Kontrak

105 16 4
                                    

Nia

"Tok...Tok... "

"Masuk... "

Dengan sangat hati-hati kubuka pintu kamar Opa yang sekaligus ruang kerjanya. Opa duduk dibelakang meja kerjanya sambil memperhatikan berkas dihadapannya. Sementara lelaki setengah baya dengan setelan jas hitam duduk tepat dihadapannya. Aku hanya berdiri di depan pintu kamar yang telah kututup.

"Apa ada lagi...? "

"Tidak ada Pak, semua sudah lengkap... "

Opa tersenyum pada lelaki itu, lalu lelaki itu pamit meninggalkan ruangan. Saat berpapasan denganku ia tersenyum dan memperhatikan ku beberapa saat dan berlalu pergi. Tampa disuruh kini aku yang duduk dihadapan Opa.

"Pelajari ini baik-baik dan besok pagi bersiaplah untuk memulai menjalankan kewajibanmu pada Opa... "

Ku ambil berkas dari tangan kakek dengan ragu, perlahan kubuka dan membacanya. Dokumen perusahan sebuah hotel bintang 5 diBali. Mataku sedikit membesar melihat namaku Junianatha presiden direktur Safana Hotel dan Resort. Aku menutup berkas ditanganku dan berdiri.

"Nia nggak mau Opa... "

Aku beranjak pergi, namun langkahku terhenti.

"Nia takut...?!"

Ucapan Opa yang seakan bisa membaca fikiranku membuatku tertegun, aku tak memiliki keberanian untuk berbalik memandangnya.

"Apa Nia masih memikirkan masa lalu...?!"

Lagi-lagi aku hanya diam mematung. Ku alihkan pandangan mataku yang berkaca-kaca ke jendela kamar yang terbuka. Angin pagi lembut menggoyangkan tirainya.

"Pilihan ada ditanganmu, terus berlari bersembunyi dari dirimu atau keluar kedunia nyata tunjukkan siapa dirimu... "

Tiba-tiba aku berbalik memandang Opa dengan air mata yang tidak bisa lagi ku bendung.

"Nia siapa Opa?!...Nia bukan siapa-siapa...! Nia hanya anak tiri Papa, cucu tiri Opa...! Nia hanya anak hasil perselingkuhan mama...! Bahkan Nia tidak pernah tau siapa laki-laki itu yang seharusnya aku panggil Papa...! "

Aku berteriak histeris tangisku pecah, aku tak tahan lagi. Aku berlari meninggalkan kamar Opa. Saat membuka pintu aku terpaku sesaat dan dengan cepat kuhapus air mata dipipiku.

Ara berdiri diambang pintu, entah sejak kapan ia disana. Apakah ia mendengar teriakanku entahlah fikiranku kacau. Tatapan mata kami bertemu tiba-tiba ada rasa aneh dalam dadaku. Tak ingin berlama-lama aku berlalu begitu saja tampa menyapanya. Kedua pundak kami saling bertabrakan, ku berlari kecil menaiki anak tangga menuju kamarku.

Ara

Lama aku terpaku didepan pintu yang terbuka, sepertinya aku datang diwaktu yang salah.

"Masuk atuh Ara, kok diam wae disitu..."

Aku tersenyum kikuk dan memberanikan diri melangkah masuk. Kuikuti langkah Aki menuju teras kamarnya yang terdapat taman kecil dengan sebuah kolam yang banyak terdapat ikan hias didalamnya. Aki menebarkan pelet kedalam kolam, air yang tadinya tenang beriak. Ikan-ikan saling berebut melahap pelet-pelet mengapung diatas air.

"Lihatlah berkas diatas meja itu... "

Kualihkan pandangan kemeja yang Aki maksud, ku duduk di kursi di samping meja kecil. Sebuah map kuning tergeletak disana. Dengan penuh rasa penasaran kubaca isinya. Aku tertegun, sebuah kontrak kerja namaku tertera jelas disana sebagai asisten pribadi presiden direktur Hotel dan Resort atas nama Junianatha. Keningku mengerut, siapa dia aku tak mengenal nama itu.

TABIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang