Nia
Sinar matahari yang mulai meninggi menerobos masuk dari jendela yang terbuka. Aku mendesah karna mataku masih terasa berat, sesaat aku menggeliat dan dengan malas menuju kamar mandi.
Ku keringkan rambutku yang masih basah dengan handuk, ku ganti piyama ku dengan kaos dan celana pendek. Rambut kubiarkan terurai, masih memakai sandal tidur ku ayunkan langkah menuju ruang makan.
Diruang makan terlihat sepi tak ada seorang pun disana. Wajar saja opa pasti telah selesai sarapan karena sekarang sudah pukul 9 pagi.
"Mau sarapan apa Non...?"
Aku menoleh pada bibik yang tiba-tiba sudah didekatku berdiri menunggu jawabanku.
"Spageti..."
Jawabku datar.
"Bawa ke taman depan..."
Sembari ku beranjak dari ruang makan, meski matahari mulai tinggi tapi udara desa masih terasa sejuk. Kutarik nafas dalam-dalam memenuhi rongga dadaku yang terasa sesak. Aku berjalan ke saung ditaman depan, ikan-ikan hias bereng kesana kemari dibawah saung. Suasana riuh saat ku tebarkan butir-butir pelet kedalam kolam.
Tanpa sadar senyum kecil menghias sudut bibirku. Aku menghela nafas, engak sudah berapa lama aku tidak tersenyum. Hari-hari yang kulalui terasa menyesakkan sehingga untuk tersenyum pun tak ada ruang.
"Ini spageti nya Non..."
"Hmmm..."
Setelah si bibik pergi kusuapkan spageti ke mulutku, rasanya hambar. Hambar bukan karna makanan yang tak enak tapi hatiku yang mati rasa. Kudongakkan kepala memandang jendela kamar yang terbuka diseberang sana tepat didepanku.
"Hmmm...itu pasti kamarnya si songong, apa dia ada dikamarnya atau sudah berangkat kerja...ah sejak kapan gue kepo ma urusan orang..."
Hidungku sepintas mencium aroma wangi, beberapa kali kuendus aroma yang terbawa angin itu untuk menyakinkan penciuman ku. Tanpa sadar kuikuti asal aromanya sampai depan gerbang. Aromanya sepertinya berasal dari rumah diseberang sana.
Lama aku terpaku, ragu untuk melangkah. Tapi hati seakan menuntunku untuk kesana."Tok... Tok... "
Kutunggu sesaat.
"Tok... Tok... Tok... "
Kuulangi sekali lagi lebih keras. Tak lama pintu terbuka.
"Eh neng Niaaa, kenapa tangannya...cari Ara yah... Duh neng Ara mah sudah berangkat kerja atuh..."
"Mulai deh kereta api lewat..."
"Oh yah nggak apa-apa tan..."
"Eh, kenapa buru-buru neng, sok mangga masuk dahulu..."
Aku kembali ragu untuk mengikuti ajakan wanita setengah baya didepanku.
"Ayo jangan takut, sok masuk... "
Senyum ramah dan sikap lembutnya membuatku melangkah masuk, aroma wangi yang mengusik hidungku semakin kuat.
"Ayo neng kedapur, kebetulan Bunda lagi bikin kue pesanan orang... Duduk sini neng... "
"Bunda..."
"Kok malah bengong... Sok... "
"I... Iya tante... "
"Eleh-eleh, jangan panggil tante atuh. Bunda aja, Orang-orang sini juga gitu... "
Aku hanya mengangguk kecil.
"Bundaaa..."
Aku menarik nafas panjang ada rasa sakit menusuk hatiku.
"Maaf neng, apa benar neng cucunya Aki...? "
Aku menatap tajam padanya yang sedang memotong kue. Ia lalu meletakkan sepotong kue dan segelas air putih didepanku dan duduk didepanku dimeja makan.
"Maaf bukannya Bunda nggak percaya atuh, tapi Bunda heran aja sebab Bunda sudah dari gadis bertetangga dengan Aki... Tapi rasanya belum pernah liat kamu berkunjung kesini...?"
Pertanyaan wanita setengah baya itu lagi-lagi seperti pisau yang menggores hatiku. Tapi itu bukan dalahnya, yah sejak kecil ini baru pertama kalinya aku kerumah opa.
"Cucu yang terbuang... "
Senyum kecut dalam hati, menambah perih.
"Nia tinggal diluar negeri baru lulus kuliah balik Jakarta..."
Wanita didepanku mengangguk angguk kecil.
"Eh dicicipin atuh kue buatan Bunda, sok mangga neng... "
Kuraih sendok kecil di piring kue dan memotongnya.
"Biasanya Ara yang anterin kue ke pelanggan, sekarang dia udah kerja sepi rasanya... Tapi ibu bahagia dia bisa kerja...gimana rasanya neng... Enaaak...?"
Aku mengangguk kecil, rasa perih itu semakin kuat saat sepotong kue masuk ke mulutku. Rasa enak dari kue dan rasa perih di hatiku berbaur menjadi satu. Tanpa kusadari terasa hangat dikedua kelopak mataku.
"Maaf... Nia lupa harus pergi... "
Selesai berkata demikian tampa menunggu jawabannya aku bergegas pamit dan melangkah cepat meninggalkan rumah Ara. Entah apa yang dipikirkan Bunda aku tidak perduli. Ku percepat langkahku setibanya dihalaman rumah.
Aku berlari kecil menaiki anak tangga dan membanting pintu kamar dengan keras dan ku kunci pintu. Ku hempaskan tubuhku ketempat tidur tertelungkup, ku benamkan wajah ku se dalam-dalam nya kebantal. Sesak dan sakit hanya itu yang aku rasakan.
Tak tahan rasanya menanggung rasa sakit dihatiku aku aku berbalik dan kuraih jam kecil dimeja samping tempat tidurku.
"Praaaang... "
Kaca rias yang baru diganti kembali hancur berserakan. Aku terteriak sekuat yang aku bisa, mungkin orang-orang diluar sana bisa mendengarnya tapi aku tak perduli. Air mata yang sudah lama tak mengalir ku tumpahkan sepuasnya.
Dari balik pintu terdengar ketukan dan panggilan Namaku namun aku tak menghiraukan nya. Aku hanya ingin sendiri menenggelamkan jiwaku dalam rasa sakitnya. Aku berharap tidak pernah terlahir ke dunia ini.
Setelah puas menumpahkan sesak didadaku aku berjalan sempoyongan kemeja kecil didekatku. Kuraih sebotol obat yang tersimpan di laci, ku keluarkan beberapa butir pil berwarna putih itu. Hanya butiran-butiran putih itu yang bisa meredakan sakit dihatiku, hanya pil itu yang bisa membuatku tertidur, melupakan segalanya. Segala rasa yang menyesakkan.
Andai butiran putih itu bisa membuatku lupa akan memori yang tertanam dibenakku, aku pasti akan menelannya semua. Tubuhku bergetar perlahan ku naik ketempat tidur, rasa ringan dan kantuk mulai menjalar ke seluruh tubuhku. Ku terbaring menatap langit-langit kamar yang perlahan-lahan mulai memudar. Warna terang catnya perlahan berganti hitam dan gelap.
Kenapa si Nia...
Next part
KAMU SEDANG MEMBACA
TABIR
FanfictionKisah 2 orang wanita yang berbeda latar belakang, dengan konflik pribadinya masing-masing. Cinta, persahabatan, keluarga dan penghianatan membuat ke 2 nya bertemu.