20. Tanding Basket

3.2K 349 30
                                    

Please, don't be a silent reader.

Happy reading ....

Saat semuanya terasa membinggungkan,
disitu, aku hanya butuh jawaban.
Bukan sebuah pelampiasan.


— NOT YOU // BROTHERSHIP —



.



.



.



.






“Kala, tunggu. Tungguin gue,” teriak Vino dengan cukup kencang. Pasalnya, koridor kampus ini sekarang sedang ramai-ramainya karena jam pulang. Juga, Skala kini berada di antara kerumunan itu.

Mendengar suara yang begitu familiar untuknya, Skala menghentikan langkahnya bersamaan dengan beberapa orang yang ada di belakangnya berdecak kesal. Mereka terganggu dengan aksi Skala yang tiba-tiba berhenti.

Skala memberikan senyum simpulnya dan memberikan gestur minta maaf pada orang-orang tadi. Lalu, mempersilahkan mereka untuk mendahuluinya.

“Gila, lo cepat banget sih ngilangnya,” kata Vino lagi begitu telah sampai di hadapan Skala dengan napas terengah-engah.

“Gue nggak cepat, kayanya lo yang lemot,” balas Skala tanpa dosa.

“Dasar laknat, untung teman lo!”

Tawa Skala pecah ketika melihat ekspresi Vino yang tak mengenakkan itu. “Makanya minum susu yang rajin, biar tumbuh tinggi tuh badan.”

Vino mendengkus kesal. “Sialan lo. Gini-gini gue tuh udah tinggi ya.”

“Mana? Masih tinggian gue juga.” Skala mendekatkan tubuhnya pada Vino dan mengukur tinggi badan sahabatnya itu yang hanya sebatas telinganya.

Buru-buru Vino menjauh dengan perasaan yang dongkol. “Iya, deh mentang-mentang keturunan tiang listrik.”

“Hahaha, nanti gue kasih tips deh supaya lo cepat tinggi.”

“Sialan.”

“Lo ngapain manggil gue? Gue kali ini mau buru-buru pulang,” ungkap Skala.

“Yaelah buru-buru amat, emang mau ngapain pulang cepat?”

“Mau nemenin Angkasa main basket,” ceplosnya yang seketika membuat Vino mendelik tajam.

Sial, Skala merutuki dirinya sendiri mengapa ia bisa sampai keceplosan di depan Vino. Skala pastikan, setelah ini, Vino pasti akan mengoceh tanpa henti.

“Apa? Jangan bilang lo juga bakal ikut main?”

Hah, Skala rasanya ingin berbohong pada Vino. Tapi, mengingat sahabatnya itu yang bisa dengan mudah mengenalinya ketika ia sedang berbohong, Skala rasa itu akan sia-sia.

Maka tak ada pilihan lain selain Skala akhirnya mengangguk ragu pada Vino.

Sahabatnya itu menggeleng-gelengkan kepalanya, tak habis pikir pada Skala yang telah membuat keputusan nekat sepertu ini. “Gue nggak habis pikir sama lo, Kala. Bisa-bisanya lo mau cari mati.”

“Cari mati gimana maksud lo sih, Vin?” Skala merasa tak terima dengan ucapan Vino.

“Ya, lo pikir dong. Lo mau main basket, sama Angkasa. Itu apa namanya kalau nggak cari mati?”

NOT YOU || BROTHERSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang