Nu

1.5K 207 8
                                    

***
.
.
.
.
.



    Untuk kesekian kali, Zee menghela nafas lelah. Ia tak menyangka benar-benar mengambil bocah lelaki misterius itu untuk tinggal bersama, bahkan kini mereka telah berkeliling dipasar murah untuk membeli beberapa pakaian dengan sisa tabungan milik Zee. Habis sudah, tak ada yang tersisa, tapi tak masalah. Ini adalah keputusan yang ia ambil. Jadi, ia akan mencoba ikhlas. Nanti, Zee harus lebih semangat mencari kerja agar bisa memenuhi semua kebutuhan hidup mereka dan melanjutkan kuliah.



Sesampainya dirumah, Zee menjatuhkan diri ke sofa. Kakinya terasa linu karena terus berjalan keliling di pasar murah. Bocah itu tak henti-hentinya berlari kesana-kemari hanya untuk melihat pernak-pernik lucu. Norak. Diraihnya remote yang berada diatas nakas untuk menyalakan benda persegi berukuran 21 inch itu. Mengganti-ganti channel dengan asal. Tak ada yang menarik. Oh! Zee baru ingat, ia harus memberi lelaki itu nama. Ia menoleh kearah bocah si pemilik senyum manis disebelahnya, Zee tersenyum tanpa sadar melihat lelaki polos itu mengotak-atik rubik yang Zee belikan untuknya. Jangan lupakan bandana telinga kelinci dikepalanya, ia terlihat semakin lucu dimata Zee.



"Baiklah, sudah dulu mainnya, ayo kita pikirkan nama untukmu". Ucap Zee, merebut paksa rubik dari tangan si bocah. Yang lebih mudah mengerjap polos, mengulang kata 'nama' seperti saat pertama kali mereka bertemu. "Ya, nama, kau harus memiliki nama".



"Nama?".




Zee berpikir, menoleh ke arah tv yang menampilkan acara musik T-pop. Ketika tiba giliran seorang penyanyi solo lelaki yang Zee perhatikan mungkin sebaya dengan bocah disebelahnya tampil membawakan sountrack dari sebuah series, bocah disebelah kiri Zee mengucap kata 'whoa' dengan mata berbinar. Zee menjentikkan jari saat sebuah nama terlintas dibenaknya.



"Nunew, namamu sekarang Nunew". Wajah Zee seketika sumringah, itu adalah nama idolanya dan jika dilihat-lihat, bocah itu memang terlihat mirip dengan Nunew yang asli, dari mulai proporsi tubuh, model rambut, hingga pipi gembilnya.


"Nuyu?". Bocah yang kini bernama Nunew itu mengulang ucapan Zee.

"Bukan, tapi Nunew".

"Nunyu".

"Nu".

"Nu?".

"New?".

"New?".

"Nunew".

Mulut Nunew terbuka dan tertutup, mencoba meniru gerakan bibir Zee.

"Nunew! Ayo ucapkan, Nunew".

"Nu-new?".

"Nunew!".

"Nunew".

"Anak pintar". Puji Zee sambil mengacak gemas rambut Nunew. "Namamu sekarang Nunew, tapi aku hanya akan memanggilmu Nu, naraak[*]".


"Namamu sekarang Nunew". Nunew mengulangi ucapan lelaki yang lebih tua membuatnya terkekeh gemas.


"Tapi aku penasaran, apa yang terjadi padamu hingga bicara saja kau perlu diajari, kau ini manusia atau makhluk lain?", Zee memandangi Nunew yang kembali asik memainkan rubik, fikirannya mengulang kembali kejadian saat dimana ia menemukan Nunew. Apakah memang sebelumnya Nunew memiliki keterbelakangan mental, cidera, amnesia, atau mungkin Nunew seekor putra duyung? Semua kemungkinan ada tapi mungkin Zee harus mencoret yang terakhir, itu terlalu diluar logikanya. Zee berfikir untuk membawa Nunew melakukan pemeriksaan medis tapi itu masih nanti, karena semua butuh biaya yang pasti tak sedikit.



***



"Nu, ingat, jangan mendekati dapur selama aku pergi, jika lapar ambil apapun yang ada dikulkas mengerti?". Ucap Zee tanpa menoleh pada Nunew yang masih asik memakan roti panggang buatannya. Satu jam lagi jam kerjanya dimulai sebagai pengantar makanan, ia bangun kesiangan hari ini. Jadi segalanya serba terburu-buru ia lakukan termasuk mengikat tali sepatu.




"Hia akan pergi lagi?". Nunew memberenggut menatap Zee dari meja makan. Semenjak Zee bekerja satu bulan yang lalu, ia ditinggal sendiri. Bermain sendiri seharian, ia bosan. Zee selalu mengunci semua rumah termasuk jendela. Padahal, dari jendela balkon, Nunew bisa melihat laut. Ia ingin kesana. Tapi Zee tak mengizinkan Nunew berkeliaran jika ia tak dirumah.




"Aku bekerja Nu, kau tak mau makan donat lagi memangnya?". Bahkan mendengar kata donat yang biasanya menjadi makanan favorit Nunew pun tak bisa merubah moodnya kali ini.



"Nu tidak mau donat, Nu mau Hia".



Zee mematung, bukan hanya kali ini kata-kata ambigu itu meluncur dari bibir Nunew, tapi masih saja Zee terkejut. Oh ayolah, Zee juga lelaki dewasa, ia memiliki pikiran-pikiran kotor dalam kepalanya. Sebulan ini pun tak jarang sikap polos dan menggemaskan bocah itu membuat dirinya 'turn on'. Ditambah mereka tidur dikamar yang sama, bersyukurlah ukuran kasur milik Zee single size jadi Nunew tak merengek meminta Zee tidur disampingnya. Jadi ia hanya tidur di bawah beralaskan kasur lantai.




"Aku hanya sebentar, nanti sore pulang dan menemanimu main, ok?". Berbicara dengan bocah ajaib seperti Nunew memang harus memiliki kesabaran lebih. Entah karena trauma atau benturan yang ia alami sebelum Zee menemukannya.


"Tidak mau!". Dengan itu, Nunew merajuk, melarikan diri kekamar. Ini bukan saatnya memutar otak karena Zee akan telat.



"Nu, sebentar lagi series favoritmu tayang jangan sampai terlewat". Zee setengah berteriak agar Nunew mendengar. Menonton series tv adalah salah satu favoritnya. Pernah suatu hari saat pulang kerja ia menemukan Nunew menangis kencang didepan tv hanya karena menonton Series. Satu keanehan darinya, bocah itu menangis sesengukan, tapi airmatanya hanya tergenang dipelupuk mata. Meski hidungnya telah mengeluarkan ingus sekalipun, airmata itu tak pernah jatuh.



"Hia hati-hati". Suara lirih itu membuat Zee menoleh kembali kearah pintu kamar lantas membuatnya tersenyum. Nunew berdiri rapat ditembok pintu kamar, hanya setengah tubuhnya saja menyembul keluar, wajahnya mengiba menatap Zee.



"Iya, aku janji pulang cepat ok?".


"Ok!".





-TBC-




[*] Naraak : cute






(Sincerely ttalgiga 2022)







A cute boy called Nu [ ZeeNuNew ] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang