Bab 29

8.6K 716 21
                                    

Adelard menatap ke arah layar televisi yang menunjukkan reka adegan ulang di sebuah ruangan.

"Dasar gila." Gumamnya.

Lantas ia berdiri dan menunggu dengan santai di sofa ruang keluarga.

Mendengar derap langkah yang ringan ia menoleh dan tersenyum saat tau itu cucu mungilnya.

Ia mengangkat tubuh Lio dan mendudukkannya di pangkuannya, "tidak perlu kemana-mana, karena rumahmu yang sebenarnya di sini."

Tangan besar itu menyentuh pipi yang terasa halus dan mengelusnya, "pipi ini...seharusnya tidak pernah merasakan tamparan."

"Bajingan Felix."

Lio mengerjapkan matanya cepat, ia terkejut mendengar umpatan yang keluar dari mulut sang Opa.

"O-Op–"

"Ayo Lio!" Lio terjangkit kaget mendengar suara dengan nada sedikit tinggi dari arah belakangnya.

Adelard memeluk erat pinggang Lio dan menahan tengkuk kecil itu agar tak menoleh ke belakang.

"Jika kau ingin pergi maka pergilah, cucuku akan tetap disini."

Felix menatap tajam, ia beralih menatap tubuh mungil yang berada di dekapan ayahnya.

"Lio, ayo pergi, mommymu menunggu."

Adelard tertawa, "HAHAHA!! Felix-Felix hanya karena wanita itu tengah mengandung kau berbaik hati menikahinya huh?"

"Hah...beruntung kedua putraku lainnya tidak bodoh sepertimu!"

Rahang Felix mengeras, ia mati-matian menahan rasa marahnya mendengar ucapan itu.

"Setelah kakaknya yang kau hamili lalu adiknya–ck! Cepat pergilah dari mansion ini."

Lio yang menyimak ucapan itu terdiam dengan pikirannya. Jadi, Tante Chaca hamil?

Ia menutup matanya enggan berpikir terlalu berat, biarlah apa yang terjadi. Lio tidak ingin memberatkan pikirannya.

Mendengar suara pantofel yang keras membuat Lio memaksa untuk menoleh ke belakang, ia menatap punggung Daddy Felix yang menjauh keluar dari mansion.

"Daddy–"

Tangan Adelard meraih sisi wajah Lio agar kembali menatapnya. Ia tersenyum dan mengelus ujung mata itu.

"Tidak apa, akal anak itu sedang kritis."

Melihat raut sedih cucunya membuat Adelard terdiam, ia berdiri dengan Lio di gendongannya dan berjalan ke arah dapur.

Di depan pendingin dua pintu, ia membukanya dan memperlihatkan sebuah coklat yang menumpuk memenuhi satu sisi pendingin.

Lio yang semula sedih menjadi takjub, mulutnya terbuka seakan tak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang.

"Untukmu, tapi makan sesuai ketentuan yang Opa buat. Dalam seminggu hanya boleh makan 5 coklat."

Lio mengangguk patuh, ia tersenyum cerah dan dengan cepat mendekatkan wajahnya mencium pipi sang Opa.

"Makasii Opaa!"

ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang