11/11

682 106 189
                                    


7. 20 AM

Matahari sudah semakin tinggi. Joanna juga sudah bangun dari pingsan saat ini. Namun dia hanya diam dan menguping perdebatan Jeffrey bersama Jonathan di luar kamar ini.

"Jika kau membiarkanku membawa Joanna keluar dari Batam dengan selamat, aku janji akan membantumu mendapatkan kasino Rosa."

"Kau pikir aku bodoh? Mana mungkin aku percaya pengkhianat sepertimu? Rosa saja kau tipu, apalagi aku? Lagi pula, aku sudah punya rencana lain untuk kalian. Di sini aku yang mengatur. Kau, hanya cukup mengikuti instruksiku jika masih ingin hidup!"

Jeffrey yang kesal mulai kembali memasuki kamar. Menatap Joanna yang kini sudah membuka mata. Dengan tubuh yang telah dibalut kemeja dan celana tidur milik Jonathan. Memang kebesaran, namun ini jauh lebih baik daripada jumpsuit Joanna yang berbahan kasar.

Tanpa berbicara apa-apa, Jeffrey mulai mengganti air infus Joanna. Karena infusnya sudah habis ternyata. Dia juga menyuntikkan obat pereda sakit di sana. Seperti apa yang telah dokter insturksikan.

Joanna hanya diam. Namun ekor matanya mulai menatap Jeffrey yang kini tampak serius menyuntikkan sesuatu di infusnya. Kemudian membuka tutup botol air mineral yang masih tersegel sebelumnya. Lalu dituang pada gelas kecil yang ada di atas meja.

"Minum."

Joanna membuka mulutnya. Menyesap air pemberian Jeffrey perlahan. Meminumnya hingga tandas karena dia memang sedang kehausan sekarang.

"Mau makan apa? Ada nasi, roti dan buah."

Joanna diam saja, namun tangannya mulai menyentuh lengan Jeffrey sekarang. Karena pria itu sedang duduk di tepi ranjang sembari mengusap punggung tangannya.

"Kita akan pulang bersama, kan? Kamu akan meninggalakn Rosa, kan?"

Tanya Joanna dengan air mata yang sudah menggenang di pelupuk mata. Berharap Jeffrey akan mengiyakan ucapannya. Karena bagaimnapun juga, dia masih berharap jika hubungan mereka bisa kembali diselamatkan.

Jeffrey mengangguk singkat. Mendekatkan wajah dan mengecup bibir, dahi dan pipi kanannya. Sembari membisikkan sesuatu cukup lama hingga membuat Joanna langsung menamparnya.

Plak...

"GILA KAMU, HAH!? PERGI! JIKA KAMU MEMANG TIDAK BISA KEMBALI PADAKU LAGI, LEBIH BAIK JANGAN PERNAH SOK MELINDUNGI!"

Jeffrey tampak panik sekarang. Apalagi setelah Joanna menarik jarum infusnya. Kemudian turun dari ranjang dengan langkah tertatih pelan. Sebab telapak kakinya juga terkena cambukan.

Brak...

Pintu kamar tiba-tiba saja terbuka. Rosa pelakunya. Dia juga membawa pistol sekarang. Tentu saja diarahkan pada kepala Joanna yang kini telah dianggap sebagai saingan.

Sedangkan di belakang, Gustava dan anak buahnya sedang melumpuhkan Jonathan yang kali ini kecolongan. Sebab dia masih belum menyusun rencana, namun markasnya telah dibobol sekarang.

"Silahkan tembak! Toh, hidupku sudah tidak lagi berharga. Suamiku telah menceraikanku semalam. Dia juga sudah tidak mencintaiku lagi sekarang."

Joanna menyentuh pistol yang Rosa todongkan. Lalu didekatkan pada dadanya. Seolah dia memang sudah siap meninggal sekarang. Membuat Rosa yang memang jarang memegang pistol apalagi membunuh orang mulai memundurkan badan. Karena tangannya mulai gemetar. Sebab ingat insiden ibunya yang mati tertembak tepat di depan mata.

"Kenapa takut? Ayo tembak aku! Bunuh saja aku! Agar kau bisa seutuhnya memiliki mantan suamiku!"

Rosa langsung melepas pistolnya. Membuat Joanna langsung mengambil alih senjata yang sebelumnya mengarah pada tubuhnya. Lalu berbalik diarahkan pada Rosa yang kini masih gemetar.

BEST PART OF US [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang