ENAM

167 22 45
                                    

Nenek tinggal dengan sepupu Callista, Rina, yang masih SMP, serta dua pembantu dan satu suster. Rina cucu kesayangan Nenek. Bukan tanpa alasan. Rumah keluarga Rina dan rumah Nenek hanya terpisahkan berapa blok, dan daripada bolak-balik dari rumahnya ke rumah Nenek, Nenek meminta Rina sekalian tinggal bersamanya.

Sehari-harinya ibu Callista yang menemani Nenek di rumah itu karena Rina pun harus pergi sekolah. Pernah ibu Callista menawarkan Nenek untuk tinggal bersama keluarga Callista, tapi Nenek menolak. Nenek lebih nyaman tinggal di rumahnya di kawasan Jati Asih. Selain itu Nenek juga sudah kenal dengan warga sekitar rumahnya.

Setahun terakhir, Nenek tinggal di atas tempat tidur saja karena stroke yang dialaminya. Selama sakit, Nenek tidak pernah merepotkan anak-anak dan cucu-cucunya dengan meminta mereka mengurus Nenek. Ayah Callista-lah yang punya kesadaran untuk mengunjungi Nenek. Karena ayah Callista dan Callista sibuk bekerja pada hari biasa, ayah Callista meminta ibu Callista yang menemui Nenek.

Itu pun bukan hal yang wajib dilakukan. Ayah Callista hanya menekankan jangan sampai Nenek kesepian. Mau ibu Callista tiap hari ke sana, atau hanya seminggu sekali, yang penting Nenek tidak merasa ditinggalkan keluarganya.

Saat Callista dan Ben masuk ke rumah Nenek, pembantu Nenek memberitahu mereka Rina lagi mengikuti ekskul di sekolah dan ada tamu di kamar Nenek.

"Siapa, Bi?" tanya Callista.

"Itu Non, tetangga sebelah sama anaknya, yang baru pulang dari Austra-Aus.. apa tuh namanya negara yang ada kanggurunya," kata Bi Inah sambil berpikir-pikir.

"Australia." Ben melengkapi.

"Iya iya betul, Mas Ben."

"Tetangga Nenek? Aku nggak kenal, dong."

"Katanya kenal sama Non malah. Anaknya itu tadi bilang ke neneknya Non kalau pernah main sama Non waktu kecil."

Callista memandang Ben seraya mengangkat bahu. "Aku nggak ingat, Sayang. Siapa ya kira-kira?"

Mereka berdiri di depan kamar Nenek, sementara tamu-tamu Nenek masih di dalam. Kemudian, sepasang suami-istri dengan anak yang sebaya dengan Callista, keluar dan bertemu mereka.

Callista menyipitkan matanya saat dia melihat pria yang ada di belakang sepasang suami-istri itu. "Narren?" gumamnya.

"Ita?"

"Eh, Callista. Masih ingat nggak sama Tante? Tante Sari dan suami Tante, Oom Bram, yang dulu tinggal di rumah sebelah. Kamu suka dititipkan ke rumah Tante untuk bermain dengan anak Tante, Narren," kata ibu Narren. Dia menoleh ke Ben. "Ini siapa?"

"Ini calon suami saya, Tante," sahut Callista tersenyum bangga. "Ben, kenalkan ini tetangga nenekku dulu. Tante Sari, Oom Bram, dan Narrendra."

Ben tersenyum sekenanya. Justru Narren-lah yang menyeringai senang. "Kamu masih ingat nama aku, Ita?"

"Ya jelaslah. Bisa dibilang kamu itu teman pertama aku, tahu, makanya aku masih terkenang dengan nama kamu."

"Duh jadi ingat masa kecil ya," sahut Sari menengahi. "Kami ke sini cuma mampir saja kok, Callista. Kan sudah lama kami tidak menemui nenek kamu, Bu Marni. Sekalian ngasih oleh-oleh dari Aussie. Sudah Tante taruh di meja ruang tamu tadi." Ibu Narren kemudian berbisik, "Jaga nenekmu, ya. Tante tadi kaget nenekmu dulu kan kuat dan segar banget."

Callista mengangguk. Orangtua Narren kemudian pamit dari hadapan mereka. Sebelum pergi, Narren menatap sayu ke Callista. "Kamu nggak apa-apa, Ta?"

Diperhatikan begitu membuat Callista kikuk. Dia menoleh ke Ben kemudian ke Narren. "I'm okay."

Narren tampak tak percaya dengan jawaban Callista, tapi siapa dia untuk mendesak Callista menjawab yang sebenarnya? Pria itu mengangguk dan bertolak meninggalkan rumah nenek Callista.

Mungkin tidak disadari oleh Callista, tapi Ben memperhatikan bagaimana Narren memandang Callista.

Setelah keluarga itu berlalu dari sana, Ben menahan Callista yang hendak masuk ke kamar Nenek. Dahi perempuan itu berkerut bingung.

"Kenapa, Sayang?" tanya Callista.

"Kamu nggak lihat bagaimana si Narren itu lihatin kamu?" tegur Ben, mengecap kesal.

"Hah? Ya nggaklah, aku nggak merhatiin dia," jawab Callista tegas. "Memangnya kenapa sih?"

"Kamu polos banget jadi orang."

"Ssst, udah ah. Yuk kita masuk."

Cinta Tidak Serumit Itu #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang