Prilly sampai di rumah sakit, perlahan Prilly menyusuri lorong rumah sakit sesekali tersenyum ramah pada pasien dan suster yang menyapanya.
Tidak heran jika Prilly cukup akrab dengan beberapa pasien dam suster disini, dia sering ke rumah sakit ini setiap saat jika akan melakukan pemeriksaan pada kondisi tubuhnya.
Tok ... tok ... tok
"Masuk."
Prilly masuk kedalam, saat ia masuk di lihatnya Arif nampak sibuk dengan kertas-kertas data pasien di mejanya.
"Maaf telat Rif dijalan tadi macet." Prilly meletakkan tasnya di sofa kemudian berjalan duduk di hadapan Arif yang masih sibuk.
"Hmm, telat dua menit. Sebagai gantinya nanti setelah pemeriksaan kamu harus temani aku makan siang." Arif mendongakkan kepalanya melihat jam di dinding kemudian beralih menatap Prilly.
Prilly tersenyum mengangguk, setelah itu mereka mulai melakukan pemeriksaan yang rutin Prilly lakukan tanpa sepengetahuan siapapun kecuali orang tuanya.
"Gimana Rif apa ada perkembangan?" Tanya Prilly setelah selesai melakukan pemeriksaan.
Wajah Arif nampak terlihat sedikit di tekuknya, tanpa harus bertanya Prilly pasti sudah tahu melalui raut wajah Arif.
"Sudahlah Rif, ini sudah takdir," Prilly menghela nafas berat.
"Tapi dengan umur kamu ...."
"Tak ada yang perlu di bahas lagi Rif, sudahlah jangan lagi menyangkal takdir. Aku tahu kamu sayang sama aku, bahkan aku sudah anggap kamu kayak sodara aku Rif." Prilly mencoba tetap tersenyum dengan kenyataan pahit yang di terimanya.
Tetap tersenyum dengan masalah yang di hadapi adalah pilihan yang bijak, bukannya malah menyerah dan menunggu kapan takdir itu akan datang.
***
Kini Prilly dan Arif tengah berjalan bersama mencari tempat makan yang cocok untuk menghambat rasa lapar yang sudah semakin menjadi.
"Rif, disana ada bakso kita makan itu aja yok." Pekik Prilly menarik-narik lengan Arif sambil menunjuk ke arah tukang bakso di pinggiran jalan.
"Kamu yakin?"
"Emang kenapa? Gak salahkan kalau makan di sana, toh sama-sama makanan yang penting kenyang." Prilly tersenyum kemudian menarik tangan Arif ke arah penjual bakso itu.
"Bang baksonya dua ya." Pesan Prilly kemudian memilih tempat duduk.
Arif menurut saja kemana Prilly, selam menunggu bakso Arif tak lepas memandang wajah Prilly yang dari tadi terus mengadu kalau baksonya lama sekali.
"Aduhh Rif kok lama banget ya baksonya, kan aku udah laparrrr." Prilly memanyunkan bibirnya.
Arif tersenyum simpul menatap tingkah Prilly, lama menunggu akhirnya bakso yang di tunggu-tunggu datang juga.
Dengan tidak sabaran Prilly melahap bakso yang masih panas itu tanpa meniupnya.
"Awww, panas."
Melihat Prilly yang kepanasan karna tidak meniup baksonya terlebih dahulu Arif Dengan sigap memberi air pada Prilly.
"Makanya, udah tau panas main masuk aja dalam mulut angus dah tuh mulut." Omel Arif pura-pura kesal.
"Aaaa ... kan aku laparr." Rengek Prilly tidak terima di salahkan.
Setelah makanan habis, Arif mengantar Prilly pulang terlebih dahulu baru kembali lagi ke rumah sakit.
"Assalamualaikum."
"Kemana aja? Bagus ya udah berani keluar rumah diam-diam, kemana lo? Selingkuh kan? Emang ya dasar kalau cewek mata duitan gitu, pinter banget cari suami yang kaya lalu nanti selingkuh gitu aja!." Prilly tersentak melihat Ali berdiri sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
Sebenarnya bukan karna kaget karna Ali tapi hatinya tiba-tiba sakit mendengar Ali menuduhnya begitu saja tanpa tahu apapun. Marahkah Prilly? Tidak. Ia hanya terdiam menahan pedih di hati.
Ali berjalan mendekat ke arah Prilly membuat Prilly menunduk pasrah, ia tidak tahu apa yang akan di lakukan Ali padanya.
"Kenapa nunduk lo? Eh cewek kecentilan! Udah cukup ya lo buat gue susah dengan hadirnya lo dalam hidup gue, jangan buat masalah lo!" Ali berlalu mendorong tubuh Prilly menjauh.
Sesak memenuhi rongga dadanya, ingin marah dan memberontak? Tidak mungkin itu ia lakukan. Prilly merasa kepalanya toba-tiba pusing, tubuhnya mulai tidak seimbang. Dan setelah itu semuanya menjadi gelap.
***
Prilly mengerjap-ngerjapkan matanya, kepalanya masih terasa pusing.
Disampingnya berdiri Ali dengan tatapan dinginnya sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Bagus lo udah sadar, lain kali jangan banyak gaya lo pakai acara sakit segala lo, mau cari perhatian orang lo? Gara-gara lo gue di marahi ama nyokap lo katanya gue gak bisa ngerawat lo! Emang gue siapa lo!" Setelah itu Ali berlalu membanting pintu keras.
Prilly menatap nanar ke arah pintu, air mata mengalir di pipi chubbynya. Sebenarnya seberapa lama lagi ia akan menderita dengan hidupnya?
***
Hari ini ngedit kagak ada mood tapi di paksain jadilah gini. Mohon di maklumi ya kalau misalnya pendek insyaallah besok bisa lebih panjang lagi :) vote vote comment yang ikhlas ya
Love
Ira
KAMU SEDANG MEMBACA
MENDERITA
FanfictionMencinta tapi dibenci? Mmmm perjuangan cinta bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi kisah cinta yang di awali dengan keterpaksaan akankah beci itu menjelma menjadi cinta atau malah membenci - mencinta dan di akhiri penyesalan yang mend...