Bab 11. Dongeng

70 71 13
                                    

Satu tahun berlalu begitu cepat. Tak terasa, sepertinya baru kemarin keluarga kami pindah ke Bandoeng dan tinggal di sini, ternyata itu sudah satu tahun yang lalu. Kini usia Anke menginjak dua belas tahun. Sebentar lagi dia melanjutkan ke sekolah menengah pertama di Bandoeng. Berend sudah mendaftarkannya di sekolah yang cukup terkenal pada masa itu. Sekolah yang di dirikan oleh para tenaga kependidikan serta pemerintahan inlander. Mau bagaimana lagi? Berend harus benar-benar menurunkan egonya untuk menyetujuinya. Tapi, itu bukanlah hal baru untuknya, Berend yang kukenal memang sudah seperti itu. Berend, kau yang terbaik untuk keluarga kita!

Berend itu adalah orang Netherland paling bijaksana yang kutemui di negeri ini. Kebanyakan orang Netherland seperti dia—yang memiliki jabatan—tidak pernah mau bergantung pada orang-orang di tanah jajahan mereka. Selain itu mereka juga egois, angkuh dan tempramental, tidak mau kalah dalam hal apapun. Selalu meninggikan derajat bangsanya sendiri. Berbeda sekali dengan Berend yang selalu menerima segala bentuk persamaan atau pun perbedaan antara aku dengannya. Yang jelas-jelas dia tahu bahwa aku adalah perempuan Jawa. Perempuan Hindia-Belanda.

Satu tahun terakhir ini, Anke terlihat lebih baik dari pada dulu ketika kami tinggal di Batavia. Dia lebih mandiri. Sopan. Dan menjadi lebih rajin. Setiap kali kutanya, "Kau mau belajar dengan siapa, An?"

Dia hanya menjawab, "Mereka, Mama!"

Tak jarang pula, setiap semester Anke selalu mendapatkan ranking satu di kelasnya. Juga setiap minggu ketika diadakan ulangan harian, anak gadisku itu selalu mendapatkan nilai yang sempurna di antara teman londo dan inlandernya.

Aku masih ingat pesan Mbah Jiwo satu tahun silam. Untuk membiarkan Anke bermain dengan sahabat-sahabatnya itu. Asalkan mereka tidak menganggu orang-orang rumah. Sejauh ini memang tidak ada sesiapa yang menganggu. Mungkin hanya jahil, pernah suatu malam saat Siti dan aku membereskan sisa-sisa makan malam, dua buah apel serta tiga potong kue pie menghilang begitu saja. Aku hanya membiarkannya, karena dimana pun dan bagaimana pun caranya kita untuk mengusir mereka dari sini, tetap nihil. Manusia sudah di gariskan oleh takdir untuk hidup berdampingan dengan makhluk yang tak kasat mata. Terlebih lagi, mereka yang lebih dulu tinggal di sini daripada keluarga kami.

"Mama, apakah kita tidak mengadakan sebuah liburan untuk beberapa hari?" celetuk An membuyarkan lamunanku.

Selama tiga minggu, sekolah Anke libur akhir tahun pelajaran. Kami masih bisa bersantai, hanya tinggal memvertivikasi berkas serta pengajuan data untuk pendaftaran junior high schoolnya. Beberapa hari yang lalu pula, sekolahnya juga sudah mengadakan acara wasana warsa. Jadi Anke sudah jelas lulus sekolah dasar.

"Mama dengar An tidak sih, Ma?" celetuknya lagi dengan wajah setengah masam.

"Eh, maaf, Sayang... iya, tentu saja Mama mendengar kamu. Maksudmu, berlibur bagaimana?" balasku sambil mengelus rambutnya pelan.

"Emm, mungkin seperti melakukan piknik keluarga?" ujarnya mendongak menatapku.

"Tenang saja perempuan-perempuanku tersayang, aku sudah memikirkan piknik itu jauh-jauh hari sebelum kalian memikirkannya sekarang," tiba-tiba Berend muncul begitu saja. Menyeletuk.

Anke girang dan langsung berlari memeluk ayahnya itu. "Sungguh?" Ia bertanya dengan wajah berbinar. Mata kecoklatannya mengerjap-ngerjap.

Berend mengangguk mantap. Mencubit hidung mancung anak perempuannya.

Oh Tuhan, betapa bahagianya keluarga kecil kami ini. Meskipun boleh di anggap sebagai keluarga yang cukup mampu, An, anakku dan Berend, selalu tumbuh dari sebuah kesederhanaan. Dia tidak pernah membawa-bawa nama keluarga jika beberapa temannya datang kemari. Walaupun sesekali kudengar mereka memuji keindahan rumah kami, An tetap merendahkan diri dengan berkata, "Ah, kau jangan terlalu berlebihan begitu. Semua ini juga bukan punyaku kok, semua ini punya kedua orang tuaku. Aku belum punya apa-apa di usia sedini ini, Kawan!"

MAJENUN [SELESAI]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang