Janji

100 17 0
                                    

Ara

Sembari duduk manis dibelakang kondektur kubuka lagi chatku dengan Ira, deretan kalimat yang ramat dengan kata-kata patah hati membuatku merasa bersalah. Namun kupikir ini yang terbaik baginya, toh pada akhirnya Ira akan mengetahui juga perselingkuhan pacarnya bisa dari aku atau pun orang lain atau bahkan ia mengetahuinya sendiri. Tetap sama saja, rasa sakit yang sama pasti akan ia rasakan.

Kenapa Cinta selalu membuat luka, entah karena penghianatan atau pun perbedaan. Tapi aku selalu tidak habis fikir bila cinta membuat orang mengorbankan segalanya. Aku bukan mahluk yang tak pernah merasakan cinta apa lagi anti cinta, aku bersyukur cinta yang pernah kumiliki tak membuatku hanyut dalam arusnya.

Menjelang siang aku tiba di Jakarta, kota yang menjadi tumpuan jutaan penduduknya. Kota yang padat dengan hiruk pikuknya, kota yang tidak pernah tidur. Ku jejakkan kaki untuk kesekian kalinya disini. Ini bukan kota kelahiranku dan bukan pula kota tempatku dibesarkan. Namun dikota ini ada janji yang tak pernah bisa aku lupakan.

Dengan menaiki LRT aku menuju ketempat yang ingin aku datangi, seiring berjalannya waktu setiap tahunnya selalu ada yang berubah, tapi bagiku tempat ini masih sama seperti 5 tahun lalu sepi. Yah sunyi, bukan karena tidak ada atau sedikit orang yang mengunjunginya, bahkan sebaliknya tempat ini selalu ramai pengunjung. Tempat ini sunyi karena aku tak mendengar gelak tawa dan canda rianya lagi.

Ku duduk seorang diri dibangku taman, memandang danau dihadapanku. Airnya yang bening kehijauan terlihat tenang tersapu angin. Kuraba leherku lalu kutarik sesuatu yang menggelayut di leherku dari balik hijab yang menutup kepalaku. Sebuah liontin berbentuk hati, kutatap lekat-lekat. Aku tersenyum miris menatap isi liontin yang hanya berisi kertas putih berbentuk hati. Sebuah foto seorang bayi perempuan yang lucu tersimpan disana.

Aku menghela nafas rasa kecewa itu masih ada bahkan tetap sama. Ku alihkan pandanganku setelah menyimpan kembali liontin yang menggelayut di leherku. Kusapu setiap sudut tempat itu dengan seksama berharap orang kutunggu setiap tahun kehadirannya menampakkan sosoknya.

Tapi bagaimana mungkin aku bisa mengenalinya, sedangkan aku tak pernah melihat wajahnya. Tiba-tiba aku berdiri,

"Jangan-jangan selama ini ia selalu memenuhi janjinya untuk menemuiku disi hanya saja ia tak menampakkan dirinya. Mungkin ia hanya melihatku dari jauh. Tapi mengapa...??? "

Perasaanku menjadi kacau, sejuta tanya menghantuiku. Ku berjalan mengelilingi tempat itu bahkan setiap wanita yang seusia ku ku hentikan langkahnya dan ku pandangi wajahnya berharap ia yang aku cari.

Seperti orang yang kebingungan aku berjalan kesana kemari terus mencari tiada henti bahkan bukan hanya ditempat itu tempat kami berjanji untuk bertemu. Aku juga mencarinya disudut taman yang lain, tapi aku seperti mencari jarum dilautan. Sia-sia, hanya rasa kecewa dan lelah yang aku dapat.

Berjam-jam waktuku terbuang, bahkan perutku sudah meronta-ronta dari tadi. Di sebuah musollah kulepas rasa penat ku, kupasrahkan semua pada Sang Kuasa. Kuisi perutku di sebuah lestoran cepat saji, sepiring nasi dan beberapa potong ayam goreng beserta sambalnya masuk perlahan ke perutku yang kosong.

Sambil menikmati makananku sesekali aku alihkan pandanganku keluar dari dinding kaca, aku terpaku saat mataku tertuju pada seorang anak perempuan kecil yang berjalan perlahan dengan sebuah tongkat ditangannya.

Sorang anak laki-laki menghampirinya dan menggandeng tangannya menuntunnya duduk di bangku yang tak jauh dari keduanya. Anak lelaki yang mungkin saudara atau temannya memberikan es krim pada gadis kecil yang sepertinya tak bisa melihat.

Tanpa kusadari ada air hangat dipelupuk mataku, rasa hari tak dapat ku sembunyikan. Aku bersyukur, karena aku lebih beruntung dari gadis kecil itu, dengan kedua mataku aku bisa melihat warna warninya dunia. Dengan mata ini bisa memandangi wajah Bunda yang sangat aku sayangi, mata ini pula yang mengenalkanku pada sosok diriku sendiri melalui cermin.

Tuhan begitu baik padaku, ia memberiku orang sebaik dan setegar Bunda dan Tuhan telah mengulurkan tangannya memberiku sepasang mata yang sehat.

Kuraih segelas air dingin didepanku setelah menghabiskan sepiring nasi. Rasa lapar dan dahaga ku kini sirna. Berulang kali kuucap rasa syukur pada Sang Maha Besar atas semua pemberiannya padaku.

Aku kembali teringat pada dia yang membuatku datang kemari, kutinggalkan rumah makan dan kembali mengelilingi taman hiburan. Walau terasa sia-sia mencarinya tapi setidaknya aku telah berusaha.

Setiap langkahku kuselipkan harapan untuk bisa bertemu dengannya, dan seandainya itu benar-benar terjadi apa yang akan ku katakan padanya. Aku terus berjalan tak pasti hanya mengikuti langkah kaki yang menuntunku kemanapun hendak melangkah. Harapan hanyalah harapan, bahkan mungkin selamanya hanya akan menjadi angan-angan kosong.

Semakin lama harapan itu semakin memudar tertelan waktu, rasa yang dahulu menggebu kian layu diujung waktu. Ku hentikan langkahku, kurasa aku telah sampai pada titik pemberhentian ku. Kutarik nafas dalam-dalam memenuhi rongga dadaku yang kosong.

Menjelang sore dengan langkah gontai aku tinggalkan jakarta, ini untuk terakhir kalinya aku memenuhi janjiku. Mulai saat ini aku tidak akan lagi menunggunya bukan karna aku berhenti berharap untuk bisa bertemu dia tapi karna aku tak ingin mengharapkan sesuatu yang tak pasti lagi.

Biarlah ia hadir dan hidup dalam ingatanku untuk selamanya. Aku hanya berdoa dimanapun kini ia berada semoga ia selalu bahagia, semoga Tuhan selalu melindunginya, ia akan selalu ada dalam hatiku, ia akan selalu menjadi sahabatku dan selamanya akan tetap menjadi sahabat terbaikku.

"Selamat tinggal sahabat, semoga semesta mempertemukan kita kelak diwaktu yang tepat."









Next aja yah author kehabisan kata 😃

TABIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang