3 : Apa Kita Terlambat?!

71 12 3
                                    

[Ditulis dengan sudut pandang Samatoki]

Gue bener-bener ga ngerti apa yang terjadi saat ini. Gue bingung, gue seneng, gue terharu di saat yang bersamaan. Mama masih hidup, Nemu nggak ninggalin gue, gue masih kontakan sama Ichiro pokoknya kehidupan yang gue mulai hari ini sangat bertolak belakang dengan kehidupan asli gue di mana mikrofon bisa bikin orang luka, kejang, bahkan pingsan. Hidup gue berubah, semua ini gara-gara mic ilegal kampret itu.

Dengan gayung yang ada di tangan, gue yakin dunia yang ini ga akan berlangsung lama dan pada akhirnya gue harus kembali ke kehidupan sampah gue. Awas aja lu setan! Kalo ketemu lagi gue bakal buat lo balikin hidup gue yang sebenernya!

"Cepetan mat mandinya!"

Dari dalam sini gue bisa denger teriakannya Jyuto. Sabar dulu napa sih? Gue lagi nyikat gigi!

Entahlah berapa menit kemudian gue keluar dari kamar mandi. Setidaknya gue udah wangi dan seger lagi walau mandinya ga pake shower atau bathub.

Pas keluar gue berpapasan sama Jyuto yang langsung masuk ke kamar mandi.

"Lo salah pakai handuk. Itu handuk Riou njir, handuk lo ada di tas!" teriak Jyuto dari dalam sana disertai dengan suara guyuran air dari gayung.

Anjir gue ga sengaja. "Maaf Ri, gue refleks cepetan mandi. Lo pake handuk gue aja dulu."

Riou yang lagi menyiapkan buku-buku dalam tasnya sekarang ngeliat gue dengan muka datarnya yang ga gue tau apa maknanya. "Gak dulu, handukmu bau apek."

Astaga cobaan apa lagi ini?! Bisa-bisanya gue nginap semalam di kosan Riou bawa handuk apek?! Eh tapi itu bukan gue. Kenapa gue di sini sebelumnya adalah orang yang jorok?!

"Jadi gimana dong? Lo nanti mau pake handuk yang mana?"

"Aku pake handuk lain aja," jawabnya seadanya sambil menunjuk handuk lain yang ada di dekatnya. Owalah.

Gue memakai seragam yang udah disiapin Jyuto sama Riou. Tapi tiba-tiba gue teringat sesuatu. "Eh tunggu bentar. Kalo itu bukan handuk gue, trus sikat gigi di sana punya siapa?!"

"Ya punyaku. Sikat gigimu ada di tas sana."

Gue sempat terdiam beberapa detik, sampe lupa caranya memasang kancing seragam. Jadi selama ini... "Riou, lo gak marah sama gue kan?"

"Nggak kok." Dia menggeleng pelan dan bergantian masuk kamar mandi setelah Jyuto selesai.

Entah antara Riou yang terlalu baik atau dianya yang sedang nahan emosi buat ninju gue. Pokoknya gue jadi ga enakan. Sumpah goblok banget gue!

Duh gue males banget pake dasi. Ah iya gue baru nyadar, seragam yang gue pake bukanlah seragam yang berasal dari negara asal gue.

Lengannya pendek, nggak ada jas, ada bordiran nama gue di sini, dasi dan celananya bewarna abu-abu. Di atas sakunya terdapat sebuah lambang bendera merah putih, seperti bendera Monako tapi dengan rasio dan warna yang sedikit berbeda.

"Jyut, ini bendera negara mana?"

"Indonesia." Ia yang sedang memakai tali pinggang menjawab pertanyaan gue singkat apa adanya.

"Heh?! Jauh amat kita nyasar dari Jepang ke Indonesia?!"

"Ya mana gue tau. Anehnya juga kita bisa fasih ngomong bahasa Indonesia. Adik lu sama Ichiro juga ada di sini kan? Mereka juga sebut-sebut nama Ichijiku. Dan maaf nih ya, ibu lo yang sebenarnya udah meninggal juga hidup di sini. Kayaknya kita emang berada di dunia yang berbeda deh."

"Ya, ya, ya gue juga mikirnya gitu sih. Btw gimana dengan hp lo? Kali aja ada informasi lain di situ."

Jyuto yang selesai menyisir rambutnya menatap gue tanpa berkedip selama beberapa detik. "Bener juga. Tumben otak lo encer."

"Lu kira gue segoblok itu apa?! Cepetan buka!"

Riou yang udah selesai dengan mandinya menatap kami heran tapi ia gak begitu menghiraukannya. Dia langsung bersiap dengan seragamnya yang udah disiapin dari tadi, sedangkan gue lanjut memeriksa isi tas yang kata mereka itu adalah tas gue.

"Ga mungkin!" Teriakan Jyuto membuat gue dan Riou meliriknya heran. "Ortu gue masih hidup!" lanjutnya membuat gue bingung mau bereaksi senang atau sedih karena keadaannya di sini sama kayak gue.

Makhluk berkacamata yang tadinya gencar nyuruh cepetan sekolah sekarang terdiam menutupi mulutnya gak percaya saat membaca isi chat di grup keluarga kecilnya. Dari sini gue bisa ngeliatnya terharu. Walau belum bertemu langsung dengan ortunya di sini, gue tahu sekarang dia pasti seneng banget. Ya sama seperti gue.

"Anjir tiba-tiba perut gue mules." Jyuto memegangi perutnya. Emang dah jadi rahasia umum kalo orang dah rapi pasti ada aja panggilan alam. Ngerepotin emang.

"Ya udah, ke wc aja dulu. Kita tungguin," jawab Riou yang kini tengah mengancingkan seragamnya.

Jyuto beringsut ke wc. Menyisakan gue berdua di sini bareng Riou.

"Kalau ortu Jyuto masih hidup, gimana dengan ortuku?" Lelaki yang aslinya berumur 28 tahun itu bertanya pelan. Ekspresi mukanya masih datar seperti yang sudah-sudah.

"Hmm mungkin mereka kerja ke luar negeri? Mumpung belum berangkat coba lo cek dulu hp lo, siapa tau ada informasi baru di sana," jawab gue yang dibalas dengan anggukan kepalanya.

Riou meraih handphone yang ada di meja. Ya gue dan dia ga tau sih itu hp siapa, tapi mengingat hp gue dan hp Jyuto berbeda sepertinya itu emang hp dia.

Gue ikut mengintip isi hpnya. Keliatan jelas foto jadwal pelajaran sekolah yang dijadikan lockscreen hpnya. Ah di dunia manapun Riou keliatan kayak murid teladan.

Dia lanjut membuka whatsappnya, tapi yang tersisa cuma riwayat chat gue ke dia waktu gue ngajak Jyuto nginap di kosannya malem tadi.

"Sepertinya petunjuk lainnya sudah dihapus."

"Well, nggak masalah. Kita bisa menggali sisanya di sekolah nanti." Gue nepuk-nepuk pundaknya yang tak begitu besar dibandingkan pundaknya yang gagah seperti saat kita masih di Yokohama —karena saat ini dia adalah remaja kebingungan sama kayak gue dan Jyuto.

"WOY JYUTO CEPETAN NTAR KEBURU TELAT!" teriak gue ga sabaran. Kalo di Jepang jam 7.20 mah masih awal, tapi gue ga tau lah kalo di sini.

Semoga kita ga telat karena gue yakin di sekolah nanti kita bakal panen informasi buat kembali! Gue yakin seyakin-yakinnya!

To be continued...

.
.
.

Selesai diketik : 27 Januari 2022
Dipublikasikan : 21 Agustus 2022

Kenapa Kita Di Sini?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang