Ini kali pertama Zea pergi ke kondangan setelah patah hati. Teringat bahwa ia dan Ezra pernah merencanakan untuk menikah. Ezra menabung agar bisa membeli satu unit apartemen. Dan Zea berencana membuka toko kue.
Rencana yang terdengar matang dan menjanjikan. Namun, kini mengenangnya membuat Zea sesak, sekaligus muak.
Terutama ketika mendapati lelaki itu berdiri gagah tak jauh dari tempatnya. Ezra mengenakan kemeja batik yang seragam dengan bawahan batik Luna. Sepasang kekasih itu berdiri bersisian dengan piring kecil di tangan masing-masing.
"Ambil makanan, bersikap biasa saja." Fabian berbisik di dekat Zea. "Kita cari tahu bagaimana hubungan mereka sekarang."
Zea menatap ragu. Tetapi perlahan kepalanya turun, mengangguk lemah.
"Target cewek tampak menikmati suasana."
Tentu saja. Luna selalu menyukai vibe di segala macam pesta. Dia senang berkenalan dengan orang-orang baru. Dia menikmati tatapan kagum tamu lain akan paras dan penampilannya.
Fabian lanjut melapor selagi keduanya mengantre untuk mengambil dimsum. "Target cowok lagi bicara sama cewek, kayaknya temen kuliah Alise."
Fabian meneruskan.
"Temen Alise pergi. Target cewek tampak protes."
Tangan Zea terulur untuk menyumpit dimsum dan menuangkan saus sambal.
Luna bukan gadis yang mudah insecure pada perempuan lain. Yang melukai harga dirinya bukan cemburu berlebihan, tetapi jika seseorang tidak menganggapnya ada. Jadi, mungkin Luna protes karena Ezra tidak memperkenalkan Luna sebagai kekasih.
Zea dan Fabian menyingkir dari antrean. Tepat pada saat itu, mata Ezra menangkap dua orang yang tengah menatap ke arahnya. Telanjur kepergok, Fabian lantas mengangkat satu tangan.
"Ayo kita kasih tahu sepupu berengsek gue ini, seperti apa rasanya menyesal," bisik Fabian dengan sedikit senyum. Zea merasakan dadanya bertalu-talu. Ada nyeri yang tiba-tiba hadir. Ia mengikuti Fabian yang berjalan menghampiri Ezra dan adiknya.
Ketika jarak semakin dekat, Luna menyadari kehadiran Zea. Gadis itu menatap Zea setengah terkejut, setengah heran lantaran penampilan baru sang kakak.
"Hai, Zra," sapa Fabian. Wajah tegasnya seolah menantang semua orang di ruangan ini, meski sebenarnya Fabian begitu relaks. "Partner gue," tambahnya seraya menunjuk Zea.
Zea mengangguk dan tersenyum samar pada Ezra, lalu fokusnya beralih pada Luna.
"Kamu sehat, Lun? Boleh Kakak bicara sebentar?"
Luna menarik napas, tampak terganggu dengan pertemuan ini. Namun, karena ia tak mungkin menunjukkan gestur perlawanan di muka umum, gadis itu hanya mengangguk patuh. Keduanya menyingkir.
"Maksud lo apa?" kata Ezra ketika dua perempuan itu menjauh. "Lo mau jadikan dia pelampiasan?"
Fabian hanya mengangkat sebelah bibirnya. "Kalau iya?"
"Bangsat lo, Yan. Lo tau kan Zea siapa?"
"Mantan lo? Udah mantan, kan? Kenapa? Cewek jadi jauh lebih menarik pas udah jadi mantan, ya? Bener nggak? Mitos apa fakta?"
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Anak Kesayangan Papa
ChickLit"Kita nggak usah menikah aja, ya?" "Tapi kenapa, Kak?" "Karena ... aku sayang sama orang lain." Zea tidak tahu, bahwa Ezra dan Luna diam-diam pacaran dan berencana akan menikah. Iya. Luna, adik kandung Zea. Luna, anak kesayangannya Papa. * Ini adala...