Berdiri di depan dua makam dengan deretan nama yang familiar di netra mereka bukanlah hal yang mudah. Butuh beberapa hari untuk mereka menyiapkan diri, sebelum pada akhirnya berani datang kesini.
Hari masih siang, tapi langit sudah mulai gelap karena hujan yang sebentar lagi akan turun. The Boyz tidak membawa payung, karena mereka memang berniat untuk menangis bersama dengan hujan hari ini.
"Aku sudah sembuh. Aku sudah baik-baik saja dan ini juga berkat dirimu, Jacob Bae." Tutur Hyunjae pelan sambil mencabuti rerumputan liar yang mengelilingi makam temannya itu.
"Kapan kau akan bangun, hyung? Kau tidak merindukanku, ya?"
"Dia pasti merindukanmu, tapi alam sudah lebih dulu berkehendak, Lee Juyeon." Balas Younghoon menenangkan.
Younghoon dan Juyeon bukan tipe orang yang ingin jujur dengan perasaannya sendiri. Mereka cenderung menyembunyikan kesedihan mereka karena merasa malu, dan yang malu bukan hanya mereka. Diluar sana, masih ada banyak orang yang merasa malu saat dirinya terlihat lemah di depan orang lain, termasuk Hyunjae dan Chanhee.
Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kita menangis karena kita masih memiliki hati dan hati juga tidak pernah merasa marah ataupun malu jika sang pemiliknya menangis. Menangis itu hal yang wajar, dan menangis adalah salah satu contoh yang membuktikan kalau hati orang tersebut masih berfungsi dengan baik.
"Ayo bermain lagi, hyung! Kita harus menghabiskan lebih banyak waktu bersama nanti. Aku menyayangimu, Jacob hyung." Padahal hujan belum turun, tapi Eric sudah menangis dengan tersedu-sedu di depan makam Jacob.
"Menangislah, aku akan tetap menjadi teman bermainmu, Eric." Sama seperti hal yang sudah Younghoon lakukan untuk dirinya tadi, kini Juyeon pun berani menenangkan Eric.
Eric itu masih kecil, jadi tidak apa-apa untuk sedikit menangis, kan? Mungkin umur Eric memang tidak sekecil itu, tapi dengan keadaan saat ini, tentu saja Eric sudah melewati banyak hal.
Kadang, Juyeon selalu merasa bersalah saat melihat senyum Eric. Kalau seandainya hari itu dirinya tidak mengundang Eric untuk masuk kedalam grup The Boyz, mungkin adiknya ini sedang bermain dan berbahagia dengan teman sebayanya sekarang.
Juyeon selalu menyesal, tanpa tahu kalau Eric tidak pernah sekalipun menyesali keputusannya untuk masuk menjadi bagian The Boyz.
"Berbahagialah....disana." Kata Sangyeon singkat karena dirinya sudah tidak bisa membendung tangisnya lagi.
Kira-kira, sejak kapan Sangyeon berubah menjadi sosok yang mudah menangis seperti ini?
Sangyeon selalu berpikir kalau dirinya lah orang yang paling menderita karena kehilangan Kevin dan Jacob, tapi nyatanya, mereka semua juga ikut merasakan sakit yang sama. Tidak berbicara bukan berarti tidak merasakannya, kan? Sangyeon lagi-lagi merasa bersalah karena pemikirannya selama ini. Sangyeon sudah egois, dan tidak seharusnya ia bersikap seperti dirinya lah yang paling terluka— tanpa mengetahui luka adik-adiknya.
Tanpa berbicara lagi pun, Sangyeon bisa merasakan kehadiran Jacob disini. Karena sesungguhnya, ikatan mereka tidak pernah terputus—mereka hanya berbeda alam, dan Sangyeon merasa yakin kalau Jacob juga pasti bisa merasakan hatinya.
Keadaan di makam Kevin juga tidak jauh berbeda. Keempat pemuda itu sama terisaknya dengan yang disini, tapi tangisan Sunwoo terdegar jauh lebih kencang daripada suara tangisan yang lain. Haknyeon hanya mengusap ujung matanya terus-terusan, sedangkan yang kuat untuk berbicara hanya Chanhee dan Changmin.
"Aku masih mengingat suaramu saat bernyanyi dengan sangat jelas, Kevin. Kau harus mengucapkan banyak terima kasih padaku nanti...." Chanhee tersenyum tipis.
Letak luka yang paling menyakitkan saat ditinggal oleh seseorang adalah saat orang-orang yang ditinggalkan sudah mulai melupakan suara orang yang meninggalkannya, dan Chanhee selalu takut akan hal itu. Chanhee berusaha dengan sangat keras agar masih bisa mengingat suara Kevin dengan jelas sampai hari ini, karena menurutnya, suara Kevin itu memiliki ciri khas tersendiri.
Mereka sering bercanda gurau bersama, mereka sering bernyanyi, dan mereka juga sering bertengkar bersama. Kenangan itu sifatnya tidak bisa diulang, maka itu Chanhee sedang berusaha sekarang, dengan mencoba untuk tidak melupakan setiap kepingan kecil dari memori-memori yang tersimpan di otaknya.
"Aku akan baik-baik saja, hyung. Kau harus berhenti mengunjungiku dalam mimpi," Tutur Haknyeon setengah bercanda sambil mengelap cairan bening yang keluar dari hidungnya.
"Maaf ya....karena aku masih sering mengecewakanmu. Aku.....akan menjadi adik yang....lebih baik lagi di kedepannya...." Lanjut Sunwoo dengan terbata-bata.
Semuanya datang kesini untuk mengucapkan terima kasih, tapi kenapa mereka malah mengucapkan kata maaf?
Chanhee hanya bisa mengamati Sunwoo dalam diam saat tubuh anak itu mulai bergetar karena terlalu keras menangis. Ia memang sering melihat Sunwoo menangis, tapi untuk kelihatan sampai semenyesal ini, Chanhee rasa ini adalah yang pertama kalinya.
"Maaf karena aku sempat keliru dengan maksudmu kala itu, Kevin. Aku sempat keliru dan hampir menyusul kalian jika Hyunjae hyung tidak memukuliku pagi itu." Pemuda terakhir diantara mereka pun mulai melanjutkan pembicaraan. Changmin masih asik bermonolog, sedangkan pandangan Chanhee masih terpaku pada Sunwoo.
Kalau kalian bertanya tentang bagaimana keadaan Haknyeon, tenang saja, anak itu baik-baik saja karena tangannya sudah digenggam dengan erat oleh Changmin.
"Nyawaku memang pilihanku, tapi tidak seharusnya aku mengambil keputusan egois seperti itu. Semua masalah pasti ada jalan keluarnya, dan maaf karena aku telat menyadari hal itu."
Ucapan Changmin itu benar karena pada dasarnya, masalah tidak akan ada tanpa solusinya— sama seperti penyakit.
Penyakit pasti memiliki obatnya tersendiri, kan? Penyakit tidak akan ada tanpa obatnya dan masalah juga tidak akan ada tanpa solusinya. Kedua hal itu sama-sama sering terjadi di kehidupan manusia tapi hanya sedikit dari mereka yang bisa menyadari kesamaannya.
Bahkan untuk nenemukan satu obat dan mengedarkannya secara luas di kalangan masyarakat saja membutuhkan waktu, lantas apa yang selalu membuatmu terburu-buru saat menyelesaikan suatu masalah? Tenang saja, semua akan berlalu— sama seperti bagaimana air yang terus mengalir di sungai yang tenang. Percaya atau tidak, solusi yang tepat akan segera datang, jika kita berhasil mengendalikan pikiran kita dari hal-hal yang buruk dan sedikit bersabar.
"Aku menyesal karena tidak ada disaat terendahmu, bisakah aku mencobanya lagi?" Tanya Younghoon berhati-hati kepada Hyunjae yang sudah selesai menangis.
"Tidak perlu menyesal karena kesempatan akan selalu datang padamu, selama kau masih bernapas di muka bumi ini." Balas Hyunjae dewasa.
Semuanya selesai dan mereka berpelukan sekarang. Bukan hanya berpelukan dalam lingkaran yang berisikan sembilan orang, tapi juga berpelukan dengan satu per satu anggota The Boyz. Perasaan bersalah itu akan terus berdiri diantara mereka karena setiap orang pasti memiliki peran tersendiri dalam luka seseorang. Tapi kali ini, mereka akan mencoba untuk melepaskan yang sudah tiada, dan sedang berusaha untuk memulai hubungan yang baru lagi— tanpa perasaan bersalah di dalamnya.
Jangan pernah berpikir kalau Tuhan salah mengukur kita karena selalu memberikan masalah yang berada di luar kendali kita, karna pada dasarnya, mungkin kita yang salah dalam mengukur kemampuan diri sendiri.
¢¢¢ Tamat ¢¢¢
Akhirnyaaaaa tamat juga wihiiii~!
Makasi banyaak buat kalian yang udh ngasi semangat, ngebaca, ngekomen, dan ngevote cerita ini sampe akhir 💗Mohon maaf bila ada kesalahan kata atau penulisan dalam ceritaku ini yaaa semoga kalian bisa nangkep pesan yang mau aku sampein di book ini dan sampai ketemu di book slanjutnya gaisssss~~~ luv bnyak-banyaaaak 💕
• Pesan apa yang bisa kalian ambil dri cerita ini gais? Ayoo dikomen dongs, aku mau bacaa hihi
• Ada kritik atau saran?
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Terakhir | The Boyz ✓
Fanfiction"Hari ini akan jadi hari terakhir aku bisa menemuimu, ya?" "Jangan bersedih, kau tahu kalau aku akan baik-baik saja." "Aku tahu kalau kau akan baik-baik saja setelah pergi dari dunia ini, tapi bagaimana dengan aku?!" "Kau akan baik-baik saja, lalu b...