36. Takut Ditinggalkan

3.4K 332 46
                                    


Please, don't be a silent reader.

Happy reading .....

Walau tidak berkata, tapi nyatanya kamu
adalah orang pertama yang ingin ku
lihat baik-baik saja.

— NOT YOU // BROTHERSHIP —

.

.

.

.

“Skala!”

Pasangan suami istri itu kompak berlari ke arah sang putra yang sudah tergeletak pingsan di lantai. Sedang, Angkasa yang masih shock pun hanya bisa terdiam di bawah anak tangga.

Ia menatap papanya yang menggendong Skala dengan wajah yang khawatir dan mamanya yang juga menampilkan ekspresi yang sama.

“Angkasa, kenapa kamu Cuma diam aja di situ? Kenapa kamu tadi nggak nolongin Skala?” marah Dita. Walau intonasinya terdengar rendah, namun Angkasa paham jika mamanya begitu marah padanya.

Setelah mengatakan hal itu, Dita segera menyusul suaminya yang akan membawa Skala ke rumah sakit. Meninggalkan Angkasa begitu saja. Jujur, ia masih bingung dengan ini semua, tentang mengapa Skala bisa tiba-tiba pingsan. Padahal beberapa menit yang lalu Skala masih terlihat baik-baik saja, ‘kan?

Lalu setelahnya, Angkasa meletakkan asal paper bag yang tadi ia bawa di meja kecil yang ada di sudut ruangan. Ia kemudian melangkahkan kakinya keluar rumah. Berniat menyusul kedua orang tuanya ke rumah sakit.

Karena tak bisa dipungkiri kalau sekarang ia juga merasa khawatir pada Skala. Apa lagi setelah mengingat ucapan terakhir Skala tadi yang semakin membuat perasaan Angkasa campur aduk tak karuan.

Sesampainya di rumah sakit, Angkasa bisa melihat kedua orang tuanya yang mondar-mandir tak tenang. Ia bisa menebak jika Skala masih diperiksa oleh dokter di dalam. Angkasa mendekat dan tatapan tak bersahabat dari mamanya yang pertama menyambut Angkasa.

“Mama kecewa sama kamu Angkasa, kenapa tadi waktu Skala pingsan kamu hanya diam aja, kalau Papa sama Mama nggak datang di waktu yang tepat, apa kamu bakal biarin Skala kesakitan di sana?”

“Kenapa Mama berburuk sangka sama aku? Aku memang bukan orang baik, Ma. Tapi aku nggak sejahat itu,” balas Angkasa. Ia tak suka dipojokkan oleh mamanya sendiri seperti ini.

“Nggak usah ngelak, Mama tahu kalau kamu masih nggak terima sama semuanya. Hingga kamu juga jadi dendam sama Skala, ‘kan? Angkasa, Mama harus bilang berapa kali lagi sama kamu kalau Skala nggak salah dan nggak ada hubungannya sama meninggalnya Benua yang selama ini Mama rahasiakan.”

“Bahkan Skala juga baru tahu hari itu. Sama kaya kamu,” sambungnya.

Angkasa memejam, bentakan bernada rendah itu semakin menambah sakit kepalanya. Tentang mengapa tadi ia tak langsung menolong Skala itu murni karena ia masih shock. Ia begitu terkejut saat melihat Skala yang tiba-tiba pingsan dan dalam waktu yang bersamaan, mama dan papanya tiba-tiba datang.

Ia ingin menjelaskan semua itu, tapi saat melihat bagaimana kemarahan mamanya menguap, akhirnya Angkasa hanya bisa diam.

Sejak dulu, Angkasa tidak suka dibentak, namun setelah kedatangan Skala dalam hidupnya, mama lebih sering membentaknya. Agaknya, mamanya memang lebih menyayangi Skala dibanding dirinya.

NOT YOU || BROTHERSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang