. Setelah itu, ia memeluk Chandra seerat yang ia bisa.

"Thanks for choosing me, thanks for making me happy, thanks for everything you've done to me, I love you,"

Only YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang