Ali menatap nanar ke depan, pandangannya kosong, air matanya tertahan di pelupuk mata. Ali ingin menangis tapi ia tak bisa berbuat apa-apa.
Ali mengacak rambutnya kasar, dadanya sesak, nafasnya memburu kencang, rasanya ia adalah manusia terbodoh yang diciptakan didunia.
"sudah saya katakan kamu itu hanya akan membuat anakku menderita, kenapa? Kenapa kamu menyiksanya terus! Salah jika aku ingin anakku bahagia? Aku menyerahkannya padamu bukan untuk kamu sakiti! Dia putriku! Dia bidadari cahaya hidupku, teganya kamu menghancurkan kehidupan yang diinginkannya!" Mama Prilly dari tadi terus-terusan menangis.
Ia memukul-mukul dada Ali saat tahu Putrinya kembali kritis, bahkan tadi denyut jantungnya sempat terhenti.
"Maafkan Ali ma, Ali tahu Ali salah sama Prilly, Ali tahu Ali bukanlah suami yang baik untuk Prilly, maka dari itu Ali ingin menebus semuanya!" Kesabaran Ali ikut habis, ia sangat kacau, air mata sudah membasahi pipinya.
Ia lelaki, lelaki tidaklah sekuat yang wanita pikirkan, ada kalanya seorang lelaki memiliki titik terlemahnya, tapi berbeda dengan wanita, wanita memang lemah, ia lemah dalam segala hal, tetapi di satu sisi, Wanita lebih tegar menghadapi semuanya dibanding lelaki.
Itulah Ali saat ini, ia benar-benar berada di titik dimana hatinya sudah tidak kuat menahan segalanya.
Ia butuh sosok tegar itu, ia butuh sosok wanita yang mengerti akan keadaannya, Prilly. Hanya satu nama itu yang terngiang didalam pikirannya, Prilly wanita yang ia benci selama hidupnya, Ali merasa kehidupan Ali tak lagi berwarna semenjak kekasihnya Gia koma, tapi saat ini. Hidupnya jauh lebih kelam saat merasa separuh jiwanya akan pergi jauh.
"Lo baca ini!" Entah sejak kapan Arif berdiri disamping Ali dengan menyodorkan kertas yang isinya terdapat tulisan tangan seseorang.
"Prilly," lirih Ali pelan menatap kertas di tangan Arif.
"Iya, itu kertas dari Prilly, dan bercak darah itu adalah perjuangannya menahan kesakitan demi bisa menulis surat terakhirnya buat Lo!" Ucap Arif dingin setelah itu ia berlalu pergi membiarkan Ali yang masih memandang kertas di tangannya.
Hai Li, mungkin saat kamu baca surat ini aku sedang berada di titik terakhirku, aku harap kamu sudi membaca surat ini, aku Prilly Natasha, wanita yang dua tahun lalu kamu nikahi dan kamu pilih untuk menjadi pendampingmu hidup dan matimu aku selalu berada disisimu, tapi aku rasa aku tidak bisa menepati janji pernikahan kita sehidup dan semati, aku bahagia saat bisa menjadi istrimu, dan aku selalu bahagia dan mengingat hal terindah dalam hidupku itu. Ali, maaf kalau aku adalah istri yang buruk untukmu, aku banyak membuatmu susah, bahkan aku tahu kehadiranku dihidup kamu tidak harapkan hahaha ... aku tahu itu Li, tapi aku tetap bahagia bisa menjadi bagian terbesar dalam hidupmu, aku serahkan jantungku di tubuh Gia, semoga kamu bisa bahagia bersamanya, maafkan aku istrimu yang tidak pernah bisa membahagiakanmu. Dan satu lagi terimakasih sudah membiarkan aku mencintaimu selama dua tahun ini, cintaku akan selalu ada meski nanti ragaku tak lagi ada di sisimu.
Salamku dari istrimu
PRILLY NATASHAAli meremas kertas itu, ia menangis dalam diam, tanpa pikir panjang, Ali langsung menerobos masuk kedalam ruangan dimana Prilly sedang di tangani.
"Prilly!!!" Ali berteriak lantang saat masuk kedalam, dilihatnya tubuh Prilly sudah di tutupi kain sampai kepalanya.
Ali menggeleng pelan ia meremas rambutnya kasar, ia sudah tidak lagi bisa berfikir jernih, pikirannya kacau.
"Gak, ini gak mungkin! Gak mungkin!" Ali menggeleng lemah kakinya terasa lemas tak mampu menopang tubuhnya.
Ali berjalan pelan dengan kaki bergetar, dadanya benar-benar terasa sesak, inikah rasanya kehilangan seseorang yang selama ini tanpa di sadari telah banyak mengisi ruang dihatinya?
"Prilly ...." Ali membuka perlahan kain yang menutupi wajah Prilly.
Mama Prilly hanya mampu terdiam kaku menatap ke arah putrinya, semua orang disana terdiam membisu.
Bibir Ali kelu melihat wajah pucah pasih Prilly, tangannya menyentuh pelan tangan Prilly yang sudah dingin.
"Prilly ... katakan ini gak nyata kan? Kamu masih ada kan? Kamu masih bisa bertahan kan? Aku tahu kamu kuat Prilly! Buka matamu."teriak Ali terdengar frustasi.
Ali memeluk tubuh Prilly yang sudah dingin itu erat, ia menangis sejadi-jadinya menumpahkan segala ke ke dalam di dirinya.
"Ali, relakan dia, bukannya ini yang lo mau? Dia pergi dari kehidupan lo? Selamat bro! Impian lo terkabul kan." Arif menepuk bahu Ali dengan senyum masamnya.
Ali menatap tajam Arif, "kalau perlu gue bakal buat waktu berputar lagi! Gue bakal bahagiin dia asal lo tahu, gue bahkan benci dengan diri gue sendiri! Gue benci kehidupan gue yang sekarang maupun dulu," Ali memukul kepalanya sendiri bahkan menjambak rambutnya.
"Prilly!!!!!" Lagi-lagi Ali berteriak dengan suara tangisnya.
"Maaf, kami sudah berusaha, bahkan kami juga tidak bisa mengambil jantung Prilly karna Gia juga sudah menghembuskan nafas terakhirnya bersamaan dengan Prilly tadi." Jelas dokter Dion, Dokter yang menangani Prilly tadi.
Ali menunduk menatap Prilly, dielusnya pipi Prilly pelan, Ali tersenyum masam mengingat lagi masa lalunya dulu.
Harusnya tidak pantas saat ini ia berada di sini, ia adalah lelaki bodoh di dunia. Pantas jika ia di tinggalkan pergi.
Mengingat Prilly yang telah tiada rasanya jiwa Ali ikut pergi bersamanya.
"Maafin aku ya, Aku belum bisa mewujudkan impianmu menjadi seorang istri yang bahagia." Ucap Ali pelan ia mengusap Air matanya kasar ia menunduk mengecup dahi Prilly singkat.
"Terimakasih sudah bersedia untuk menjadi istriku, maafkan Aku yang membuatmu menderita bersamaku, berbahagialah disana."
***
THE END_____
Eh gak jadi deh hahaha masih lanjut yak ada sesuatu nih di dalam otak somplak gue tentang ni cerita wkwkwk semoga kalian masih tetap menunggu ya :) makasih yang udah vote dan komentar sampai ketemu besok hihihi insyaallah ye :b eh lupa malam minggu yak selamat malam minggu mblo :v moga dapet feelnya dahh yaaa dan moga mewek deh :D
Love
Ira
KAMU SEDANG MEMBACA
MENDERITA
FanfictionMencinta tapi dibenci? Mmmm perjuangan cinta bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi kisah cinta yang di awali dengan keterpaksaan akankah beci itu menjelma menjadi cinta atau malah membenci - mencinta dan di akhiri penyesalan yang mend...