SERIBU HADITS✓

Bab 21

Terkadang rasa cinta di antara dua kekasih menjadi semakin erat bukan disebabkan keindahan fisik atau limpahan materi. Akan tetapi disebabkan keserasian ruh atau jiwa keduanya.
-Imam Al-Ghazali-

Cahya tertawa ngakak setelah mendengar cerita sahabatnya itu.

"Jadi lo dikibulin?" Ada jeda. Perempuan itu menetralkan suaranya. "Pantes aja dateng-dateng muka udah kayak cuka."

Salma tersenyum pahit meratapi nasibnya. "Ketika seorang istri nggak berdaya."

Cahya menutup mulutnya lalu terdiam. "Btw.... Lo tau nggak?" Perempuan itu menatap ragu Salma. "Masa semenjak malam itu Pak Alif sering main ke rumah gue?"

"Lebih parahnya, setiap pagi gue sering liat dia udah ada di teras rumah sama Ayah sambil ngopi ala Bapak-Bapak!"

Salma tak bisa lagi menyembunyikan tawanya. "Kamu serius?!" Perempuan itu menggeser tempat duduknya agar bisa lebih dekat dengan sahabatnya itu.

Perempuan itu terlihat antusias. "Terus-terus, kamu gimana?"

"Muka bantal gimana, Sal.... Abis bangun tidur!"

"Abis kamu aneh banget.... Orang-orang pada rebutin Pak Alif sedangkan kamu ditawarin jadi istrinya malah nolak secara terang-terangan."

"Gue, kan, orangnya berani berbeda."

"Ekhem."

"Assalamu'alaikum?"

Suara deheman dan salam dari seseorang yang masuk ke ruang kelas seketika membuat mereka semua langsung diam dan merapikan tempat duduknya.

"Wa'alaikumussalam."

Mereka semua terlihat kagum dengan seseorang itu tak terkecuali dengan Salma dan Cahya yang sudah membuka mulutnya dengan mata yang melotot tak percaya.

"PAK ALIF?!"

•••

Salma sedari tadi aneh dengan sahabatnya itu. Pasalnya, semenjak Alif menjadi dosen di kampusnya tiba-tiba membuat perempuan itu sedikit murung.

Cahya menghela napas. "Kenapa dia tiba-tiba jadi dosen? Bukannya dia kerja jadi dokter?"

"Terserah orang kali," sahut Salma seadanya.

Cahya meringis mengingat ucapannya pada tempo hari ketika perempuan itu menolak lamarannya disebabkan profesi cowok tersebut.

"Punya kamu?"

Refleks kedua perempuan itu yang sedang berjalan menuju parkiran menoleh ke belakang.

Cahya merampas barangnya dari sang empu. "Hm, makasih."

Alif menatap tangan perempuan itu bingung. "Kamu kenapa?"

"Bapak kenapa tiba-tiba jadi dosen di sini?," Tanya Cahya to the point sedangkan Salma hanya diam mendengarkan.

Alif tersenyum teduh. "Oh, itu...."

"Saya milih nerusin perusahaan Abah."

"Selain itu saya juga milih jadi dosen aja."

"Karena?"

Alif terdiam. "Karena kamu, Alifiyah...."

Cahya terkejut dan merasa familiar dengan panggilan itu. Perempuan itu tak kunjung merespon hingga Alif memilih melanjutkan langkahnya menuju mobilnya berada.