👑Part 1👑

63 10 1
                                    

Jangan lupa vote dan komen teman2 😘

####

Sebagian orang mungkin mengira bahwa tinggal bersama banyak saudara laki laki dengan kadar tampan yang tak wajar adalah sebuah keberuntungan besar. Seperti yang sering dilontarkan oleh teman temanku. Bagiku sendiri, ini bukanlah perkara mudah. Aku yang semula hidup berdua dengan mami, kini harus membiasakan diri menjalankan aktivitas sehari hari berdampingan dengan keluarga serba mewah ini. Semua yang kulakukan di mansion bermartabat ini harus selalu ku perhatikan.

"Moza, tidak sarapan, Nak? " Papa bertanya. Entah kenapa pagi ini aku malas bersentuhan dengan sarapan pagi yang sebenarnya tidak cocok dengan lidahku. Tentu saja, nasi panas dan telur mata sapi dengan sedikit kecap tidak ada di meja makan ini.

"Nanti saja, Pa. Di kantin sekolah. " Aku menyantap satu buah pisang setelahnya. Kulirik Sean dan Kai yang asik dengan salad sayur. Kak Chan menikmati smoothie dengan earphone yang menempel di telinga. Sesekali tangannya mengetuk meja menyiptakan nada.

Aku berhenti mengunyah pisang ketika Kak Chan beralih menatapku. Segera kubuang muka ke segala arah.

"Chan berangkat dulu, Pa." Kak Chan sigap berdiri. Sepertinya tatapanku tadi mengusik ritual sarapannya.

"Hyak! Tungguin! Setup aku belum habis nih. " Kak Bian yang satu kelas dengan Kak Chan menyusul dengan langkah tergesa. Tentu saja setelah berpamitan dengan pengendali credit card mereka. Mami? Jangan tanyakan wanita berambut blonde itu pada jam jam seperti ini. Dia sudah berada di tempat kerjanya.

"Moza nggak dibarengin? "

"Ah, tidak masalah,Pa. Moza bisa berang--, "

"Dia sama aku, Pa. " Kak Dio menyela. Ia sudah selesai dengan santapan egg muffin yang hanya secuil itu. Mana kenyang?

"Eh, nggak bisa! " Kai dan Sean menyudahi sarapannya bersamaan. Aku yang hendak menyusul Kak Dio berhenti sebentar.

"Yuk nanti telat. "

"Moza bareng kita." Sean mengambil lenganku yang berbalut jam tangan starwars.

"Udah sana duluan aja, Bang. Lagian kita kan satu sekolahan," imbuh Kai yang sekita menyiptakan gurat datar di wajah Kak Dio. Memang, diantara saudara yang lain. Kak Dio yang lebih sering memberiku tumpangan. Kebetulan kampusnya satu arah dengan sekolahku.

"Kalian saja yang duluan. " Aku menatap mereka bergantian. Papa tak bersuara sama sekali. Ia tahu anak anaknya pasti mempunyai problem solving masing masing.

"Ayo! " Kak Dio memberi kode melalui matanya yang teduh itu. Tak enak jika menolak.

"Nggak bisa, nggak bisa. Moza itu teman kita. " Kai tetap tidak mau kalah.

"Sejak? " Aku menanggapi. Bukankah mereka berdua sering pergi lebih dulu sesuai perintah Kak Chan?

"Sejak kamu ngerjain pr kimia ku. Hehe." Kai menyibak rambutnya. Dua saudara yang ini memang berandal sekali sepertinya.

"Sama kakak aja. Mereka pasti ngebut. "

"Sama aku. " Sean menarik tas ranselku. Kemudian Kai menarik ransel Sean. Kita saling tarik menarik seperti lomba agustusan.

"Kenapa ribut sih? Moza, ayo kakak antar. " Aku menoleh ke asal suara. Kak Sandy turun dari tangga bertabur emas yang pernah membuatku terpeleset saat itu.

"Yuk," ucapnya sembari membenahi kostum koboi yang ia kenakan. Bukankah seharusnya ia mengurus perusahaan papa di Dubai? Akalku mulai menggila dengan tingkah aneh saudara saudara tiriku.

"Na--naik kuda? " Tanyaku memastikan.

"Oh, tidak."

"Jangan bilang Abang mau nganter Moza naik helikopter. " Sean bersungut kesal.

MOZARELLA (TAMAT✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang