#4 Sekolah

5 0 0
                                    

Besoknya, Chandra beneran jemput Nadia setelah cewek itu pulang sekolah. Chandra menjemput Nadia dengan mobil dan selama perjalanan, Chandra sibuk menyanyikan deretan playlist yang mengalun dari radio mobilnya, tapi Nadia ngga keberatan sama sekali, dia suka mendengar Chandra menyanyi, suara cowok itu lumayan bagus.

Hingga tidak terasa, mereka sudah sampai di rumah Nadia. Chandra menghela nafas ketika Nadia membuka seatbelt nya dan bersiap untuk turun dari mobil.

"Kenapa ngehela nafas gitu?" tanya Nadia bingung.

"Aduh ternyata ngejemput aja ngga cukup untuk ketemuan sama lo,"

Nadia memutar bola mata, "Lebay," ujarnya menanggapi ucapan Chandra.

"Mulai besok kita berangkat bareng aja yuk,"

"Ih ngapain?? ngga usah," tolak Nadia, yang diabaikan oleh Chandra.

"Sekolah kita deket, rumah kita juga ngga terlalu jauh. Apa salahnya berangkat bareng?"

Kini giliran Nadia yang menghela nafas, "Yaudah terserah lo aja,"

"Yess, mulai besok gue jemput di rumah lo ya. Jam 6 gimana?"

Nadia mengangguk, lalu turun dari mobil. Chandra melambaikan tangannya sambil tersenyum lebar, lalu melajukan mobilnya meninggalkan pelataran rumah Nadia.

Besok paginya, saking semangatnya Chandra, dia jadi bangun kepagian dan akhirnya pergi jemput Nadia kepagian. Jam setengah 6, mobilnya sudah terparkir rapi di seberang rumah Nadia. Chandra kira ia kecepetan, tapi ngga lama kemudian, Nadia keluar dari rumahnya menggunakan masker.

"Lo sakit?" tanya Chandra khawatir begitu Nadia sudah duduk manis di kursi sampingnya.

"Cuma pilek ringan aja, udah ayo berangkat," ucap Nadia. Chandra memperhatikan wajah Nadia, lalu menyadari ada memar di dekat sudut mata Nadia. Ia lalu membuka masker Nadia.

"Chandra!"

"Wajah lo memar,"

Nadia terdiam sebelum akhirnya beralasan, "Gue habis sparring kemarin, makanya jadi memar gini, paling bentar lagi juga sembuh," ucap Nadia. Chandra menatap wajah Nadia lama sebelum akhirnya mengangguk, "Oke, kita berangkat kalo gitu," ucapnya. Nadia langsung menghembus kan nafas lega karena Chandra terlihat tidak curiga sama sekali mengenai memar di wajahnya.

Jalanan masih sepi, mungkin karena mereka berangkat kepagian. Nadia baru menyadari kalo Chandra datang ke rumahnya sangat pagi. Awalnya kalo memang Chandra belum datang, Nadia berencana menunggu Chandra di halte dekat rumahnya agar ia tidak perlu berpapasan dengan Ayahnya di rumah, tapi ternyata waktu dia keluar, Chandra sudah siap dengan mobilnya di depan rumah Nadia.

"Lo kalo berangkat sekolah emang selalu sepagi ini atau gimana?" tanya Nadia.

"Ngga sih, gue biasanya malah cenderung telat," jawab Chandra sambil terkekeh.

"Terus kok hari ini lo berangkat pagi banget?"

"Iyaya, mungkin karena gue excited?"

"Excited?"

Chandra mengangguk, "Ini hari pertama gue berangkat sekolah bareng lo, jadi gue excited,"

Nadia terdiam, bingung bagaimana merespon perkataan Chandra. Pada akhirnya, Nadia hanya menoleh ke luar jendela dan memutuskan untuk mendengar lagu yang mengalun dari radio mobil Chandra.

Bukannya langsung menuju ke sekolah Nadia, Chandra justru menepikan mobilnya di apotik 24 jam, membuat Nadia mengernyitkan dahinya bingung.

"Mau ngapain?" tanyanya begitu Chandra melepas seat belt dan bersiap akan turun.

"Gue mau beli sesuatu bentar, lo tunggu disini aja," ucap Chandra lalu turun dari mobil dan memasuki apotik tersebut. Tidak sampai 5 menit kemudian, Chandra sudah keluar dari apotik dengan menenteng sebuah kantong kresek kecil. Ia lalu masuk ke mobil dan mengeluarkan barang yang baru saja ia beli di apotik. Nadia termangu, ternyata Chandra baru saja membeli salep memar.

"Itu..."

"Iya, ini salep memar buat lo,"

"..."

"Gue bantu kasihin salep," ucap Chandra yang sudah siap dengan salep memar di tangannya.

"Ngga usah, ini cuma memar ringan Chan," tolak Nadia halus.

"Tapi tetep aja sakit kan?"

Nadia terdiam, akhirnya dengan pasrah membiarkan Chandra mengoleskan salep di bagian-bagian wajahnya yang memar. Nadia mengamati wajah Chandra yang sedang serius mengoleskan salep, "Ada sesuatu di muka gue? Gitu banget ngeliatinnya," ucap Chandra jahil, ia kini sudah selesai mengoleskan salep di wajah Nadia.

Nadia memalingkan mukanya, merasa malu karena ketahuan ngeliatin wajah Chandra. Chandra tertawa, "Ngga usah malu kali, gue seneng diliatin lo,"

"Apaan sih anehh," sungut Nadia dengan wajah yang semakin memerah, membuat Chandra kembali tertawa.

"Udah buruan berangkat, ntar telat," ucap Nadia agar Chandra menghentikan tawanya dan segera melajukan mobil menuju sekolah. Chandra tidak mendebat Nadia, ia hanya mengangguk lalu mulai menjalankan mobilnya, keheningan kembali menyelimuti mereka.

 "Makasih," ucap Nadia lirih.

"Hm?"

"Makasih udah bantu ngobatin memar gue,"

Chandra mengangguk, "Sama-sama, tapi lain kalo kalo sparring kabarin gue dong, gue pengen nonton," ucapnya.

Nadia terdiam bingung, lalu kembali beralasan, "Sparringnya tertutup, ngga boleh ditonton sama orang luar,"

Chandra mengernyitkan dahinya, "Oh ya?"

Nadia buru-buru mengangguk, "Iya, cuma boleh gue, lawan gue, sama pelatihnya,"

"Oh oke..."

Tidak lama kemudian, mobil Chandra sudah memasuki area sekolah Nadia, membuat Nadia mengembuskan nafas lega, dia tau dia pasti bakal bingung harus ngomong apa lagi kalo Chandra kembali bertanya mengenai sparring bohongannya itu. Bisa-bisa Chandra jadi tau kalau Nadia berbohong, dan Nadia ngga mau itu terjadi. Dia belum siap memberitahu semuanya ke Chandra, atau mungkin, bisa dibilang, Nadia belum siap melihat tatapan kasihan dari Chandra.

Only YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang