15. Bercanda

10 7 1
                                    

"Semalam, gue liat ada kucing pelukan di taman belakang," sindir Seanna pada Mona di samping.

Mona memasukkan bakso terakhir ke dalam mulutnya. "Iya, gue juga gak sengaja liat ada kucing naik motor. Ketawa berdua kayak orang gila. Manaan di situ kucingnya gak kenal gue lagi."

Awan merotasikan bola matanya malas. Mana ada kucing naik motor. Jelas dia tahu kalau mereka itu sedang menyindirnya.

Mata Mona menyipit ketika melihat seorang gadis datang menghampiri Langit. Mata gadis itu memang sangat teliti. "Eh, itu Tari kan?"

Awan dan Seanna mengalihkan atensi mereka ke arah meja Langit yang ditunjuk Mona. Terlihat Mentari duduk di samping laki-laki itu dan bertingkah sok akrab.

"Za, gue bikin makanan buat lo." Mentari memberikan sekotak bekal pada Langit.

Laki-laki itu menerimanya dengan ragu. Ia membuka kotak bekal yang isinya adalah nasi goreng. "Gue udah kenyang. Kasih ke Arkha aja."

Mentari berdecak. "Sekali doang, Za. Gue rela bangun pagi cuma buat makanan ini untuk lo." Mentari mengambil nasi goreng dengan sendok di tangannya. Gadis itu hendak menyuapi Langit tapi dia menolak.

"Gue bilang gue udah kenyang. Lo kok maksa, sih? Lagian gue juga gak ada nyuruh lo bikin makanan buat gue!" kesal Langit. Perutnya sudah tidak bisa lagi menampung makanan. Dia juga tidak suka di paksa.

Arkha memukul dahi gadis itu dengan garpu di tangannya. "Dia bilang udah kenyang bodoh!" Merasa jengkel dengan Mentari yang terus memaksa Langit.

Mentari meringis memegang dahinya. Menatap tajam Arkha. "Sibuk banget lo!" Kembali menatap Langit dengan tatapan memelas. "Kali ini aja, please!"

Laki-laki itu menghela napas kasar. Merebut sendok dari tangan Mentari. "Gue bisa sendiri."

Mentari tersenyum kemenangan begitu Langit memasukkan sendok berisi nasi goreng ke dalam mulutnya. Gadis itu menatap Senata yang berjalan menuju kantin. Matanya seolah memberi isyarat untuk laki-laki itu.

Senata menatap tajam Mentari. Ck! Kalau bukan kekasihnya yang akan menjadi korban gadis itu, dia tidak akan pernah mau melakukan hal ini. Senata berjalan menghampiri meja Awan.

Awan sendiri masih belum menyadari keberadaan laki-laki itu. Dia fokus menatap ke arah Langit. Ada rasa cemburu di hatinya.

"Ra," panggil Senata membuat Awan tersadar. Mendongak menatap Senata.

"Apa?" Senata tidak menjawab. Dia duduk di depan Awan.

Mona dan Seanna saling pandang. Ada apa dengan kedatangan laki-laki itu ke sini?

"Lo udah makan?"

Awan menatap datar laki-laki di depannya. Senata itu buta atau bagaimana? Jelas-jelas ada piring bekas miliknya. "Udah," ketusnya. Malas sekali melihat wajah Senata. Entah apa maunya kali ini.

Senata mangut-mangut. Dia tiba-tiba berdiri. Menepuk kepala Awan sekilas. "Jangan telat makan, nanti sakit." Berlalu dari sana.

Awan berdecih. Apa-apaan laki-laki itu. Berani sekali dia menyentuhnya.

"Apa sih tu cowok? Sok peduli!" heran Seanna menatap sinis punggung Senata yang perlahan menjauh.

"Dia kan masih sama ceweknya, ngapain coba deketin Azura?" sahut Mona bingung menatap dua gadis di depannya.

Awan melempar sendoknya kasar. Moodnya benar-benar buruk sekarang. Awan beranjak dari sana. Seanna dan Mona mengikuti gadis itu.

Langit, laki-laki itu diam-diam mengepalkan tangannya. Dia tidak suka Awan disentuh orang lain selain dirinya. Itu membuat hatinya cemburu.

Langit Favorit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang