Raka sama sekali tidak bisa menggambarkan perasaan yang menjalar dalam dirinya saat ia berdiri lagi di sana, di rumah yang ia beli untuk tempat tinggalnya bersama Liora, dan kini, rumah itu juga yang menjadi saksi perpisahannya dengan Liora.
Raka sadar hidupnya telah mengalami kemunduran yang begitu parah. Susah payah ia mengejar Liora hingga tertatih-tatih. Dan setelah ia berhasil mendapatkannya, dengan semudah itu perempuan itu lepas dari genggamannya.
Raka melangkah melewati pintu kamar dan terpaku menatap ranjang tidur mereka. Sprei dan selimut masih tertata rapi. Namun, ada yang tak luput dari perhatian Raka. Di atas ranjang itu terdapat pakaian miliknya yang terakhir kali ia gunakan tidur bersama Liora.
Dadanya semakin sesak tatkala Raka menyadari setiap malam Liora tidur sendirian di kamar itu sambil memeluk pakaiannya. Apalagi ketika Raka memikirkan kejadian nahas sewaktu Liora mengalami keguguran dan dirinya tidak ada di sana untuk mendampinginya dan memberikan support yang Liora butuhkan. Tidak heran jika pada akhirnya Liora memilih meninggalkannya.
Hidup memang terlalu senang bercanda. Seharusnya saat ini Raka sedang merasakan kebahagiaan karena sudah berhasil menjadikan Liora sebagai istrinya. Seharusnya saat ini mereka tengah menikmati waktu bulan madu ke tempat paling indah di dunia. Nyatanya, ia malah duduk di sana sendirian, tanpa ada teman, dan hanya memikirkan nasib hidup yang begitu suram.
Kesedihannya sudah begitu rutin sehingga ia sendiri pun tidak lagi bisa merasakannya. Raka tidak lagi bisa tidur dengan nyenyak setiap malam. Terlebih saat pikiran-pikiran buruk mulai memengaruhinya tanpa bisa dikendalikan.
Raka memandangi foto pernikahannya dengan Liora yang terpajang di sudut kamar. Begitu singkat kebahagiaan singgah dalam hidup mereka. Hanya satu jeda napas ketika ia mulai menutup mata, dan setelah terbuka kembali, semuanya telah sirna. Lenyap tanpa sisa.
Dering ponsel membuat Raka kembali memfokuskan pikirannya. Ia mengeluarkan ponselnya dari saku celana. Dan menemukan panggilan dari Raina.
"Kamu udah sampai di Bandung, Ka?" tanya Raina.
"Udah. Baru aja sampai rumah. Gimana keadaan Ibu, Mbak?"
"Masih sama aja, Ka. Belum ada perubahan. Keadaan Liora gimana?"
Pertanyaan Raina membuat Raka seperti menelan empedu. "Lio baik. Baru aja aku ketemu Lio," elaknya, tidak mampu menceritakan yang sebenarnya. "Aku minta waktu beberapa hari buat beresin semua urusan di sini sebelum aku balik lagi ke Singapore ya, Mbak."
"Iya, nggak apa-apa, kok. Kamu beresin aja dulu semua urusan kamu di sana. Mbak juga cuma datang ke rumah sakit kalau ditelepon sama perawat aja atau waktunya dokter visit buat konsultasi. Selebihnya Mbak dan Raya nunggu di apartemen aja."
"Kalian baik-baik di sana ya, Mbak. Langsung hubungi aku kalau terjadi sesuatu sama Ibu."
"Iya, Ka. kamu tenang aja. Semuanya pasti baik-baik aja."
~~~~
Keesokan harinya Raka kembali bekerja dan langsung mengadakan rapat internal dengan semua karyawan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan setelah ia tinggalkan lebih dari satu bulan.
Waktu seakan berlari hari itu. Raka tidak menyadari langit sudah mulai gelap ketika ia keluar dari ruang meeting dan memasuki ruangan kerjanya.
Baru saja Raka mendudukkan tubuhnya di kursi kerja, interkomnya berbunyi.
"Pak Raka, Ibu Raina sedang on hold di line satu. Apa Bapak mau saya sambungkan teleponnya?"
"Raina?" gumam Raka, langsung mengeluarkan ponselnya dari saku celana dan menemukan ada banyak missed call dari Raina dan Raya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebatas Angan Senja
RomanceLiora Daniela, tidak menduga kisah cinta pertamanya akan berjalan rumit. Pasalnya, gadis berusia tujuh belas tahun itu menyukai salah satu pegawai ayahnya yang berusia sepuluh tahun lebih tua darinya. Dan yang membuat kisahnya semakin rumit lagi, ka...