Part 6. Bukan orang baik

125 13 0
                                    

Setiba di kamarnya, Izora melompat kegirangan. Setidaknya ada yang menemaninya ketika nek Darmi pergi ke warung. Apalagi Dirga, adiknya itu sangat pandai memasak, setiap makanan yang ia buat sangat sangat enak. Izora terdiam.

"Kalau Dirga ke sini, terus siapa yang masak di rumah? Bunda kan nggak bisa masak" Izora lalu keluar lagi dari kamarnya, ia kembali mengetuk pintu kamar Dirga.

"Apa lagi sih?"

"Dir, kalau lo di sini terus di rumah yang masak siapa?"

"Nah sekarang lo tahu kan, makanya jangan pikirin diri sendiri, sekarang gimana?"

"Dir, Dirga..."

"Apa sih?"

"Dir, emang Bunda belum bisa masak ya?"

"Di sini lo baru dua minggu, pikirin aja emang ada orang yang bisa pinter masak hanya dalam waktu segitu, walaupun bisa tapi bukan Bunda. Lo dan Bunda kan sama"

"Dirga..."

"Siang sih bisa pesen, tapi kalau malem-malem gimana? Apalagi Ayah kadang pulang hampir tengah malem"

"Pikir dong Dir"

"Nggak, ah lo mau aja di bohongin. Bunda sewa ART, sejak lo pergi"

"Beneran kan?"

"Bener, sana lo tidur lagi"

"Iya, lo juga tidur, jangan sampai karena gue suruh lo kesini lo malah kenapa-kenapa lagi"

"Iya manja"

"Gue nggak manja"

"Iya, iya"

Izora kembali ke kamarnya dengan wajah kesal. Namun itu hanya berlangsung sebentar, kantuk menyerang dan ia tertidur dengan nyenyak di tempat tidur.

***

Matahari bersinar dengan terang, membuat Izora yang masih tertidur mengerjabkan matanya. Ia melihat jam di layar ponselnya, tertera di sana jam 08.30 am. Ia segera bangun dan membersihkan dirinya. Saat keluar kamar, ia disambut aroma lezat makanan. Pasti Dirga sudah memasak, Izora pikir adiknya itu akan bangun jam 12-an seperti biasa saat libur di rumah.

"Makan lo, gue mau bantuin nenek jualan. Lo ikut kan?"

"Bantuin nenek? Kalau lo ikut, gue sih ikut juga. Masa gue di sini sendiri"

"Kalau gitu, cepet makannya"

"Iya, iya bawel"

Di warung nek Darmi, Dirga langsung gercap membantu sang nenek di dapur sedangkan Izora hanya membatu melayani para pembeli.

"Eh cantik, nek Darminya mana?" tanya seorang pria yang baru saja datang.

"Eh Mas, mulutnya di jaga mas mau buat saya kena penyakit ain ya?"

"Mana ada mbak, saya mah cuma bicara jujur"

"Diam lo, kalau mau makan bilang mau makan apa, nggak usah banyak cincong"

"Mbak, tadi kan saya udah bilang saya mau ketemu nek Darmi, mbak nya aja yang langsung marahin saya"

"Ya udah, bilang lagi dong" kesal Izora lalu langsung masuk ke dapur untuk memberi tahu nek Darmi.

Nek Darmi keluar dengan wajah penuh senyuman, ia duduk di kursi depan pria tadi. "Ada apa loh nak, kok tiba-tiba datang ke sini?"

"Gini loh nek, harga cabai naik lagi. Jadi aku mau tanya nenek masih mau beli cabai?"

"Naik lagi ya nak?"

"Iya nek"

"Nenek beli aja nak, tapi dikit aja, cukupkan saja dengan uang yang biasa nenek kasi ke kamu"

"Oke nek"

"Kamu mau makan dulu?"

"Nggak usah nek, aku ada urusan di toko. Aku pergi dulu ya, nek. Assalamualaikum"

"Wa'alaikumsalam nak"

"Itu tadi siapa nek?" tanya Izora ketika pria itu sudah pergi.

"Itu Fajar, biasanya dari dia nenek beli bahan buat makanan di warung. Kamu baik-baik ya sama dia, dia itu anak baik"

"Iya nek"

Izora termenung sebentar, orang seperti itu baik? Sepertinya nek Darmi mengalami masalah dalam mengartikan kata baik.

"Mau ke mana lo?" tanyanya pada Dirga ketika melihat sang adik keluar dari dapur dengan membawa tas punggungnya.

"Mau ke toko bentar, mau beli kecap sama sambal"

"Ikut..."

"Terus yang jaga di sini siapa kalau lo juga ikut?"

"Bentar aja kok itu pasti, Dir. Deket kan, tadi gue liat ada toko sembako deket sini"

"Ya udah ayo"

Mereka pergi bersama, di sebuah toko yang lumayan besar mereka berhenti. Tanpa menunggu Izora, Dirga bergegas memasuki toko itu. Terlihat susunan berbagai produk di sana, hampir lengkap namun sudah masti tak selengkap yang ada di lingkungan tempat tinggal Dirga dan Izora.

Izora [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang