4 : Huru-hara Sebelum Otw

68 10 4
                                    

[Ditulis dengan sudut pandang Jyuto]

Gue ngerasain perut gue seperti diacak banyak kupu-kupu. Gue terlalu seneng setelah baca chat dari ortu gue sampe nih perut rasanya mulas ga ketolongan. Menyebalkan sekali, sudah rapi-rapi pakai seragam tapi ada aja rintangan kayak gini.

Ah iya, ortu gue di sini kayak gimana ya? Gue ga sabar pengen balik ke rumah dan ketemu mereka. Tapi rumah gue di mana?

"WOY JYUTO CEPETAN NTAR KEBURU TELAT!"

Dari dalam sini gue bisa mendengar teriakan yang sangat menyebalkan dari mulut leader Mad Trigger Crew, Samatoki Aohitsugi. Begitu menyebalkan, tapi gue bersyukur Samatoki di dunia sana dan dunia sini bukanlah orang yang berbeda, begitu juga dengan Riou.

Dan akhirnya gue bisa mengakhiri panggilan alam ini. Gue yang merapikan seragam lagi melihat mereka berdua sudah berada di teras kosan sedang menyiapkan motor.

"Anjir motor gue habis bensin!" Lagi-lagi teriakan Samatoki yang terdengar sampai dalam.

Teriak mulu! Sadar diri lah, kita lagi di kosan bukan lagi di kamp Riou yang ada di tengah hutan, batin gue kesel dalam hati.

"Ya sudah kita pakai motor aku aja dulu."

"Ntar Jyuto gimana? Taruh dalam jok?"

Emang Samatoki nggak ada akhlak.

"Kita bonceng tiga," timpal Riou yang bikin gue ga habis pikir.

Gue yang udah memakai kaos kaki kini meraih tas dan mendatangi mereka berdua. "Yang bener aja bonceng tiga? Mending Samatoki aja yang jalan kaki."

"Ya gak bisa gitu lah Jyuto. Lo yang tadi malem numpang motor gue, jadi lo yang harus ngalah. Oke!"

Penghuni kosan sebelah membuka pintu, membuat kami bertiga langsung terdiam sesaat. Alamat bakal dimarah habis-habisan ini karena berisik dari tadi.

"Loh dek Riou sama teman-temannya belum berangkat sekolah?" tanya bapak-bapak berambut hitam berjanggut tipis yang mengenakan kaos putih tipis dan sarung kotak-kotak itu dengan sangat ramah.

"Mayor?!" seru Riou membuat orang ramah yang tengah memberi makan burung di sangkar itu kini menoleh heran. Oh jadi itu mayor yang sering diomongin Riou dulu. Heee dia juga ada di sini. Kebetulan macam apa ini?

"Mayor? Biasanya juga manggil om hahaha," jawabnya tanpa curiga disertai dengan tawa khas bapak-bapak.

Kita bertiga saling berpandangan. Bingung antara mau pergi sekolah atau bertanya dengan orang pertama yang kita jumpai di dunia yang ini.

"Jadi kenapa masih belum berangkat sekolah? Ini udah kesiangan loh. Apa nggak kena marah guru?"

"Jadi gini om, motor saya kehabisan bensin. Apa om punya solusi buat kami?" Samatoki ngomong apa adanya. Et dah tumben nih anak jadi sopan.

Gue manggut-manggut buat yakinin perkataan Samatoki, yah siapa tahu om mayor bisa bantu kita-kita.

"Aduh sayang banget om ga bisa antar kalian, motor om lagi dibawa istri ke pasar. Kalau beli bensin dulu ke depan juga nggak keburu."

Gue dan Samatoki menghela napas berat. Kalo Riou, ah dia udah siap duduk di motor maticnya.

"Ayo berangkat. Kita udah kehabisan waktu! Kami berangkat dulu ya om." serunya tak sabaran. Dengan terpaksa kita berangkat bertiga dengan satu motor dan sialnya lagi gue duduk di tengah.

"Hati-hati ya." Om Mayor melepas kepergian kami dengan lambaian tangan dan senyum ramahnya.

Tujuh ratus meter jalan ke sekolah serasa kayak jalan menuju neraka. Jalanan rame, Riou ugal-ugalan bawa motor, mana kitanya jadi pusat perhatian lagi.

"Belok kiri Riou!" teriak leader kami tepat di kuping gue. Mana tangannya kuat banget megang pundak gue. Sumpah ga tahan.

"Berisik anjir! Lo munduran dikit napa sih?! Sempit!" Gue memukul lutut dia dan dibalas dengan cengkraman tangannya di pundak gue yang semakin menguat.

"Kalem anying! Lo mau gue jatuh? Adoh—"

Kita bertiga terlonjak ke depan ketika Riou mengerem tiba-tiba tepat di depan bangunan dengan gerbang besi yang tertutup rapat.

Jadi ini sekolah?

Samatoki turun dari motor dan memasukkan hp nya ke dalam tas. "Di sini tempatnya. Kok sepi ya?"

Riou yang sedari tadi diam kini udah turun dari motornya, menghampiri gue yang sedang kebingungan melihat sekitar.

"Dilihat dari manapun tempat ini adalah sekolah, tapi kenapa tidak ada orang?"

"Keknya kita dah telat. Manjat pagar ajalah!" Samatoki mengambil ancang-ancang hendak memanjat tapi gerakannya terhenti ketika seseorang menghampiri kami dari dalam sana.

Aura menyeramkan yang terpancar darinya membuat kami bertiga saling mendekat satu sama lain. Figur berumur 31 tahun berambut merah itu kini terlihat memakai pakaian tertutup, seragam berkerah dengan rok sepan panjang berwarna cokelat muda. Ketukan sepatu tingginya yang terdengar lantang memecahkan keheningan.

Di dunia sini dan sana sama saja, orang yang ada di hadapan kami adalah orang yang sungguh menyeramkan. Siapa lagi kalau bukan Ichijiku Kadenokoji.

Dengan penggaris kayu yang ada di genggamannya cukup membuat kami bertiga meneguk liur ketakutan. Jangan sampe kami dipukul. Jangan sampe!

"Hmm hendak memanjat pagar dan terlambat 25 menit ya," ucapnya yang membuat kita diam kayak batu. Mau melawan juga nggak bisa.

"Biasanya kalian datang ke sekolah tepat waktu. Dan kamu, Samatoki. Sebagai anggota OSIS seharusnya kamu bisa menjadi contoh yang baik untuk murid lainnya. Dan apa-apaan ini bajumu? Apa kamu lupa cara pake seragam?!"

Gue menyikut Samatoki sebagai isyarat biar dia jawab kata-kata Bu Ichijiku. Tentunya gue mau dia menjawabnya dengan kata-kata yang sopan. Tapi dia mendecih, sumpah responnya bikin gue kesal setengah mati dan pengen teriak di tempat.

"Anak teladan dari mananya?! Gue bukan anggota OSIS!"

Anjir?! Beneran dijawab begitu?! Gue dan Riou saling bertatapan.

"Aduh ya Gusti! Jangan cari mati lo Samatoki!" bisik gue pelan, kepala gue makin pusing ngadapin nih orang.

"Samatoki ga boleh ngomong gitu ke guru," sambung Riou yang sama takutnya kayak gue.

Plak! Penggaris kayu itu mendarat mulus di pundak Samatoki. Gue yang dengernya aja sampe ngilu.

"Hsssss sakit anjir!" keluh Samatoki setengah berbisik sambil mengusap pundaknya yang miring sebelah.

Gak cukup sampe di situ, penggaris kayu itu juga menghantam pundak gue dan pundak Riou. Gue meringis sakit, walau pukulannya ke gue gak seberapa kuat kayak Samatoki.

Buat memastikan, gue melirik Riou yang kini juga meringis. Et dah tumben, biasanya serangan fisik kayak gini bukan apa-apa baginya. Hal ini membuktikan kalo fisik dan kekuatannya sama seperti remaja pada umumnya. Efek serangan penggaris kayu Bu Ichijiku tak kalah sakitnya kayak efek serangan hypnosis mic!

"Sejak kapan kalian berani ngomong kasar depan guru?! Saya akan hukum kalian bertiga!"

Kami bertiga menelan ludah. Hari pertama kami ada di dunia sini tak berjalan baik.

Benar kata Ichiro dan Nemu di chatnya Samatoki, Bu Ichijiku kalo marah serem banget. Dan kami salah besar karena udah membuatnya marah kali ini.

Tch sial!

To be continued...

.
.
.

Selesai ditulis : 8 Februari 2022
Dipublikasikan : 21 Agustus 2022

Kenapa Kita Di Sini?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang