Halo, kita berjumpa lagi. Gimana kabarnya, teman-teman? Apa kamu membutuhkan sedikit keseruan dan kebahagiaan? Aku mengadakan giveaway ya, berhadiah 2 buku The Promise Of Forever, di Twitter. Kamu bisa cek di akun ikavihara. Ada gambar bukunya dengan tulisan giveaway. Kesempatan bagus untuk mencoba memiliki bukunya Kakak Lamar, Halmar :-) Kutunggu ya.
Oh, aku belum sempat membalas komentar bab sebelumnya, karena aku masih ada kesibukan. Aku akan cicil mulai besok. Jadi, tolong kamu tetap tinggalkan komentar untukku. Karena aku lagi butuh mental booster T_T Hidup sedang menekan sekali.
Semoga kamu selalu sehat dan bahagia.
Love, Vihara. (WhatsApp 083155861228, IG/TikTok/Twitter/FB ikavihara)
***
Lamar mengangguk dengan yakin. "Aku mencintai Thalia. Sangat mencintainya. Aku hancur ketika dia meninggal. Diriku, hatiku, masa depanku, duniaku, semuanya hancur. Jangankan jatuh cinta, aku merasa aku nggak akan pernah bisa bangkit lagi. Tapi sekarang, aku bisa menerima ... Thalia nggak ada di sini dan nggak akan kembali ke sini.
"Aku mulai bertanya-tanya bagaimana cara mencintai Thalia setelah dia nggak ada. Apakah aku harus memenjara diriku dalam kesendirian, nggak berteman dengan siapa pun, nggak mau menatap seorang wanita yang bukan keluargaku, untuk membuktikan aku mencintai Thalia?" Pemikiran terakhir hampir sama seperti yang dinasihatkan Elmar.
"Kamu sudah dapat jawaban untuk pertanyaan itu?"
"Selama kami bersama, Thalia mengajariku banyak hal ... dia memaksaku belajar. Mencintai dan menghargai diri sendiri. Menjadi pribadi yang lebih baik daripada diriku yang kemarin. Banyak. Aku akan mencintai Thalia dengan cara menghidupkan nilai-nilai kehidupan yang dia tanamkan padaku."
"Kalau kamu sudah bisa memecahkan salah satu masalah berat yang dihadapi manusia, kamu pasti bisa menujukkan padanya bahwa dia bukan pengganti Thalia."
"Tapi dia menginginkan pernikahan." Lamar frustrasi mengacak rambutnya. "Aku masih trauma. Berbulan-bulan aku dan Thalia menyiapkan pernikahan, membayangkan seperti apa kehidupan kami setelah menikah, membuat rencana-rencana masa depan, dan tiba-tiba, dalam hitungan detik saja, aku kehilangan itu semua. Kalau harus mengalaminya sekali lagi....
"Tapi aku juga sadar nggak mungkin aku dekat dengan seorang wanita tanpa menjanjikan masa depan padanya. Itu nggak bertanggung jawab. Bukan sesuatu yang diajarkan orangtuaku. Dia bilang padaku dia ingin kami tetap berteman. Nggak perlu menaikkan status. Tapi berteman dengannya nggak akan cukup."
"Kalau kamu mau mendengar saranku, carilah wanita lain. Yang berada dalam fase yang sama denganmu. Fase ingin bermain-main saja. Jadi saat kamu atau dia merasa sudah capek main-mainnya, tidak akan ada yang kecewa."
Kecewa. Lamar paham seperti apa rasanya. Tetapi kekecewaan tidak akan muncul di hati manusia, selama manusia tidak menaruh harapan terlalu tinggi. "Aku nggak menginginkan wanita lain. Hanya dia. Kamu pasti pernah mengalaminya, kan? Kamu sangat menginginkan Elmar padahal kamu tahu kamu nggak mungkin memilikinya?"
Sebelum menikah dengan Alesha, Elmar menikah dengan wanita lain dan membuat Alesha patah hati hingga memutus jalur komunikasi dengan siapa pun yang memiliki hubungan langsung dengan Elmar. Termasuk Lamar, pada waktu itu.
"Apa aku kenal sama dia? Dia orang sini, kan?" Bukan menjawab pertanyaan Lamar, Alesha justru balik bertanya.
"Kamu nggak kenal, umurnya beda jauh sama kamu. Dia menemukan dompetku yang hilang dan mengantarnya ke rumah Papa. Namanya Malissa."
"Hei, aku belum setua itu!" protes Alesha tidak terima. "Malissa ... Malissa ... dulu ada dokter di rumah sakit, punya istri namanya Malissa."
"Dia belum menikah."
KAMU SEDANG MEMBACA
RIGHT TIME TO FALL IN LOVE
RomansaDari penulis A Wedding Come True dan My Bittersweet Marriage, pemenang The Wattys 2021 Kategori Romance: Ketika rencananya untuk menikah dipupus takdir, Lamar Karlsson memutuskan pulang ke Indonesia. Meninggalkan segalanya--termasuk karier sebagai s...