TIGA BELAS

1.9K 402 43
                                    

Heloooooo! Apa kabar? Apa kamu sudah baca cerita kakaknya Lamar, Elmar Karlsson dan Alesha Hakkinen dalam A Wedding Come True di aplikasi iPusnas? Kamu bisa pinjam gratis di sana. A Wedding Come True adalah bukuku yang paling laris di antara semua bukuku yang pernah terbit. Dukung aku di sana ya. Setiap kamu baca, maka aku dapat royalti juga.

Oh ya, ikuti giveaway di akun Instagram ikavihara ya. Hadiahnya buku The Danish Boss cover baru. Cari foto dengan tulisan giveaway. Kalau aku bisa dapat 4000 follower di Instagram, aku akan mengadakan giveaway lagi dengan hadiah The Promise of Forever--cerita Halmar Karlsson--plus booklet bab ekstranya. Yuk, berteman di sana.

Seperti biasa, aku tunggu komentar di cerita ini. Lamar lagi diospek kakaknya.

Love, Vihara(IG/FB/Twitter/TikTok ikavihara, WA 083155861228)

***

"Damn!" Lamar mengumpat keras. Jatuh cinta? Apa benar Lamar sudah jatuh cinta kepada Malissa? Padahal belum genap enam bulan setelah Thalia meninggal? Tidak! Lamar tidak akan melakukan itu kepada Thalia. Di alam sana Thalia tidak akan percaya Lamar mencintainya, kalau Lamar tidak berduka atas kematiannya dalam waktu yang lama.

"Oh, Lamar?" Malissa bersuara sebelum menutup pintu kantornya. "Asal kamu tahu ya, aku nggak ingin menikah dengan laki-laki sepertimu."

"Sepertiku?" Lamar berhasil mengeluarkan suara, walaupun lebih terdengar seperti cicitan ular terjepit tangga.

"Laki-laki yang menganggap setiap wanita yang berteman dengannya tertarik padanya. Jadi dia balas memberi perhatian tanpa mau memberikan komitmen ... Sudah pernah ada laki-laki seperti itu dalam hidupku dan aku nggak akan mengulangi kesalahan yang sama. Aku nggak akan melarangmu berdonasi. Tapi tolong kirimkan saja ke sini. Nggak usah diantar. Karena aku nggak mau melihatmu lagi."

***

Seperti ini rasanya kesepian di tengah keramaian. Secara teori, makan siang yang diadakan di rumah orangtua Lamar bisa dikatakan hangat menuju berisik. Semua orang yang datang merayakan kelahiran cucu terbaru, Rainar Karlsson, bercakap-cakap dengan akrab. Makanan yang disajikan juga sangat enak. Dua keponakan Lamar, Kaisla dan Regan, sejak tadi tidak berhenti membuat Lamar tertawa dengan tebak-tebakan konyol yang diajarkan ayah Lamar. Namun secara emosional, Lamar merasa ada jarak yang membentang sangat lebar di antara dirinya dan semua yang sedang terjadi di hadapannya kali ini. Kalau Lamar tidak menghormati—iya, takut—kedua kakak iparnya, Lamar akan memilih diam di kamarnya. Satu kakak ipar berjuang keras untuk punya anak dan satunya bekerja keras menyiapkan acara ini.

Atau Lamar akan datang ke Toko Kita Bersaudara dan mencoba meminta maaf sekali lagi kepada Malissa. Sebenarnya, akan lebih mudah mengikuti saran Malissa. Lupakan saja kejadian itu. Bukankah Lamar sedang menunggu waktu untuk, akhirnya, tidak perlu berurusan lagi dengan Malissa? Dan semakin menyukainya? Tetapi sampai hari ini, Lamar tetap sulit tidur sebab rasa bersalah itu bercokol terus di dalam dirinya. Tidak mau hilang. Bahkan kini makin membesar dan menyita ruang yang semula berisi rasa bersalahnya kepada Thalia. Sebelum mendengar Malissa memaafkannya dengan tulus, Lamar tidak akan bisa melangkah maju.

Lamar tertawa getir. Melangkah maju? Ke mana? Tujuan hidup saja sudah tidak punya. Masa depan sudah tak jelas wujudnya. Karena tidak ingin terus merana melihat semua orang tertawa bahagia, Lamar mengambil segelas jus apel dan membawanya ke teras belakang. Pilihan yang salah. Karena di sana, Elmar*, kakaknya, baru saja mengakhiri panggilan dan memberi kode agar Lamar bergabung bersamanya.

"Ada masalah apa?" tanya Elmar begitu Lamar meletakkan bokongnya di kursi.

"Masalah?"

"Masalah. Sesuatu yang harus diselesaikan tapi kamu tidak tahu caranya?"

RIGHT TIME TO FALL IN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang