Cookies (2)

2.1K 198 23
                                    

Jika kamu mencintai dua orang pada satu waktu, pilihlah yang kedua. Karena jika kamu benar-benar mencintai yang pertama, kamu tidak akan pernah jatuh cinta pada yang kedua.

Quote dari Johnny Depp itu, pada satu titik mampu mempengaruhi keputusan Ezra.

Ya, Ezra akui, beberapa bulan terakhir ia mulai bosan berbalas pesan dengan Zea. Ezra mulai bosan bertemu, mengobrol, juga menghabiskan waktu dengan gadis itu.

Dia mengenal seorang gadis yang atraktif, lincah, sedikit manja, dengan senyuman yang selalu merekah. Membuat perasaan Ezra tak keruan.

"Ini dari Luna, buat kamu." Ezra menyerahkan paper bag yang sejak tadi tertahan.

Zea menerima sekadar untuk memeriksa isinya. Ketika berhasil menilik benda di dalamnya, Zea tersenyum sinis. Ia menemukan sebuah ponsel keluaran terbaru. Berani bertaruh, meski Ezra mengatasnamakan pemberian Luna, tetapi pasti lelaki itu yang yang membelikannya.

"Ponsel kamu rusak setelah hari itu."

"Maaf, Kak. Saya nggak bisa menerima ini."

Ezra menghela napas. "Ini dari adikmu, Zea. Setidaknya, biarkan dia tidak merasa terlalu bersalah dengan kamu menerimanya."

"Maksudnya, ini semacam suap untuk memaklumi perbuatan kalian?" Tajam, suara Zea mengusik sikap tenang Ezra.

"Zea, saya tahu kami salah. Kami sadar dan kami mohon maaf. Tetapi terlalu sulitkah buat kamu setidaknya membiarkan kami melanjutkan hubungan ini? Maksud saya, kita bahkan belum tunangan atau sesuatu yang lebih dari itu."

"Tidak! Sama sekali tidak sulit!" Zea menahan diri untuk tidak meneriaki pria itu. "Saya bahkan nggak peduli dengan apa yang Kakak lakukan."

Tentu saja Zea peduli, sampai rasanya sehancur ini. Dia jelas-jelas mengganti 'aku' dan 'saya' demi menunjukkan kalau rentang keduanya sudah sejauh itu.

"Saya hanya perlu peduli pada apa yang sudah dan akan saya lakukan." Zea menatap tajam tepat ke bola mata Ezra. "Saya nggak akan menyalahkan diri sendiri karena Kakak berselingkuh, seperti apa yang dibilang Luna. Saya tidak akan merasa nggak cukup cantik atau nggak cukup baik buatmu. Selama ini saya nggak berkhianat, saya nggak pernah merengek, saya nggak pernah mengatakan hal-hal buruk tentangmu juga keluargamu, saya nggak merebutmu dari orang lain ...."

Hening selama beberapa saat.

"Jadi kalau Kakak berharap mendapatkan pembenaran karena banyaknya kurangku selama kita bersama, maaf tapi saya nggak akan melakukannya." Zea tersenyum singkat. "Kecelakaan kemarin mengajariku buat lebih menghargai detak jantung yang masih Tuhan kasih. Mahal banget ya pelajarannya? Sampai tulang kepalaku harus dibor dulu."

Zea menarik napas dengan berat. Matanya perih karena sejak tadi berusaha keras menghalau cairan agar tidak mengalir di hadapan Luna, terlebih Ezra.

"Jadi, mulai sekarang, sungguh saya nggak peduli, dan nggak akan peduli lagi pada semua yang mau Kakak lakukan."

"Zea ...."

Raut Ezra berubah. Ada rasa sakit meski sedikit. Ada sesal yang membayang. Ada kenangan yang samar-samar lalu-lalang. Benarkah mereka harus mengakhirinya dengan cara seperti ini?

(Bukan) Anak Kesayangan PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang