Bab 16

23.6K 2.2K 65
                                    

"Ano...hiks." Dalam tidurnya, Lio bergerak gelisah. Mulut kecilnya bergumam nama 'Ano' berkali-kali.

"Ugh!" Lio terbangun dan berlari ke arah kamar mandi. Perutnya bergejolak sehingga membuatnya merasa tidak nyaman.

Lio terduduk di dinginnya lantai, ia mendengar suara langkah kaki namun ia tidak terlalu peduli.

"Lio..." 

Tidak mendapat respon, ia mengangkat Lio dalam pelukannya. Lalu membaringkan tubuh mungil itu di atas kasur. Tangannya dengan lihai membaluri minyak di perut dan leher Lio.

Melihat Lio yang kembali tidur, ia tersenyum tipis lalu membenarkan selimut agar menghangatkan tubuh mungil tersebut. Kakinya melangkah ke arah Lio lalu mengecup kening itu sebelum keluar dari ruangan.

–––

"Lio, ayo bangun. Ini waktunya makan siang." Senna mengusap pipi berisi Lio dengan lembut.

Lio menggeliat kecil lalu perlahan membuka matanya. Ia tersenyum mengulurkan kedua tangannya ke depan.

"Manjanya~" Senna terkekeh kecil. Ia menerima uluran tangan itu lalu mengangkatnya dalam gendongan ala koala.

Ia menggendong Lio ke arah kamar mandi untuk membasuh muka terlebih dahulu sebelum turun.

Lio kini duduk di tempatnya yang bertepatan di depan Vano. Ia sama sekali tidak menatap Vano, kejadian itu masih teringat jelas di benaknya.

Selesai makan bersama, Lio memutuskan untuk kembali ke kamarnya sendiri. Ia tengah berjalan di koridor sesekali menoleh kanan dan kiri.

"Lio..."

Lio tersentak mendengar suara itu, tubuhnya menjadi dingin dengan getaran kecil di tangannya.

Ia tidak berani membalikkan tubuhnya.  Lio menggigit bibir bawahnya, ia ragu. Namun setelah beberapa waktu terdiam, ia memutuskan untuk mengabaikan suara itu dan terus berjalan.

"Lio, aku tidak suka diabaikan." Lagi lagi langkah Lio terhenti.

Lio meringis saat merasakan pundaknya dicengkram erat dan di balik ke arah belakang sedikit kasar.

"K-kak Vano....sakit." Lio berusaha melepas cengkraman tangan Vano dari pundaknya.

Lio dengan ragu mengangkat wajahnya menatap tepat pada netra Vano yang terlihat tajam.

Lio mengernyit bingung saat jarinya di paksa terbuka.

"Kak Vano?"

Vano hanya diam, ia meraba sakunya lalu menaruh sesuatu di tangan Lio. Setelah itu ia pergi begitu saja.

Lio menatap punggung Vano yang semakin jauh. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali dengan bingung.

"Ini gelang..."

Sebuah gelang berwarna hitam dengan papan kecil yang bertulis angka-angka.

2101314_11814

Ia tidak mengerti makna dari angka tersebut. Atau memang itu hanya angka yang dipilih acak? Entahlah

Lio tersenyum, ia melupakan rasa takutnya secara tiba-tiba karena pemberian dari Vano.

Ia memakai gelang itu di tangan kirinya lalu kembali berjalan.

TBC.

ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang