21. I Belive

3K 335 23
                                    

Please, don't be a silent reader.

Happy reading ....

Bahkan jika seluruh dunia bilang kamu tidak
akan kembali, aku akan tetap jadi orang
nomer satu yang akan selalu menanti.

— NOT YOU // BROTHERSHIP —

.



.




.




.







Seseorang pernah bilang, jika orang terdekatlah yang paling berpotensi membuat hati kita patah. Ya, dan itu yang sedang di rasakan Angkasa sekarang. Sungguh, ia masih tak terima dengan tamparan yang ia peroleh dari mamanya sendiri.

Semarah-marahnya Dita, sedari dulu mamanya itu tak akan pernah menggunakan fisik sebagai pelampiasan. Tapi mengapa hari ini berbeda? Bahkan tamparan yang tak seberapa itu masih membekas hingga sekarang.

Nyatanya, udara dingin yang berembus ini tak bisa mendinginkan pikiran Angkasa sama sekali. Bukan tentang rasa sakit hatinya pada mamanya. Namun, pikiran Angkasa lebih tertuju pada kondisi Skala.

Sampai sekarang ia tak tahu apa yang terjadi pada sosok itu. Terlebih pada sikap mamanya yang sangat-sangat menghawatirkannya. Bukan, bukan ia cemburu pada hal itu. Tapi, Angkasa lebih berpikir, mungkin benar ada sesuatu yang tidak ia ketahui di sini.

Semakin malam, udara yang berembus semakin dingin dan Angkasa masih berkendara tak tentu arah sejak tadi. Sampai akhirnya ia merasa lelah. Ia butuh tidur saat ini juga. Tapi, ia juga tak ingin pulang ke rumah.

Lagi, ia tak mungkin ke rumah Cio atau Galen. Di samping merepotkan, Angkasa juga malas menjelaskan. Maka, tak ada pilihan lain selain ia datang ke rumah itu.

☘☘☘

Ceklek!

“Angkasa, ya ampun kamu kenapa ke sininya udah larut kaya gini? Kalau Mama lagi nggak nungguin Papa kamu pulang, mungkin sekarang udah tidur kali.”

Itu adalah kata sambutan yang Windy—mama tiri Angkasa ucapkan saat melihat anak tirinya itu berkunjung ke rumah.

Untuk selanjutnya, wanita paruh baya itu mempersilahkan Angkasa untuk masuk.  Atmosfir canggung itu begitu terasa. Namun, Windy kembali mencoba untuk mengakrabkan diri pada Angkasa. Walau hanya di jawab seadanya oleh cowok itu.

“Kamu udah makan? Mau Mama buatkan makanan?” tanyanya.

“Nggak perlu Tante, Angkasa lagi nggak lapar.”

“Mama tahu, kamu pasti belum makan. Mau ya, Mama buatkan makanan, nggak lama kok.” Windy masih mencoba membujuk.

Lagi-lagi Angkasa menggeleng. “Besok aja Tante, sekarang aku udah ngantuk banget.”

Telapak tangan Windy menyentuh pelan pundak Angkasa. “Yaudah, kalau gitu sekarang kamu istirahat, gih.”

“Nanti Mama bilang sama Papa kamu kalau kamu nginep di sini.”

Angkasa tersenyum tipis, sangat tipis sekali. Barangkali, wanita paruh baya itu tak menyadarinya sama sekali. Kemudian, tanpa kata lagi Angkasa melangkahkan kakinya menuju kamarnya.

Keesokan harinya, Angkasa mendapatkan begitu banyak pesan dan panggilan dari Skala. Namun, berhubung suasana hatinya masih buruk, Angkasa mengabaikannya. Akan lebih baik jika ia bicara secara langsung pada Skala dari pada lewat telfon seperti ini.

NOT YOU || BROTHERSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang