Part 14. Rencana masa depan

101 12 0
                                    

Izora memasuki rumahnya, ia diantar oleh pria yang ia tidak kenal tadi namun familiar.

"Lo kok nggak jemput gue sih?" Izora langsung duduk di kursi depan Dirga.

"Lah, emangnya dia nggak jemput lo?"

"Dia siapa? Gue kan suruhnya lo"

"Enggak, gini loh, tadi itu mendadak gue harus ke restoran jadi gue suruh tu orang yang jemput, emang dia nggak jemput lo?"

"Dari tadi lo bilang dia mulu, dia itu namanya siapa Dirga"

"Mas Fajar loh kak, masa lo lupa sih"

Kini Izora paham ucapan pria tadi yang ia anggap aneh, ternyata dia Fajar.

"Dia jemput kok, tapi lain kali bilang kalau nggak jadi jemput"

"Iya, iya"

Izora lalu menuju kamarnya untuk membersihkan diri. Setelah itu, ia turun ke lantai bawah dimana Dirga serta ayah dan bunda Izora berada.

"Ayahh... Aku kangen" Izora memeluk sang ayah yang duduk di sofa ruang keluarga.

"Kangen Bunda juga" Izora lalu memeluk sang bunda yang berada di sampingnya.

"Kalo Dirga, aku nggak kangen, wleee" Izora menjulurkan lidahnya ke arah sang adik.

"Udah mau kepala tiga masih aja kekanak-kanakan" ucap Dirga sinis.

"Banyak omong lo"

"Izo"

Izora hanya menyengir ketika sang bunda menegurnya. Tepukan di bahunya membuat Izora memgalihkan perhatiannya ke arah sang ayah.

"Kamu itu udah bertambah tua, sekarang sudah umur 28 beberapa bulan lagi 29, bukannya seharusnya kamu sekarang berpikir untuk masa depan kamu Izora? Cari calon suami yang bisa mencintai dan menjaga kamu, sayang" Edwin mengelus lembut surai Izora.

"Bener tuh apa yang Ayah bilang, lo nikah aja kak. Sama Mas Fajar aja kalau belum ada calon"

"Enak aja kalau ngomong"

"Nak Fajar orangnya baik, kalau kamu suka nanti Ayah Bunda bicarain sama Fajar"

"Nggak, nggak. Bun, jangan gitu ah"

"Tapi kamu udah dewasa Izora, sudah waktunya kamu berumah tangga"

"Terserah Ayah Bunda deh, karena aku yakin banget Ayah Bunda selalu berbuat yang terbaik untuk aku"

"Yah, Bun, Dirga pergi dulu"

"Iya, hati-hati"

Dirga melajukan mobilnya membelah padatnya kota Jakarta. Ia menghentikan mobilnya di sebuah restoran miliknya sendiri, ini hanya salah satu dari 3 cabang yang ia buka di ibu kota Indonesia ini. Setelah melihat orang yang ia cari, ia lalu berjalan mendekat dan duduk di salah satu kursi kosong.

"Udah lama nunggu?"

"Gue harus jawab apa nih?" pria itu terkekeh pelan.

"Lo itu ada-ada aja. Gimana sekarang, dia udah pulang. Lo udang berani?"

"Awalnya gue berani banget, tapi liat hari ini gue takut dia nolak gue"

"Kejar dong, masa gitu doang langsung nyerah"

"Gue nggah nyerah, hanya gimana yah mau ngomongnya..."

"Semangat calon kakak ipar"

Mereka berdua tertawa lalu berbincang sedikit, setelah itu Dirga memilih pamit untuk pulang.

Izora [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang