23. Sayang Kakak Skala

4.1K 360 27
                                    

Please, don't be a silent reader.

Happy reading .....

Pada akhirnya, semua akan terasa melegakan,
saat wajahnya kembali dipenuhi senyuman.

— NOT YOU // BROTHERSHIP —



.





.





.




.








Ini sudah hari ke tiga, dan Skala masih tak kunjung membuka matanya. Angkasa melangkahkan kakinya mendekat pada ranjang yang Skala tempati. Mendudukkan dirinya pada kursi kecil yang ada di samping ranjang.

Lama, Angkasa hanya menatap wajah pucat Skala yang kini dihiasi masker oksigen untuk membantu cowok itu bernapas. Bahkan kini, setiap tarikan napas yang Skala hembuskan, diam-diam Angkasa hitung. Ia hanya memastikan jika jantung itu masih berdetak.

Bukankah ini begitu keterlaluan? Luka yang Angkasa dapatkan di kepalanya memang belum kering, namun ia sudah diperbolehkan untuk pulang hari ini. Tapi, bahkan sampai sekarang, Skala belum menunjukkan tanda-tanda untuk sadar.

Alih-alih pulang dan kembali beristirahat di rumah, Angkasa justru memilih menemani Skala di ruangannya. Karena jujur, baru Angkasa sadari sehari saja ia tak mendengarkan ocehan Skala, rasanya begitu hampa.

“Sialan, kepala gue yang habis terbentur, kenapa malah jadi lo yang tepar di sini?” Angkasa membuka suaranya, meskipun ia sadar jika tidak akan ada yang menjawab ucapannya.

Cowok itu menundukkan kepalanya. “Gue ... kangen dengar ocehan lo, Skala.”

Ia meneguk salivanya dengan berat, kala kalimat dari dokter yang semalam tak sengaja ia dengar—saat dokter yang menangani Skala itu berbincang dengan Papanya, kembali mengalun indah di pikirannya.

“Untuk saat ini, kondisi Skala memang cukup stabil. Tapi kita juga tidak boleh lengah. Skala bisa kembali drop seperti ini karena dia kelelahan. Jadi untuk ke depannya, tolong di perhatikan lagi. Skala tidak boleh sampai melakukan aktivitas yang berat.”

“Dan satu lagi, kami sebenarnya juga belum bisa memastikan ini. Tapi jika ke depannya fungsi jantungnya kembali melemah, terpaksa akan melakukan prosedur operasi katup jantung, untuk memperbaiki atau mengganti katup jantung yang rusak. Tapi seandainya itu tidak bisa dilakukan. Berarti hanya ada satu opsi terakhir. Mempertahankan jantungnya yang bahkan mungkin hanya bisa bertahan satu atau dua tahun saja.”

“Atau opsi yang kedua, mencari donor jantung baru untuk Skala.”

Angkasa kembali mendongak, bersamaan dengan cairan bening yang menggumpal di pelupuk mata. Kemudian, ia menggenggam erat telapak tangan Skala yang terbebas dari infus.

“Maaf, maafin gue karena udah buat lo jadi kaya gini.” Angkasa menarik panjang napasnya yang terasa sesak.

“Maaf, karena selama ini gue nggak pernah tahu apa-apa tentang lo. Gue jahat banget ya?”

“Selama ini lo selalu tahu semua tentang gue. Lo benar-benar memainkan peran sebagai kakak yang baik. Kakak yang selalu melindungi adiknya. Tapi bodohnya, gue udah jadi adik terburuk buat lo, Skala.”

“Gue nggak pantas jadi adik lo.” Luruh sudah benteng pertahanan yang Angkasa buat. Ia kembali menunduk dengan isakan samar yang keluar dari bibirnya.

NOT YOU || BROTHERSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang