Izora mengalami kesialan yang tidak pernah ia sangka-sangka. Reno, sang calon suami tiba-tiba membatalkan pernikanan mereka di hari yang sama di mana ijab kabul akan dilaksanakan. Alasanya katanya karena ia belum bisa menjadi imam yang baik untuk Izora, alasan yang klise bukan. Pria itu tidak berpikir bagaimana malunya keluarga Izora ketika memberi tahu para tamu bahwa pernikahan putri mereka dibatalkan. Orang tua Izora sibuk mengurus semua pembatalan di WO yang mereka sewa.
Izora sendiri hanya mengurung diri di kamar sambil terus menangis. Perempuan mana yang tidak hancur jika berada di posisi itu, padahal pernikahannya sudah di depan mata namun tanpa berdiskusi sang calon membatalkan pernikahan itu lalu pergi entah ke mana.
Sejak tadi adik Izora, Dirga terus mengetuk pintu kamar sang kakak namun masih tak ada jawaban. Dirga melangkah pergi lalu menemui orang tuanya. Hanya gelengan kecil dari Dirga mampu membuat kedua orang yang tak lagi muda itu terpukul. Putri mereka satu-satunya harus mengalami hal seperti ini bukanlah keinginan orang tua, bahkan tak pernah tebersit sama sekali di pikiran kedua orang itu.
Endwin, sang ayah hanya mampu mengelus pundak istrinya, menenangkannya walau ia sendiri sekarang tengah hancur.
"Yah, kenapa sih kita nggak datengin aja rumahnya Reno? Minta penjelas yang masuk akal." ucap Dirga dengan kesal
"Udah, kamu tahan emosi kamu."
Dirga benar-benar bingung dengan pikiran Ayahnya, ia bisa setenang itu di saat anaknya berada dalam situasi ini. Namun ia sadar, ia belum cukup dewasa untuk mengerti situasi ini dan cara besikap dalam mengambil tindakan.
Sementara itu, di kamar Izora lampu kamar tidak dinyalakan. Gelap mengisi setiap sudut kamar. Hanya suara tangis yang memenuhi kamar Izora, yang membuat kamar itu nampak dihuni seseorang.
Suara ketukan kembali terdengar, dengan segera Izora membekap mulutnya agar suara tangisannya tak terdengar.
"Kak udah dong, jangan nangis terus. Laki-laki di dunia ini bukan cuma Reno kok, masih banyak yang lain. Air mata kakak terlalu berharga untuk dia." terdengar suara Dirga dari luar pintu. Adik satu-satunya itu terdengar sangat khawatir dengan keadaannya.
Izora menghapus kasar air matanya, ia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Kali ini ia tak mau menyusahkan keluarganya lagi, cukup mereka malu karena pembatalan pernikahan Izora jangan lagi mereka khawatir dengan keadaan Izora sampai tidak bisa tidur nyenyak.
Walaupun kepala Izora terasa seperti mau pecah ketika berdiri, ia tetap berusaha menggapai pintu. Diputarnya knop pintu. Wajah adiknya langsung memasuki indra penglihatannya saat pintu sudah sempurna terbuka. Izora memeluk erat Dirga dan tanpa bisa ditahan lagi air mata kembali membasahi pipinya.
Dirga mengusap lembut pundak kakaknya. Jika bukan karena sang ayah yang melarangnya, Dirga pasti akan menemui Reno dan memberikan pelajaran yang tak pernah pria itu lupakan. Biar ia sadar dan tidak mempermainkan wanita lagi.
Sudah sebulan berlalu. Kondisi Izora juga sudah membaik, semua karena dukungan dari orang-orang di sekitarnya. Awalnya Izora agak khawatir, takut keluarga jauh mereka akan mengunjing orang tua Izora karena masalah Izora yang gagal menikah. Namun itu tidak terjadi, malah keluarga jauh Izora menyuruh Izora untuk tidak usah memedulikan Reno dan Izora bahkan disuruh berlibur ke rumah mereka. Sayangnya Izora tidak terlalu dekat dengan bibi-bibinya, jadi ia menolak. Yang dekat dengan mereka dan kenal baik adalah ibunya.
Izora duduk menonton tv sambil tertawa, sampai Dirga mengambil remot dan mengganti siaran. Adiknya itu kembali menyebalkan setelah Izora tidak lagi terpuruk. Kadang kala Izora mengalami situasi mauerbauertraurigkeit karena sang adik, tidak, bukan kadang tapi sering sekali.
"Lo dipanggil Bunda tuh" ucapnya lalu menunjuk ke arah kamar sang Bunda dengan dagu.
"Kenapa kok tiba-tiba?"
"Nggak tau gue, sana lo gue mau nonton Spongeboob" usirnya lalu fokus pada kartun kesukaannya.
"Nggak jelas banget lo"
KAMU SEDANG MEMBACA
Izora [END]
ChickLitTak pernah Izora sangka, pernikahannya yang sudah di depan mata harus gagal begitu saja. Hanya karena alasan klise dari mempelai laki-laki. Ia yang awalnya semangat, langsung layu tak percaya. Izora hancur, tentu saja. Siapa yang tak hancur jika be...