8/8

560 104 198
                                    


3. 20 AM

Joanna dan Teressa yang sudah berdiri di samping Rosa. Sesekali berbincang dan tertawa kencang. Entah membicarakan apa.

Namun yang jelas, Jeffrey tampak tidak suka. Apalagi setelah ingat ucapan Joanna pada Jonathan sebelumnya. Beruntung pria itu tidak bisa berlama-lama di sana karena ada urusan mendesak. Membuatnya sedikit merasa lega karena Joanna tidak kembali digoda.

"Suamiku sudah datang. Ayo pulang! Sayang, hari ini pasti melelahkan, ya?"

Rosa memeluk suaminya sebelum memasuki mobil. Pria itu juga membalas pelukannya saat ini. Bahkan, dia sengaja mencium bibir si istri. Tepat di depan Joanna yang masih setia mengamati.

"Iya. Tapi rasa lelahku langsung hilang setelah melihatmu!"

Joanna langsung membalikkan badan. Berniat memasuki mobil di belakang. Diikuti oleh Teressa setelahnya.

"Mereka sangat serasi, ya? Katanya, mereka hanya pendekatan sebentar sebelum akhirnya menikah. Tidak pacaran juga sepertinya. Tidak heran kalau mereka tampak selalu mesra."

Joanna hanya mengangguk singkat. Lalu melipat kedua tangan di depan dada. Menatap jendela dengan tatapan terluka. Karena bagaimanapun juga, menghilangkan rasa suka tidak mudah.

Apalagi Jeffrey sangat berpengaruh di hidupnya. Karena dia adalah mantan suaminya. Serta, pria yang telah banyak berkorban di hidupnya.

Setengah jam kemudian, mereka tiba di tempat tujuan. Namun, Jeffrey harus dibuat panik ketika tidak melihat Joanna turun bersama Teressa. Mengingat seharusnya, wanita itu pulang bersama si partner kerja.

"Di mana!?"

Rosa yang akan memasuki rumah langsung menatap ke belakang, menatap suaminya yang kini sudah menunjuk mobil yang berada di belakang mobilnya.

"A--apa, Tuan? Oh, Joanna? Dia turun di tikungan dekat lampu merah. Mau menemui Tuan Jonathan katanya."

Jeffrey langsung mengepalkan kedua tangan. Rahangnya mengeras dan raut wajahnya berubah tegang. Membuat Teressa ketakutan namun tidak bisa berbuat apa-apa juga.

"Apa saya telepon sekarang, Tuan? Akan saya minta pulang sekarang."

Jeffrey langsung membalikkan badan, merogoh ponsel dari saku celana. Berniat menghubungi Jonathan sekarang juga. Karena dia tidak ingin Joanna diapa-apakan apalagi dibuat terluka.

"Sayang, ada apa?"

Tanya Rosa sembari mendekati suaminya. Namun Jeffrey justru menghindar dan mengangkat salah satu tanagn. Pertanda jika dia tidak ingin diganggu sekarang.

"ANGKAT! BRENGSEK!"

Umpat Jeffrey ketika panggilan teleponnya tidak diangkat. Dia juga mulai memasuki salah satu mobil sekarang. Tanpa berpamitan pada istrinya yang kini sedang menatap khawatir dirinya.

"Teressa, ada apa?"

"Joanna turun di jalan, Nyonya. Ingin menemui Tuan Jonathan katanya. Tapi Tuan Jeffrey marah sepertinya."

Rosa tampak sedih sekarang. Dia juga mulai menelepon Gustava. Mengatakan apa yang sedang terjadi sekarang. Karena dia tidak ingin gegabah dalam bertindak. Mengingat sebenarnya, kubu Jonathan dan kubunya berbeda.

Ya, sebenarnya mereka bermusuhan. Kasino Rosa yang menjadi penyebabnya. Karena Jonathan ingin membelinya, namun hal itu ditolak mentah-mentah oleh Rosa. Sebab kasino itu adalah bisnis pertama dan terakhir dikelola sejak dulu hingga sekarang.

Mau semahal apapun Jonathan ingin membelinya, Rosa jelas tidak akan memberikan. Karena pekerjaan ini adalah hidupnya. Satu-satunya hal yang membuatnya merasa dekat dengan mendiang ibunya. Sebab kasino ini ada karena ide ibu kandungnya.

4. 10 AM

Joanna sudah tiba di tempat Jonathan. Dia sedang menunggu si pemilik rumah keluar dari kamar. Ya, apalagi kalau bukan karena ingin memberikan apa yang baru saja Joanna sebutkan. Uang 10 miliar.

"Ini!"

"Transfer saja."

Ucap Joanna setelah Jonathan memberikan kertas berisi cek yang baru saja ditandatangani olehnya. Membuat pria itu tertawa sumbang setelahnya. Merasa sedikit bodoh juga. Karena lupa jika teknologi sudah semakin canggih sekarang.

Setelah menyebutkan nomor rekening dan kode bank, Joanna langsung menatap Jonathan yang masih berkutat dengan ponselnya. Dengan posisi berdiri di depannya. Serta, satu tangan yang sudah melepas kancing kemeja.

"Sudah masuk. Mau aku mandi dulu?"

Joanna bangun dari duduknya. Karena saat ini sudah berada di rumah megah Jonathan. Rumah dengan nuansa serba hitam dan perabotan mahal. Persis seperti rumah para penyihir jahat di film-film luar.

"No need! I love dirty woman!"

Jonathan langsung menarik Joanna. Menjambak rambutnya hingga si pemilik meringis kesakitan. Namun dia tidak bersuara karena hal ini sudah diperkirakan sebelumnya.

10 miliar tidak murah, bukan? Joanna tahu jika Jonathan tidak hanya butuh kepuasan secara sekusal saja. Namun hal yang lain juga.

Brak...

Tubuh Joanna jatuh di atas ranjang. Kemudian bergegas bangun setelah Jonathan melepas gesper di depannya. Serta, menurunkan celana dan kain lain yang melekat di area bawah tubuhnya.

"Suck it!!!"

Perlahan, Joanna turun dari ranjang. Ingin merealisasikan apa yang baru saja Jonathan katakan. Namun, tiba-tiba saja terdengar suara gaduh di luar.

Jeffrey pelakunya. Membuat Jonathan langsung menaikkan celana dengan asal. Keluar kamar dan ingin menghajar si pengganggu yang baru saja datang.

"DI MANA JOANNA!? BAJINGAN!"

BUGH...

Jeffrey meninju Jonathan. Tidak peduli jika anak buahnya akan membalas nantinya. Karena yang terpenting, dia bisa menyelamatkan Joanna dari bahaya.

"APA URUSANMU, HAH!? ANAK BUAHMU SENDIRI YANG DATANG PADAKU! AKU JUGA SUDAH MEMABAYAR MAHAL UNTUK WANITA ITU!"

Pekik Jonathan setelah tersungkur. Dia juga langsung menendang Jeffrey yang ingin kembali menghajarnya saat itu.

PRANG...

Tubuh Jeffrey menghantam guci besar. Kedua telapak tangan yang dijadikan tumpuan juga sudah terasa nyeri sekarang. Karena tertusuk pecahan guci yang menyebar di sekitar.

"Jangan!"

Cegah Joanna ketika Jonathan akan melempar guci lain pada kepala Jeffrey sekarang. Karena bagaimanapun juga, dia tidak tega jika melihat Jeffrey disiksa di depan mata.

"Jangan kotori tanganmu untuk menyingkirkan orang itu. Lebih baik lanjutkan apa yang seharusnya kita lakukan di dalam kamarmu."

Joanna merebut guci Jonathan dengan gerakan pelan. Kemudian diletakkan pada meja terdekat. Lalu menjinjitkan badan setelah menarik tengkuk si pria. Saling membelit lidah di depan Jeffrey yang semakin naik pitam.

Hingga perlahan, Jeffrey bangun dan mengeluarkan pistol dari balik jas. Berniat menembak kedua paha Jonathan. Agar tidak bisa eraksi sekarang.

Dor!!! Dor!!!

Suara tembakan terdengar dan Joanna langsung menarik wajah. Lalu menatap Jeffrey yang kini sudah tampak lemas dan tidak berdaya. Karena bahu kanannya baru saja mendapat dua tembakan. Oleh anak buah Jonathan yang baru saja berhasil bangun setelah dilumpuhkan.

Tbc...

BEST PART OF US [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang